Berkolaborasi Dalam Usaha Membendung Faham Takfiri
USAHAMUSLIM.ID,JAKARTA – Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Akan datang di tengah umat manusia tahun-tahun penuh penipuan. Pendusta dianggap jujur, orang jujur dituduh pendusta. Pengkhianat diberi amanah, orang amanah dituduh pengkhianat, dan ruwaibidhah angkat bicara.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Apa itu Ruwaibidhah?’
Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara masalah umat islam.”(HR. Ahmad 7912, dan Ibnu Majah).
Apa yang disabdakan oleh Rasulullah itu sungguh benar. Saat ini, betapa banyak kaum muslimin yang awam atau sengaja dibuat awam dan tidak mengerti tentang agama Islam, agar mudah dijadikan mangsa oleh penganut aliran menyimpang.
Majelis Ulama Indobesia, mencatat sejumlah aliran menyimpang itu, dan telah difatwa sesat, di antaranya; Syiah, Ahmadiyah, Nabi palsu Mushodiq, tak terkecuali LDII. Hampir semua pengikut dari kelompok-kelompok ini adalah orang-orang yang awam dan memiliki pemahaman agama yang sangat terbatas. Mereka menjalani brain wash untuk kemudian dicekoki dengan pemahaman yang menyimpang dari syariat, terutama mengkafirkan kaum Muslimin yang tidak sekelompok dengan mereka.
Pemahaman takfiri atau pemahaman yang menganggap umat Muslim yang tidak segolonga dengannya adalah kafir dianggap sebagai benih-benih yang bisa menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Salah satu kelompok Islam yang gemar mengkafirkan kaum muslimin adalah kelompok Islam Jamaah yang berdiri di tahun 1951 di Kediri,Jawa Timur.
Di awal berdirinya, kelompok ini bernama Darul Hadist, kemudian di tahun 1968, Darul Hadits dilarang dan dibubarkan oleh PAKEM (Pengurus Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Darul Hadis kemudian berganti nama dengan Islam Jama’ah (IJ).
Karena menyimpang dan meresahkan masyarakat, terutama di Jakarta, secara resmi IJ dilarang di seluruh Indonesia, melalui Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep. 08/D.4/W.1971 tanggal 29 Oktober
Meskipun telah difatwa sesat dan dibubarkan berkali-kali, tetapi setiap kali dibubarkan, mereka selalu bangkit kembali dengan berganti nama.
Tahun 1990, kelompok ini resmi berdiri kembali dengan nama organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).
Meski telah berganti nama berkali-kali namun pemahaman dan aqidah takfiri mereka tidak pernah berubah. Mereka tetap pada ajaran pokok mereka, yakni menganggap kafir semua kaum Muslimin yang tidak berbaiat kepada Imam Besar mereka, yang kini merupakan amir yang ketiga, Abdul Azis Sulthon Aulia putera dari Madigol Nur Hasan, sang pendiri Darul Hadist Islam Jamaah.
Menyikapi kemunculan dan eksistensi dari kelompok yang terus bangkit meskipun telah berkali-kali dibubarkan ini, Majelis Ulama Indonesia sebagai induk organisasi Islam di negeri ini mengambil langkah strategis dengan mengajak LDII untuk berjanji meninggalkan aqidah sesatnya, melalui sebuah janji komitmen berparadigma baru yang dideklarasikan sejak tahun 2008.
Setelah 13 tahun berselang janji berparadigma baru yang dideklarasikan oleh LDII itu tidak kunjung terlaksana, maka pada 20 April 2021 Majelis Ulama Indonesia secara khusus mempertemukan pengurus DPP LDII dengan Tim Penanganan ar-Ruju’ Ila al-Haqq, bertempat di Kantor MUI Pusat.
Ketika itu DPP LDII menanda tangani dua Surat Pernyataan di hadapan DP MUI sebagai komitmen melaksanakan Paradigma Baru.
