Berita

11 Isu Seputar Rencana Indonesia Menjadi Destinasi Wisata Halal

USAHAMUSLIM.ID, Jakarta – Sebenarnya cukup terlambat kalau pemerintah baru sekarang berfikir untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisatawan Muslim dunia. Karena Indonesia yang sudah cukup lama dikenal sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim, dengan sejumlah kearifan lokal yang kental dengan syariat Islam.

Kita ambil saja contoh adat dan kebiasaan masyarakat di Sumatera Barat yang bersandar pada hukum syariat Islam dengan memegang prinsip “adat basanding syarak, syarak basanding Kitabullah” adalah sebuah prinsip hidup yang bermakna ‘adat berpegang pada peraturan, dan peraturan berpegang teguh pada Al Qur’an’. Di Jakarta ada suku Betawi yang sangat kental dengan nilai-nilai ajaran Islamnya. Di Kepulauan Riau dengan penggunaan huruf Arab Melayunya dalam kehidupan sehari-hari.

Termasuk ribuan mesjid tua bersejarah tersebar di sejumlah wilayah Nusantara yang tetap dijaga kelestariannya hingga saat ini, semuanya merupakan objek-objek yang dapat dijadikan sebagai potensi dalam mewujudkan Indonesia sebagai destinasi wisata halal terkemuka di dunia.

Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah, Rezza Artha mengakui, pihaknya telah mengumpulkan sejumlah 11 isu terkini yang bisa berdampak pada pengembangan pariwisata halal di Indonesia. Dan isu-itu tersebut perlu menjadi perhatian di antaranya :

1.Pangsa pasar pariwisata halal memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan hingga tahun 2023, dan hal ini berdampak besar bagi perbaikan ekonomi pasca pandemi ini.

2.Rendahnya literasi melahirkan pemahaman bahwa wisata halal dilihat sebagai bentuk Islamisasi. Padahal banyak negara non muslim yang justru serius menggarap potensi pengembangan pariwisata halal ini dan mereka berusaha menjadi yang terdepan di dumia. Oleh karena itu, saatnya kita meluruskan pemahaman kita bahwa pengembangan pariwisata halal bukan merupakan program Islamisasi.

3.Munculnya pemahaman bahwa halalisasi pariwisata adalah sebuah usaha untuk membidik pangsa pasar wisatawan muslim dunia, sehingga para pelaku usahanya juga harus seluruhnya muslim. Isu ini memunculkan pemahaman bahwa yang non muslim tidak dapat terlibat dalam pengembangan pariwisata halal ini.

Ini jelas pemahaman yang keliru, karena halalisasi pariwisata merupakan program pelayanan untuk wisatawan yang berpreferensi halal, baik yang muslim maupun wisatawan yang non muslim yang menginginkan preferensi halal, sehingga tidak menutup kemungkinan orang-orang yang non muslim pun dapat terlibat dalam pengembangannya, karena halal itu bersifat universal.

  1. Isu yang menyatakan bahwa wisata halal merupakan program pendirian destinasi khusus untuk kaum Muslimin, program untuk pembangunan mesjid, atau program pendanaan kegiatan umat muslim. Padahal pariwisata halal adalah sebuah extended service (layanan tambahan) dari destinasi existing bagi wisatawan halal agar mereka merasa nyaman dan terpenuhi kebutuhannya.
  2. Akibat dari minimnya literasi dan pemahaman yang baik mengenai pariwisata halal itu, Indonesia pada tahun 2021 ini, turun ke peringkat keempat, setelah Malaysia, Turki, dan Saudi Arabia. Padahal tahun 2019 lalu, Indonesia menduduki peringkat pertama destinasi pariwisata halal dunia.

Ini sangat disayangkan sekali, di tengah gencarnya pemerintah melakukan progres pengembangan pariwisata halal, justru Indonesia turun peringkat. Olehnya kita harus rebut kembali dengan cara memperkuat kerjasama yang erat antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.

Sementara itu pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif baru menyusun program kolaborasi dengan sejumlah kementrian dan lintas departemen untuk mewujudkan program wisata halal.

Direktur Wisata Minat Khusus dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs.Alexander Reyaan, MM  mengakui pihaknya saat ini sedang membangun kolaborasi bersama kementerian agama dan Majelis Ulama Indonesia dalam hal penyusunan regulasi pengembangan Pariwisata Ramah Muslim, juga bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam hal meminta dukungan pengawasan standar sertfikasi halal, mutu dan kesehatan atas obat dan makanan yang terkait dengan kriteria kebutuhan wisatawan muslim.

“Kami juga akan melakukan kerjasama dengan kementerian perdagangan, Bank Indonesia, kementerian perhubungan, kementerian tenaga kerja, kementerian koperasi dan UKM, serta Badan Pengelola Masjid Istiqlal. Sehingga nantinya akan terbentuk sebuah badan khusus yang menangani masalah pengelolaan wisata halal ini.” Kata Alexander.

Salah satu hal yang cukup menggembirakan adalah besarnya minat sejumlah negara untuk menanamkan modalnya dalam berpartisipasi mengembangkan pariwisata halal di Indonesia. Uni Emirat Arab, adalah salah satu negara yang telah menyatakan minatnya untuk ‘memarkir dana sebesar Rp 10 T’ untuk ikut berinvestasi dalam pengembangan wisata halal di Aceh.

Minat investasi ini harus dilihat sebagai peluang oleh pemerintah pusat dan daerah,  juga para pelaku industri pariwisata di Indonesia. Paling tidak investasi yang masuk itu bisa membantu dalam memulihkan kembali roda perekenomian negeri pasca terpuruknya akibat pandemi yang berkepanjangan. (UM/Kha)

 

 

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button