Tak ada Pasar, Kelompok Budidaya Maggout di Sulselbar Berhenti Produksi
USAHAMUSLIM.ID,MAKASSAR – Kelompok Budidaya Maggout dan lalat tentara hitam (Black Soldier Fly) di Sulawesi Selatan dan Barat berhenti berproduksi karena tidak menemukan pasar atau pembeli.
Admin Budidaya Maggout kota Makassar, Muhammad Fihria Lessy kepada usahamuslim.id Kamis (25/8/2022), mengatakan, kegiatan penangkaran lalat hitam yang digelutinya bersama teman-temannya itu telah berhenti sejak tahun 2020 lalu, setelah sempat aktif selama dua tahun sejak 2018.
Bersama teman-temannya dirinya bahkan telah membentuk koorwil di beberapa kabupaten kota di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Namun karena tidak menemukan market untuk memasarkan produknya, maka kegiatan budi-daya itupun berhenti hingga saat ini.
“Bersamaan dengan merebaknya pandemi covid-19 dan juga karena tidak ada pembeli, sehingga kegiatan kami berhenti sejak tahun 2020, semua anggota kita berhenti dan sangkar penangkarannya pada rusak semua.”jelasnya.
Salah satu yang menjadi faktor tidak tersambungnya mata rantai antara pembudidaya lalat hitam ini dengan buyer adalah kurangnya sosialisasi mengenai keberadaan kelompok pembudidaya maggout-lalat tentara hitam ini. Padahal produksi maggout mereka ketika itu cukup besar.
“Memang kami akui ketika itu belum membangun sinergi dengan dinas-dinas terkait. Makanya kami berencana untuk kembali merintis kegiatan budidaya itu, dengan menghidupkan kembali kelompok pembudidaya yang kami miliki di berbagai daerah, untuk selanjutnya bersinergi dengan pihak-pihak terkait.”ujarnya.
Sementara itu, Direktur Bank Sampah Indonesia Timur, Saharuddin Ridwan kepada usahamuslim.id mengakui saat ini banyak TPA Sampah di kota Makassar ini yang memang masih perlu pembenahan agar bisa menjadi mitra bagi para pembudidaya maggout.
“Di kota kita ini ada enam TPA, namun hanya dua yang berfungsi dengan baik. Padahal seharusnya TPA-TPA inilah yang menjadi mitra kerja para pembudidaya maggout itu. Bank-bank sampah yang ada di setiap lingkungan dan pemukiman juga harus kita benahi dan kita jadikan mitra kerja para pembudidaya itu.” jelas Sahar.
Menurut Fihria, memelihara maggout sebenarnya tidak terlalu sulit, cukup membuat sangkar dari kain kasa seukuran 2x2x2 meter, kemudian masukkan induk lalat tentara hitam yang bisa ditangkap secara alami ataupun dibeli. Adapun pakan lalat tentara hitam ini berasal dari olahan limbah dapur dan sampah organik.
“Jadi kita vakuum ini bukan karena kesulitan dalam proses budidaya atau pemeliharaan, tetapi karena tidak bertemunya antara kami sebagai produsen dengan konsumen, dan hal itu kemudian merembet ke persoalan sulitnya kita memprediksi keuntungan yang akan diperoleh, karena modal awal lumayan besar, demikian pula biaya operasional. Insya Allah bila ada kepastian pasar, tim kami siap memulainya kembali. Karena bagaimanapun modal yang kita keluarkan harus bermuara kepada kepastian mengenai perhitungan untung dan ruginya.” jelasnya.
Salah satu yang bisa dilakukan oleh para penggiat budidaya maggout di Sulselbar ini, bila nanti telah aktif kembali, yakni menjalin kerjasama dengan pembudidaya maggout di daerah Jawa. Karena budidaya lalat Black Soldier Fly (BSF) di sejumlah daerah di pulau Jawa telah lama dijadikan sebagai ladang bisnis yang cukup menggiurkan keuntungannya.
Hal ini karena permintaan masyarakat terhadap telur, maupun maggot dari lalat hitam ini cukup tinggi di daerah Jawa.
Maggot bisa digunakan untuk pakan alternatif bagi unggas maupun ikan.
Sudah banyak warga masyarakat di pulau Jawa yang membuat kandang lalat hitam atau black soldier fly (BSF) di pekarangan rumah mereka. Pembudidaya maggout dari Sulawesi Selatan bisa melakukan studi banding sekaligus saling tukar informasi mengenai pemasarannya. (UM)