Berita

Mengapa Daging Sapi Impor Lebih Murah ?

USAHAMUSLIM.ID,GOWA – Sebuah riset menyebutkan, Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal konsumsi daging sapi, dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.

Malaysia mengkonsumsi 8.5 kg daging sapi per kapita per tahun, sementara Vietnam 8.9 kg, dan Filipina 3 kg per tahun.
Konsumsi daging sapi terbanyak didominasi oleh negara-negara di belahan Amerika Selatan. Uruguay paling banyak, yakni 40 kg per kapita per tahun, diikuti Argentina, Paraguay dan Brasil, yang kesemuanya berkisar antara 30 sampai 37 kg per tahun. Sementara Indonesia, sangat kecil, hanya 2,31 kilogram per kapita per tahun.

Kecilnya konsumsi daging sapi di Indonesia diakibatkan karena mahalnya harga daging sapi lokal.

Dibandingkan dengan harga daging sapi di negara lain, harga daging di Indonesia paling tidak terjangkau.

Bila dihitung-hitung dengan upah minimum, penduduk di Indonesia harus bekerja berjam-jam agar bisa mendapatkan uang yang lebih banyak untuk mengkonsumsi daging.

Apa yang salah dengan ternak sapi kita?

Menurut Ketua Perhimpunan Peternak Sapi Indonesia (PPSI) Provinsi Sulawesi Selatan, Zainuddin Natsir Dg Reppa’, biaya produksi di peternakan lokal yang terbilang tinggi karena sistem pemeliharaan yang dilakukan kebanyakan berskala kecil.

“Sebenarnya kebutuhan daging di dalam negeri bisa saja dipasok oleh para peternak dalam negeri, hanya saja kekurangan kita adalah sebagian besar peternakan dalam negeri berskala kecil semua, sehingga biaya pemeliharaannya menjadi tinggi. Selain itu rantai produksi nya juga sangat panjang, banyak sekali perantara yang harus dilewati sehingga membuat harga akhir yang sampai ke konsumen menjadi mahal dan tidak terjangkau. Sementara peternakan yang dilakukan di luar negeri itu skalanya besar. Memang mereka fokus beternak untuk tujuan ekspor, kalau di negara kita khan beda, bukan untuk tujuan ekspor.” ungkap Zainuddin

Selain rantai tata niaganya yang sangat panjang, juga arah kebijakan dari peternakan sapi di Indonesia yang salah, yakni berfokus pada tujuan memprodukasi sapi pedaging.

Ditemui usahamuslim di peternakannya di Desa Bontolangkasa Selatan, kabupaten Gowa, Daeng Reppa, demkian gelar daeng dari Zainuddin Natsir mengatakan, harga daging sapi tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat sapi potong.

“Kalau peternak hanya berfokus pada produk berupa daging saja, maka dia akan rugi, karena biaya perawatan untuk seekor sapi itu terbilang tinggi, dan ini yang menyebabkan harga daging lokal melambung tinggi. Peternak sapi itu baru bisa untung apabila produk yang dihasilkan oleh peternakan itu berupa daging olahan atau susu, dan ini yang dilakukan oleh para peternak di luar negeri, seperti New Zealand. mereka beternak untuk memproduksi susu sapi. Cukup dengan memproduksi susu, mereka sudah untung. Sapi yang sudah tidak produktif itulah yang dipotong lalu dijual ke Indonesia ini dalam bentuk daging, harganya murah, sebab andaipun daging itu dibagikan secara cuma-Cuma, mereka tidak rugi, karena keuntunganyya mereka sudah peroleh dari produksi susunya, “ ungkapnya.

Memang sangat disayangkan, belum adanya upaya pemerintah untuk membenahi harga daging sapi lokal tersebut. Beberapa kali pemerintah mencoba menurunkan harga daging sapi lokal dengan cara mengimpor daging daging beku yang ditetapkan dengan harga Rp 80.000 per kg di retail-retail. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil sama sekali, harga daging sapi lokal tetap tinggi, bahkan malah menjadikan harga daging sapi lokal tidak laku di pasaran. Orang lebih memilih daging sapi impor yang harganya murah.

“Sebenarnya solusi yang bisa dilakukan, adalah memperbaiki sektor hulu peternakan sapi dengan memperbaiki bisnis peternak lokal. Sektor hulu dulu yang harus dibenahi, yakni peternak rakyat. Pemerintah harus betul-betul support sepenuhnya peternak rakyat sehingga perlahan-lahan populasi sapi meningkat. Kalau populasi meningkat dan bisnis peternakan sapi ini sudah dilakukan dengan skala besar, maka otomatis kemungkinan harga bisa tertekan ke bawah. Yang jadi masalah karena kebanyakan kita ini beternak hanya untuk sampingan. Bagi saya, beternak sapi ini harus fokus, musti dilakukan dengan skala besar, tidak cocok dijadikan usaha sampingan. Nah, di situlah pemerintah harus mensupport. Pemerintah tidak akan pernah berhasil menekan harga daging sapi lokal, bila tidak membenahi terlebih dahulu bagian hulu, yakni mengedukasi para peternak agar menjalankan bisnis ini dengan serius dan skalanya juga harus besar.”pungkasnya. (UM)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button