Manusia sedang Berada pada Zaman Harta Haram Dianggap Biasa
USAHAMUSLIM. ID, MAKASSAR – Manusia yang hidup di abad modern ini, dituntut untuk mengumpulkan, dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya agar bisa hidup layak, serta tenang menghadapi masa depan untuk dirinya, anak-anaknya hingga cucu-cucunya kelak. Maka dalam kondisi seperti itulah, manusia tidak peduli lagi dari mana harta dia dapatkan, tidak jelas lagi batasan antara harta halal dan harta haram.
Kondisi ini telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang artinya : “Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara mereka untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR Al-Bukhari).
Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI), Ustadz Aris Munandar Hafizhahullah menyebutkan bahwa, saat ini sebagian manusia tidak lagi peduli dengan kaidah rabbani dalam mencapai tujuan mencari harta, kelompok ini harus memeriksa kembali akidah mereka, karena sesungguhnya mereka telah menjadikan dirham sebagai tuhannya, dan tidak mengindahkan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahkan mendoakan kehancuran untuk kelompok ini dengan sabdanya, تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ، وَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، وَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ, yang artinya ‘Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba pakaian.” Jelas ustadz yang kelahiran Bandar Lampung itu mengutip sabda Nabi yang diriwayatkan dalam HR Al-bukhari.
Menurutnya, umat Muslim harus menghindari cara-cara haram dalam mengumpulkan harta, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan seorang yang dikabulkan doanya. Apabila beliau mendoakan kehancuran untuk para pemuja harta, niscaya kebinasaan akan menimpa mereka.
Lebih lanjut pengasuh dan pengajar di pondok pesantren Tahfidzul Qur’an ini menegaskan, orang yang menghalalkan segala cara dalam melakukan perniagaan yang haram, maka sesungguhnya mereka bukan lagi hamba Allah yang patuh, dan tunduk dengan perintahNya, karena tautan hati mereka terhadap harta menyamai, bahkan melebihi hubungan mereka terhadap Allah. Apabila berbenturan antara keuntungan niaga dengan syariat Allah niscaya perintah Allah dikesampingkannya.
“Mereka tidak meyakini rezekinya berasal dari Allah, mereka mengira bahwa pencapaian-pencapaian dunia mereka murni keahlian dirinya dalam berniaga, dan sikap seperti ini harus dihindari oleh seluruh pengusaha muslim. Kita harus meyakini bahwa rezeki datangnya dari Allah, bukan karena keahlian dan kepandaian kita dalam berniaga.”
Allah berfirman:
إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukur kepada-Nya.” (QS Al Ankabut: 17).
Selain sebagai pembina KPMI, ustadz yang juga bertindak sebagai pembina KIPMI (Komunitas Ilmuan dan Professional Muslim Indonesia) ini menyebutkan, sesungguhnya banyak di antara manusia ini yang peka dan jeli melihat peluang bisnis, sayangnya mereka tidak dibekali pemahaman agama sejak kecil, akhirnya mereka tidak pernah mengerti, dan tidak pernah mempelajari ketentuan Allah tentang muamalah, yang ironisnya, mereka kemudian mau tidak mau akan melanggar syariat Allah saat mengumpulkan harta karena ketidaktahuannya.
Mereka inilah yang dimaksud Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dinukilkan Abu Layts, dalam Tanbih Al Ghafilin:
مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus”.
Maka berdasarkan hal itulah Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia dibentuk, yang salah satu tujuan utamanya adalah memberikan pemahaman mengenai bagaimana bermualah yang baik, bagaimana berniaga yang benar, termasuk di dalamnya bagaimana menjaga diri dari memakan harta dari hasil perniagaan yang haram.(UM)