Pentingnya Muhasabah Jiwa untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Muhasabah identik dengan sikap instrospeksi diri atas kekeliruan dan kesalahan kesalahan di masa lalu yang telah dilakukan oleh siapapun yang berniat memperbaiki diri di masa kini dan masa yang akan datang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Saat ini, istilah muhasabah diri atau muhasabah jiwa makin akrab terdengar di telinga, bahkan telah menjadi perbincangan yang latah diucapkan orang, meskipun mereka belum memahami betul maksudnya.
Bukan hal yang mustahil kesalahfahaman itu terjadi di kalangan umat Islam sendiri.
Tema ini yang diangkat dalam kajian spesial di Masjid Agung 45 Makassar, yang dilaksanakan pada hari Ahad, tanggal 16 Januari 2022.
Kajian yang dihadiri banyak kaum muslimin, diisi oleh Al Ustadz Dr. Firanda Andiraja, Lc., MA.
Ustadz Firanda mengatakan muhasabah adalah sebentuk ibadah yang banyak dilalaikan oleh umat Islam.
Dalam Al Qur’an surat Al Hasyr ayat 18 Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Surat Al-Hasyr Ayat 18
Ayat itu menjelaskan konsep muhasabah serta penerapannya dalam kehidupan. Karena ayat itu menyinggung tentang makna masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Juga dijelaskan apa yang telah, sedang dan akan dikerjakan.
Kita memang tidak akan mungkin mengubah masa lalu, tetapi kita bisa merenungkan apa yang telah kita perbuat, untuk kita sempurnakan yang masih kurang dan kita perbaiki yang salah, itulah yang disebut sebagai muhasabah. Dengan harapan masa depan kita akan semakin cerah daripada masa lalu.
Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata :
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
Artinya:
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal”
(Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin)
Muhasabah kadang juga disamakan artinya dengan “audit”. Istilah ini juga kerap kita dengar dalam kehidupan sehari hari “maka auditlah diri kita sebelum kita diaudit.” pesan ust.Firanda.
Karena menurutnya kita semua tidak luput dari khilaf, dan kekhilafan yang tidak diaudit dan diperbaiki itu akan terbawa pada saat kita semua akan mati dan meninggalkan dunia.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-‘Ankabut: 64).
Rasululullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah mengatakan,
اَللهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا عَيْشَ الْآخِرَةِ
Artinya: “Ya Allah, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat.” HR Bukhari Muslim
Maka hidup yang tidak disertai dengan muhasabah, tidak pernah diaudit, akan menuai permasalahan di akhirat. Maka, hendaklah bermuhasabah selama hidup ini sebelum menyesal nanti.
Allah berfirman:
يَقُولُ يَٰلَيْتَنِى قَدَّمْتُ لِحَيَاتِى
Artinya: Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini“. QS. Al-Fajr:24
Ibnu Katsir menyatakan ini umum berlaku bagi pelaku maksiat menyesal perbuatan maksiatnya dan tidak beramal. Sedangkan bagi yang taat menyesal kenapa tidak lebih banyak melakukan ketaatan.
Muhasabah adalah Sikap Orang Cerdas
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﺍﻟْﻜَﻴِّﺲُ ﻣَﻦْ ﺩَﺍﻥَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ، ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﺟِﺰُ ﻣَﻦْ ﺃَﺗْﺒَﻊَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻫَﻮَﺍﻫَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻤَﻨَّﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan jiwanya (Ibnu Taimiyah: mengevaluasi dirinya) dan beramal (mencurahkan semua potensi) untuk kepentingan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsu, kemudian berangan-angan kosong kepada Allah” (HR. Tirmidzi).
Untuk kegiatan duniawi saja kita selalu evaluasi agar lebih baik apalagi untuk keperluan akhirat, tentu sikap muhasabah lebih diutamakan, dan yang paling bisa menghisab diri kita adalah diri kita sendiri. Sebab tidak ada yg paling mengetahui keadaan diri kita kecuali diri sendiri.
