Pemuda Kediri Berhasil Melepaskan Diri dari Belitan Hutang 1,3 M dengan Jualan Cemilan
USAHAMUSLIM.ID,KEDIRI – Meskipun usianya masih terbilang muda, namun Bagas Alimpad ini telah memiliki kemampuan manajerial yang handal serta jiwa kepemimpinan yang mumpuni. Dia telah menjadi seorang juragan cemilan terkemuka di kota Kediri ketika dia baru saja menyelesaikan sekolahnya di SMA.
Memanfaatkan kesempatan yang ada, dan menjadikan masalah sebagai peluang, adalah prinsip kerjanya. Sebab menurutnya, kesempatan itu selalu muncul dari balik kesempitan.
“Jangan terpaku pada masalahnya, namun carilah peluang yang mengelilingi masalah itu, niscaya engkau akan memperoleh sebuah titik terang. Tetaplah berlari mengikuti alur ‘Safa-Marwah’mu sampai engkau menemukan sumber ‘air zam-zam’mu.” itulah sederetan nasehat dari Bagas Alimpad.
Ketika tulisan ini disusun, remaja bernama lengkap Bagas Alimpad Panggrahita Purwateksa itu, baru menginjak angka 24 tahun, namun dia telah sukses menjadi ‘Sang Juragan Cemilan’ dari kota Kediri, Jawa Timur dengan reseller yang telah menyebar hingga ke sejumlah kota di seantero Nusantara.
“Saat kawan-kawan seusia saya, sedang asyik menikmati indahnya jatuh cinta, saya malah kelimpungan dikejar-kejar hutang yang jatuh tempo.” ujarnya ketika menceritakan perjalanan hidupnya dalam merintis usaha.
Lika-liku perjalanannya dalam meraih kesuksesan cukup panjang, penuh dengan drama kehidupan yang sungguh menegangkan dan mencengangkan. Bahkan terbilang belum pantas dialami oleh remaja seusianya. Bayangkan saja, Bagas muda yang ketika itu masih duduk di bangku sekolah menengah atas, telah terlibat dalam sebuah bisnis abal-abal yang menyebabkannya menanggung hutang yang sangat pantastis yakni Rp 1,3 M.
“Mungkin sayalah satu-satunya anak remaja yang berurusan dengan polisi karena kasus penipuan, teman-teman seusai saya umumnya berurusan dengan polisi karena masalah spion, kebut-kebutan di jalan raya dan aneka kenakalan remaja lainnya, namun saya harus berurusan dengan polisi karena terlibat penipuan dana Miliyaran rupiah,” katanya.
Dikisahkan, dalam upaya menyelesaikan hutang sebesar Rp 1,3 M di tahun 2008 ke 2009 itu, dia melakukan break down total terhadap harta yang dia punya, dan ironisnya dia baru sadar bahwa ternyata dirinya tidak memiliki apa-apa untuk menyelesaikan hutangnya tersebut.
Dia lalu membreak-down total pemasukannya yang ternyata juga nihil, maka dari situlah dia tergerak untuk ikut membantu kerabatnya yang memiliki kumbung tempat budi daya jamur tiram.
“Pemasukan yang terkumpul dari hasil bantu-bantu paman di tempat budi daya jamur tiram ternyata jauh dari cukup. Saya mencoba meminta bantuan bapak, namun ternyata bapak juga dibelenggu hutang. Saya melirik ibu namun apa daya ibu hanya seorang ibu rumah tangga. Maka tak ada lagi yang bisa saya lakukan selain berusaha sendiri. Mengerahkan segala daya upaya yang bisa saya lakukan, sambil mengharap bantuan doa dari sang ibu,” katanya.
“Saya betul-betul membreak dowan semua potensi yang saya miliki, kemampuan menulis, kemampuan presentasi dan kemampuan berbicara di hadapan orang, semua saya kerahkan. Saya jadikan semuanya sebagai modal untuk menyelesaikan tunggakan hutang. Sementara pengeluaran ditekan sampai tercipta sebuah mindset, ‘daripada kita beli mending sewa, daripada kita sewa mending pinjam’, prinsip itu telah menjadi mindset saya hingga saat ini,”
Setelah menjalani lika-liku dan jurang yang terjal, akhirnya Bagas menemukan jalan kesuksesannya melalui usaha jamur tiram crispy, yang hingga saat ini telah merambah sampai ke seluruh penjuru Nusantara dengan bantuan para reseller yang jumlahnya sangat banyak.
Sebuah hikmah yang kita pelajari dari goncangan ujian yang menimpa Bagas, bahwa masalah akan menjadi tidak terkendali dan semakin membesar bila kita salah dalam meresponnya, namun justru akan menjadi peluang bila kita benar dalam menanganinya. Hutang yang tadinya merupakan masalah besar dan sangat menghimpit, justru menjadi peluangnya dalam meraih kesuksesan.
“Status saya sebagai buronan dengan hutang 1,3 M saat itu, tidak memungkinkan saya untuk mendaftar pekerjaan. Kondisi terpuruk itulah yang menjadi cambuk bagi saya untuk bangkit menciptakan usaha sendiri. Mau tidak mau saya harus jualan, hanya itu satu-satunya usaha yang bisa saya lakukan saat itu,’ ujarnya.
Dalam situasi itu Bagas menyadari, masalahnya akan semakin besar dan tidak terkendali bila dia salah dalam meresponnya. Ketika itu, masalahnya bukan hanya ketiadaan dana yang cukup untuk menyewa tempat jualan, namun dia juga hanya memiliki satu unit BBM dengan sedikit kuota internet. Maka produk pertamanya berupa jamur crispy terpaksa dia tawarkan melalui online.
“Awal saya merintis usaha ini, semua proses saya lakukan secara manual. Saya tidak punya uang untuk membeli peralatan. Penjualannya terpaksa saya lakukan dengan cara online. Masalah yang saya hadapi ketika itu adalah ketiadaan dana sehingga tidak bisa menyewa tempat jualan, meski untuk sebuah gerobak kecil sekalipun” ungkap Bagas.
Siapa sangka, justru dari sanalah awal mula datangnya keberuntungan. Penjualan yang dia lakukan secara online itu jauh lebih efektif, dan menghasilkan reseller di mana-mana, tanpa dibatasi oleh tempat dan jarak. Bahkan produk cemilannya yang lebih terkenal di luar dibandingkan di kota Kediri itu telah mampu mendatangkan omzet yang luar biasa, hutangpun dapat diselesaikan dengan baik.
Ada sebuah tips sukses yang menjadi kunci keberhasilan dari Bagas Alimpad dalam mengendalikan bisnis cemilannya, yaitu kuasai dulu hilirnya, fahami trik reseller dan cara selling yang benar, pelajari marketing dan proses penjualannya, sebelum menjalankan bisnis dan memulai proses penjualannya.
“Itu saya anggap penting, karena dari sanalah kita mengetahui cara mencari pelanggan, cara merekrut orang, mengetahui seluk-beluk penjualan, bahkan sampai cara mengenali manusia, dan ilmu itu saya peroleh ketika getol-getolnya saya mengikuti aneka ragam Multi Level Marketing. MLM ini menjadi awal malapetaka kehidupan yang menyebabkan saya menjadi buronan para downline, namun juga memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman,” beber remaja kelahiran 2 Mei 1997 itu.
“Menurut saya, lebih baik kita kehilangan masa muda daripada kehilangan masa remaja. Bila kami yang muda saja bisa, maka pasti yang sepuh dan kaya pengalaman jauh lebih bisa.”pungkasnya. (UM/Kha)