Saatnya Berbisnis Sesuai Syariah Melalui Koperasi Syariah
USAHAMUSLIM.ID, BANJARMASIN – Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika mendengar kata syariah?
Sebagian besar masyarakat kita berpemahaman bahwa bisnis syariah masih terbatas pada bisnis di sektor keuangan, khususnya perbankan.
Padahal, bisnis syariah cakupannya sangat luas. Anda bisa merintis bisnis syariah apapun selama bisnis yang Anda jalankan memang sesuai dengan kaidah kesyariahan, karena perbedaan mendasar antara bisnis syariah dengan bisnis konvensional terletak pada kaidah kesyariahan yang menjadi dasar pijakan dalam menjalankannya.
Ketua Assosiasi Koperasi Syariah Indonesia, Sutjipto menjelaskan kaidah bisnis secara syariah mendorong pelaku usaha untuk semaksimal mungkin berusaha memperoleh manfaat secara materi sekaligus untuk mengejar keberkahan dan ridha dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Berdasarkan tujuan itulah, maka bisnis yang dijalankan akan senantiasa disesuaikan dengan syariat Islam, menghindari transaksi yang terkait dengan riba, gharar (ketidakpastian) dan maysir (judi/penipuan) dan segala bentuk transaksi yang bertentangan dengan kaidah syariah,” jelasnya.
Di bawah naungan Koperasi Konsumen Syariah Arrahman, Kalimantan Selatan yang dia dirikan sejak tahun 2012 dan saat ini telah memasuki tahun ke-10, dirinya telah membina banyak usahawan muslim dengan berbagai jenis bidang usaha yang memegang teguh prinsip dagang yang sesuai dengan syariah.
Pria kelahiran Surabaya, 13 Maret 1968 ini mendirikan koperasi berbasis syariah dengan harapan bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain, untuk melakukan hal yang sama, yakni mempelopori lahirnya pengusaha-pengusaha muslim yang bersyariah.
“Kami memandang perlu mendirikan koperasi syariah ini, dengan salah satu tujuannya untuk mencegah para pengusaha kita jangan sampai terjatuh dalam jeratan riba, sebab prinsip dasar dari sebuah bisnis yang sesungguhnya adalah mencari keberkahan dan ridha dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan untuk mencapai tujuan tersebut maka segala sesuatu harus sudah jelas sejak awal dan diniatkan untuk kebaikan. Kejelasan suatu transaksi syariah dijelaskan dalam suatu Akad. Akad syariah adalah kesepakatan dilakukannya transaksi syariah antara pihak–pihak yang terkait dalam transaksi tersebut. Maka, bisnis Syariah mengharuskan Anda untuk tidak mempraktikkan unsur Maysir (untung-untungan yang menjurus ke arah perjudian), Riba (tambahan keuntungan dengan cara tidak sesuai Syariah), dan Gharar (ketidakpastian), “ ujar Sutjipto.
Lebih jauh owner CV. Banjar Indah ini menjelaskan mengenai riba yang banyak dipraktekkan oleh semua lembaga perbankan. Menurutnya, praktek pengelolaan keuangan yang mengandung unsur riba adalah jenis pelarangan yang paling umum dipahami oleh masyarakat tentang transaksi Syariah.
Bagi Anda yang ingin benar-benar menjalankan bisnis syariah, maka semua jenis riba tidak boleh Anda terapkan. Agar tetap sesuai dengan syariat Islam, maka ada sejumlah jenis riba yang harus Anda hindari, di antaranya:
1. Riba “Qardh”
Jenis riba yang menetapkan suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.
Contoh Riba Qardh adalah penerapan bunga terhadap proses utang piutang dalam bisnis, sehingga jenis riba ini harus dihindari.
2. Riba Nasiah
Riba yang terjadi karena adanya pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukar dua barang yang tergolong komoditi ribawi, seperti emas, perak, kurma, gandum dan garam, baik satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya.