Allah berfirman:
بَلِ ٱلْإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ بَصِيرَةٌ
Artinya: “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. ” (QS. Al-Qiyamah:14)
Ibnu Qayyim mendefinisikan Muhasabah Jiwa adalah upaya untuk membedakan mana amal yg baik dan buruk yang telah dilakukan.
Penyebab Orang Lupa Bermuhasabah
Rutinitas dan berbagai macam kesibukan yang berjalan tanpa bisa terkontrol adalah penyebab lalainya kita dengan kewajiban ibadah, termasuk muhasabah yang kalau dibiarkan akan menimbulkan penyesalan.
Oleh karena itu, hendaknya kita semua wajib untuk selalu mengecek amal perbuatan kita setiaphari, kebaikan kita lanjutkan, keburukan segera diperbaiki. Berhenti dari maksiat.
Ibnu Qayyim berkata “Seseorang yg tidak pernah muhasabah dirinya, menggampangkan perbuatan maksiat yg dilakukan dan akan mengantarkan kepada kebinasaan.”
Ulama berpesan Hendaknya yang berakal tidak lalai dalam 4 waktu:
1. Waktu utk bermunajat, berkhalwat kepada Allah, berdoa kepada Allah.
2. Waktu utk menghisab dirinya,
3. Waktu berkumpul dengan teman yg menyampaikan nasihat dan kritik atas dosa kita.
4. Waktu bersenang pada perkara yang dibolehkan.
Adapun cara muhasabah, ada dua cara yaitu:
1. Muhasabah sebelum melakukan amal.
Contoh:
-Selfie bersama ustadz mau upload ke medsos, kita tanya diri kita apa manfaatnya kita lakukan itu?
-seorang salaf ditanya kenapa engkau belum menghadiri jenazah, tunggu dulu saya perbaiki niat. Agar amalan kita berkah tepat.
2. Muhasabah setelah melakukan amal.
Ada 3 yaitu:
1) Menghisab diri atas ketaatan dakwah, sedekah, puasa, dan ibadah lainnya.
Ibnu Qayyim mengatakan Hak Allah dalam ketaatan ada 6:
1. Ikhlas karena Allah
2. Beribadah sebaik-baiknya/ maksimal dalamnya
3. Sesuai contoh Nabi
4. Menghadirkan Ihsan, merasa Allah melihat kita.
5. Menghadirkan anugerah atas perbuatan atas taufik, banyak nikmat yg mengharuskan dia bersyukur.
6. Mengingat kekurangan ketika beramal.
2) Menghisab tentang amal yg seharusnya dia lakukan tapi tidak dilakukan. Karena amal tersebut menghalangi dari amalan yg lebih besar. Contoh saat dia puasa sunnah yang menghalanginya dari menolong orang tua.
3) Menghisab diri dari perkara yg mubah.
Tanyakan apa niat utk Allah utk akhirat atau hanya utk duniawi semata.
Ada 4 penyebab orang malas bermuhasabah, di antaranya:
1) Banyak bermaksiat
Hati semakin sakit semakin hitam akhirnya tidak peduli dengan maksiat yg dilakukan tidak mau muhasabah. Salah satunya kita melihat maksiat saking terbiasanya kita tidak istighfar.
2) Terlalu berlebihan dalam perkara mubah
Mubah tidak dilarang tapi membuang umur kita. Meskipun itu halal. Namun jika berlebihan akan melalaikan.
3) Husnuzon kepada jiwa.
Merasa dirinya baik.
Sebagian ulama mengatakan kita saat bersyirkah dengan teman dalam dagang kita sangat perhitungan. Maka begitu pula saat kita muhasabah suudzon kepada diri utk mengeluarkan keburukan.
4) Tidak ingat akhirat.
Mulai sekarang, kita luangkan waktu paling tidak 5 menit saia dalam sehari untuk bermuhasabah.
Dikutip dari tulisan Tim Cahaya Islam Sulawesi. (UM)