Kemenhaj Siapkan Bandara Dhoho Kediri dan YIA Jadi Embarkasi Haji Mulai 2026

Jakarta – Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) berencana menetapkan Bandara Dhoho di Kediri dan Yogyakarta International Airport (YIA) sebagai bandara keberangkatan jemaah haji mulai 2026, atau paling lambat pada musim haji 2027.
Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenhaj, Puji Raharjo, menyebut pihaknya sedang melakukan kajian menyeluruh terhadap pembukaan dua bandara baru tersebut sebagai embarkasi haji.
“Tim kami telah melakukan site visit ke Bandara Dhoho beberapa waktu lalu untuk menilai kelayakan dan mengumpulkan data terkait feasibility,” ujarnya dikutip Minggu (5/10/2025).
Menurutnya, langkah ini tidak dimaksudkan untuk memindahkan fungsi Bandara Juanda di Surabaya sebagai embarkasi haji, melainkan menambah titik keberangkatan menuju Tanah Suci. “Volume jemaah dari Surabaya sudah sangat tinggi, sehingga perlu adanya tambahan bandara haji,” jelas Puji. Dikutip dari bisnis.com
Bandara Dhoho Dinilai Sepi, Pemerintah Diminta Perkuat Konektivitas
Sebelumnya, Bandara Internasional Dhoho, Kediri sempat menjadi sorotan karena minim aktivitas penerbangan. Berdasarkan data Kemenhub, hanya dua maskapai yang beroperasi di sana: Citilink (rute Kediri–Jakarta) dan Super Air Jet (rute Kediri–Balikpapan).
Ketua Forum Transportasi Penerbangan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aris Wibowo, menilai sepinya penerbangan di Dhoho disebabkan oleh rendahnya okupansi serta keterbatasan akses dan infrastruktur.
“Saat ini akses tol menuju Bandara Dhoho belum tersedia, sehingga banyak penumpang lebih memilih ke Bandara Juanda,” ujarnya. Ia menambahkan, pemerintah perlu memberikan insentif bagi maskapai untuk membuka rute baru, serta mempercepat pembangunan akses jalan tol, jalur kereta, dan simpul ekonomi di sekitar bandara.
Bandara Rp15 Triliun Milik Gudang Garam
Bandara Dhoho Kediri dibangun oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melalui anak usahanya, PT Surya Dhoho Investama (SDHI), dengan nilai investasi mencapai Rp15 triliun. Proyek ini dijalankan melalui skema kerja sama operasi (KSO) dengan PT Angkasa Pura I, dengan masa kerja sama 50 tahun sejak bandara mulai beroperasi.
GGRM tercatat memiliki 13,99 juta saham atau setara Rp13,99 triliun dalam proyek tersebut. Bandara ini diharapkan mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah selatan Jawa Timur.