Berita

Ramadhan Tanpa Bazar di Malaysia Rasanya Hambar

USAHAMUSLIM.ID , KINABALU – Sudah menjadi tradisi di negara-negara Islam Asia, bulan Ramadhan selalu identik dengan pasar dadakan, utamanya di sore hari menjelang waktu berbuka puasa. Saat-saat seperti itu menjadi waktu yang menguntungkan bagi penjual makanan di negara-negara mayoritas Muslim. Bukan hanya di Indonesia, bahkan di semua negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim di Asia, tak ketinggalan negeri jiran Malaysia.

Hanya saja di tahun ini, sekaitan dengan masih merebaknya virus covid-19, maka pasar dadakan atau yang di Malaysia disebut Bazar Ramadhan, sementara ditiadakan oleh pemerintah. Sebagaimana disampaikan Mohd Amin Ali saat dihubungi usahamuslim.id.

Menurutnya suasana bulan Ramadhan di Malaysia tahun ini terasa sedikit hambar dan senyap, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang selalu meriah dan semarak ketika bulan Ramadhan tiba.

“Cuma tahun ni Ramadhan tidak ada bazar Ramadhan, itulah mungkin kelainan dibanding Ramadhan sebelum, juga pergerakan agak terkawal, ikut SOP lah dan penjarakan sosial, taraweh pun ikut kapasitas masjid dan surau dengan saff dalam penjarakan juga,” katanya.

Guru yang mengajar di Sekolah Menengah Kebangsaan kota Kinabalu, Malaysia itu mengatakan, ketika ada bazar ramadhan, banyak orang yang menghabiskan waktu di luar rumah sebelum waktunya berbuka, banyak pula yang menyempatkan waktu berbuka puasa bersama kerabat atau keluarga, namun untuk tahun ini pemandangan seperti itu tak terlihat lagi. Ramadhan terasa hambar.

Warga muslim di negeri jiran itu merasakan perubahan yang signifikan dalam bulan Ramadhan kali ini. Pihak berwenang Malaysia yang masih melakukan pengawalan ketat di berbagai tempat, melarang adanya kerumunan warga, sehingga tak ada ngabuburit, tak ada bazar serta buka puasa bersama.

“Biasanya ada ngabuburit sambil belanja iftar, tetapi tahun ini tak ada. Alhamdulilla taraweh tetap berjalan lancar di sekolah yang ada asrama dengan anak-anak dipimpin guru, dan selepas taraweh masih ada moreh (jamuan) ringkas dalam bekas tapau dan air untuk di bawa balik ke asrama oleh pelajar dan juga ke rumah bagi rekan-rekan guru juga,” imbuhnya.

Pengawalan ketat memaksa para penjual dan pedagang makanan terpaksa beralih menggunakan platform digital dalam menjajakan dagangannya. Sehingga umat muslim yang biasanya terkonsetrasi di sejumlah pasar Ramadhan yang menyediakan berbagai makanan di Malaysia, mengalihkan metode berbelanjanya melalui HP dari rumah masing-masing.

Berbeda dengan warga Indonesia yang telah terbiasa berjualan maupun berbelanja melalui online, di Malaysia ternyata cara tersebut merupakan hal yang baru terutama bagi kebanyakan pedagang kaki lima.

“Bazar itu, ada pasar untuk membeli juadah iftar sambil ngabuburit, tapi bukan pasar permanen kekal exsidental saja di kawasan yang diurus hanya khusus jelang Ramadhan, mereka para pedagang tuh terbiasa transaksi dengan uang tunai. Maka ketika transaksi beralih ke online, harus melakukan sedikit upaya mendidik untuk menjadi online atau bertransaksi tanpa uang tunai, karena ini menjadi sesuatu yang baru bagi mereka,” tambah Mohd Amin Ali.

Data yang dihimpun usahamuslim.id mencatat, perkiraan kerugian akibat pemberlakuan peraturan dan pelarangan yang menyebabkan penurunan nilai transaski ekonomi di Malaysia ini cukup signifikan.

Dengan asumsi jumlah pedagang kaki lima di Malaysia sebanyak 100.000 orang, maka kerugian yang akan dialami berkisar pada angka 50 juta ringgit atau Rp 177 juta untuk 100.000 pedagang.

Maka salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kerugian sebesar itu, sejumlah perusahaan dan jasa pengiriman barang mengembangkan platform aplikasi online untuk membantu pedagang. Antara perusahaan pengiriman dan para pedagang ini kemudian bermitra untuk menjangkau lebih banyak pelanggan secara online.

“Kurang lebih juga sama di Indonesia, di Malaysia tak jauh pun situasinya hampir sama, kemitraan ini antara pedagang dengan perusahaan kurir menjadi satu-satunya pilihan, karena tidak punya pilihan lain.” pungkasnya.

Meskipun telah ada perusahaan jasa kurir, namun sejumlah pedagang kaki lima di negeri jiran itu, lebih memilih memasarkan jualannya secara langsung melalui media sosial, karena alasan tidak memiliki keuntungan yang cukup besar untuk dibagi dengan para penyedia jasa pengiriman.

Sehingga ramai bermunculan grup-grup bazaar Ramadhan melalui group WhatsAap, Facebook dan lain-lain, yang menawarkan berbagai jenis makanan ringan untuk berbuka, dan ketika ada yang pesan, para pedagang itu yang langsung mengantarkannya pada pelanggan mereka yang dekat. (UM)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button