Yakni DPP LDII Surat pernyataan yang berisis komitmen melaksanakan dan mentaati Paradigma Baru dan Surat Pernyataan yang menyatakan bahw Abdul Azis Sulton Auliya dan penerusnya bukan sebagai Imam/Amir Islam Jamaah-LDII, karena dia sudah bukan bagian dari LDII maka tidak wajib bagi jamaah LDII berbaiat kepadanya.
Tetapi fakta di lapangan berbeda dengan pernyataan mereka di depan MUI, hingga kini kelompok Islam yang berbendera LDII makin gencar melancarkan pemahaman menyimpang dan aqidah takfirinya. Ribuan warga LDII yang menjalankan paradigma baru, menolak mengkafirkan kaum muslimin, justru dipersekusi, diboikot dan dinyatakan murtad. Imam Besar LDII, yang katanya telah dipecat itu tetap menjalankan tugasnya sebagai amir yang menentukan Islam dan Kafirnya seseorang. Semua orang yang menolak mengkafirkan kaum Muslimin di luar golongannya, dinyatakan kafir, yang keluar dari LDII dinyatakan murtad.
Menyikapi situasi yang ada, sejumlah tokoh mantan pengurus LDII yang teguh mentaati saran MUI dan Pemerintah untuk berparadigma baru, merasa perlu membentuk wadah untuk memberikan perlindungan kepada semua bekas pengikut Islam Jamaah-LDII ini.
Tepat pada Ahad, 20 Februari 2022, sejumlah tokoh mantan pengurus dan pengikut Islam Jamaah-LDII itu membentuk Forum Persaudaraan Hijrah Wasathiyah (FPH-W) di Jakarta.
Ketua Dewan Pembina FPH-W, Komjen Pol (Purn) DR.H.Nurfaidzi Suwandi, MM menjelaskan, forum yang dibentuknya itu sebagai wadah untuk bertaawun dan sekaligus menjadi sarana untuk memberikan perlindungan hukum kepada para mantan pengikut Islam Jamaah yang menjadi korban persekusi dan intimidasi.
“Tindakan persekusi, intimidasi dan perlakuan-perlakuan tidak pantas dari pembesar LDII kepada mantan pengikutnya tidak boleh kita biarkan. Karena tindakan-tindakan seperti itu termasuk kategori sikap radikalisme dalam beragama. Agama seharusnya dibumikan dan menjadi alat pemersatu umat, bukan malah sebaliknya menjadi alat pemecah belah umat.” kata Nurfaidzi.
Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir itu lebih jauh menjelaskan, pembentukan forum ini sekaligus merupakan upaya dalam membantu pemerintah dalam menangkal terjadinya gangguan kamtibmas di tengah masyarakat dari timbulnya kelompok-kelompok yang ekstrim, menjadikan agama sebagai alat untuk mengkafirkan kaum muslimin.
Selanjutnya pada Selasa, 1 Maret 2022, FPH-W ini melakukan audiensi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar menyambut baik ajakan FPH-W untuk menandatangani nota kesepakatan, terutama dalam upaya pencegahan terjadinya tindakan radikalisme serta aksi teror di tengah masyarakat.
Boy mengatakan, audiensi tersebut merupakan bagian dari menjalin kolaborasi bersama dengan konsep Pentahelix dalam rangka menyikapi fenomena intoleransi dan radikalisme yang berkembang di masyarakat.
Ia mengharapkan kerjasama dengan FPH Wasathiyah, fokus mengembangkan narasi Islam yang moderat, Islam yang wasathiyah hingga di bidang pencegahan dan kesiapsiagaan nasional.
“Kita berharap kerjasama dengan FPH Wasathiyah ini lebih fokus dalam mengembangkan narasi Islam yang wasathiyah, itulah yang kita harapkan melalui kerjasama antara BNPT dengan FPHW. Terutama di bidang pencegahan, kita utamakan kesiapsiagaan nasional,” ujar Boy Rafli Amar.(UM)
Kata Pencarianhttps://usahamuslim id/berkolaborasi-dalam-usaha-membendung-faham-takfiri/