3. Riba Fadhl
Riba yang terjadi apabila ada pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan termasuk ke dalam barang ribawi.
Contoh: Seseorang menukarkan 10 gram emas jenis 916 dengan 12 gram emas, ini jenis bisnis yang menyalahi syariah. Karena kaidah Syariah menetapkan sebuah bisnis tidak boleh melakukan proses jual beli yang tidak adil dari segi kualitas dan kuantitas.
4. Riba Yadh
Riba yang terjadi karena tidak adanya kejelasan harga transaksi selama proses jual beli berlangsung.
Itulah 4 jenis riba yang banyak terjadi di tengah masyarakat kita, yang terjadi dalam transaksi jual beli yang kesemuanya menyalahi syariah dan wajib di perhatikan, serta tidak boleh ada dalam setiap bisnis syariah yang dijalankan.
Kepala cabang utama PT. At Taibah Al Multazam Group Travel Umrah dan Haji Khusus untuk Kalimantan Selatan itu lebih jauh mengingatkan, selain wajib menghindari riba, seorang pengusaha muslim juga wajib memperhatikan ijab qabul dalam transaksi bisnis syariah. Penjual dan pembeli melakukan ijab qabul sebagai bentuk kesepakatan bersama terhadap transaksi yang dilakukan.
“Bukan hanya pernikahan yang diawali dengan dengan ijab kabul, bahkan transaksi dagangpun penting untuk memperhatikan ijab kabul, sebagai perjanjian bersama yang disepakati dengan suka-rela antara pembeli dan penjual terhadap transaksi yang mereka lakukan.” Imbuhnya.
Setelah Anda memahami kaidah bisnis syariah, kini saatnya Anda bisa segera memulai memilih jenis usaha apa yang dapat Anda lakukan sesuai dengan prinsip syariah. Ada begitu banyak jenis bisnis syariah yang bisa dipilih. Namun 3 jenis bisnis ini dapat dijadikan pertimbangan utama oleh Anda.
1. Usaha Jual-Beli
Jual beli atau ba’i adalah jenis usaha yang paling banyak ditemui dan menjadi transaksi dasar manusia sejak zaman dahulu. Jenis usaha jual-beli secara syariah dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, tergantung dengan proses transaksi yang dilakukan.
“Murabahah” adalah akad jual beli, dengan penjual dan pembeli bertransaksi secara langsung dan harga yang diberikan oleh penjual adalah sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati bersama.
“Salam” adalah akad jual beli barang pesanan dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
“Istishna” adalah akad jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat).
Dalam jenis usaha ini, posisi koperasi syariah bertindak sebagai pihak pemberi manfaat pembiayaan yaitu memberikan pembiayaan kepada nasabahnya untuk pembelian barang yang dipesan.
Usaha Penyewaan
Sama dengan bisnis penyewaan lainnya, Anda cukup menerapkan syariat Islam yang artinya barang atau jasa yang disewakan harus bersifat halal. Contohnya seperti sewa mobil, sewa rumah, dan bisnis penyedia jasa. Akad yang digunakan adalah akad Ijarah.
Bisnis Bagi Hasil
Jika Anda ingin membangun bisnis syariah bersama partner kerja, bisnis bagi hasil bisa jadi pertimbangan. Namun yang penting untuk Anda perhatikan adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, untuk bisa menjalankan bisnis ini. Pembagian keuntungan, modal, dan rugi harus jelas dan harus disepakati bersama. Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah atau Musyarakah.
“Dan kesemua jenis usaha itu dapat dicover dengan baik oleh koperasi syariah, termasuk koperasi syariah Arrahmah yang kami dirikan di Banjarmasin Kalimantan Selatan ini, dan tentunya bisa diikuti oleh daerah lain, khususnya oleh para pengusaha muslim yang tergabung dalam KPMI, bisa ikut mendirikan koperasi serupa, “ pungkas Sudjipto.(UM)