Prof Nidom : ”Vaksin Nusantara Solusi Tepat dan Cepat Atasi Corona”
USAHAMUSLIM.ID, JAKARTA – Sampai saat ini, para peneliti menyatakan virus covid-19 telah bermutasi sampai mencapai 200 permutasian dan sudah menjadi ribuan varian, sementara vaksinnya belum rampung. Varian terbanyak adalah delta yang mengkhawatirkan. Sementara masih dibutuhkan waktu 6 bulan ke depan untuk memperbarui formulasi vaksin-vaksin yang beredar di tengah masyarakat. Dan tak ada yang bisa memastikan apakah selama 6 bulan ke depan itu virus tidak mengadakan mutasi dan meliuk lagi menjadi varian baru yang kebal terhadap vaksin, tak ada seorang ahli pun yang bisa memastikan.
Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair, Prof drh. Chairul Anwar Nidom menegaskan bahwa vaksin Nusantara yang sedang dia teliti bersama sejumlah ahli saat ini, akan diformulasikan menjadi solusi tepat yang dapat mengatasi virus covid-19.
Demikian dia sampaikan saat berbicara dalam Zoominar Kemerdekaan Komunitas Veteriner Indonesia (KOVID), dengan tema ‘Kembali kepada teori dasar Veteriner untuk membangun kerangka berpikir ilmiah menyongsong 76 tahun Indonesia Merdeka.’ Dengan tegas pula dia mengaku berbeda dengan peneliti Unair lainnya.
“Sebagai Guru Besar Biologi Molekuler, saya mempunyai otoritas keilmuan. Tidak harus seragam dan tergantung kepada guru besar lain,” katanya.
Menurutnya, selama ini dia kurang yakin pada vaksin konvensional, termasuk vaksin merah putih, sebab virus Corona termasuk virus yang sangat cerdik, yang bisa bermutasi dengan cepat dan menghasilkan ribuan jenis varian baru.
Prof Nidom kemudian menjelaskan lebih sederhana mengapa dirinya mendukung vaksin Nusantara. Menurutnya, vaksin tersebut hanya membutuhkan waktu singkat dalam pembuatannya. Sehingga lebih fleksibel dalam mengantisipasi mutasi virus.
“Orang yang divaksin dengan vaksin Nusantara, akan menghasilkan antibodi yang stabil. Karena imuniterapi yang kita terapkan dalam memproduksi vaksin ini menggunakan hewan onta dan ikan hiu yang menghasilkan Nano antibodi yang diharapkan dapat menjawab kasus covid ini. Antibodi yang berasal dari onta dan ikan hiu yang bentuknya lebih kecil dari antibodi normal ini dikenal dengan anti bodi domain tunggal. Memiliki ukuran yang lebih kecil, tidak memiliki light chain, dan tidak bersifat hidrofobik.”jelasnya.
Prof Nidom mengaku tertarik dengan vaksin nusantara yang menggunakan metode dendritik, karena pembuatan vaksinnya hanya membutuhkan waktu 7-8 hari, kemudian disuntikkan kepada orang yang divaksin, sehingga sangat cocok sebagai alternatif mengendalikan virus COVID-19.
“Mekanisme penanganan vaksin nusantara ini memang berbeda dengan penanganan virus oleh vaksin-vaksin lain. Mata rantai respon imun dalam tubuh manusia, ada satu sel dalam darah yang menjadi fokus bersama untuk diperhatikan, ketika seseorang terpapar virus. Saya mengatakan virus covid ini sangat cerdik, karena dia memiliki kemampuan menghindari sistem respon imun tubuh, ini juga merupakan masalah yang perlu kita teliti. Tatkala virus ini terus melakukan mutasi, sambil melakukan ‘kongkalikong’ dengan antibodi dalam tubuh.” Imbuhnya.
Dikatakannya, saat ini seluruh dunia membuat platform vaksin yang berbeda, dengan teknologi klasik. Belum ada satu negara pun yang menambahkan teknologi terbaru dalam pembuatan vaksin guna menghadapi virus yang sedemikian hebat ini. Kebanyakan teknologi yang digunakan oleh para industri vaksin, adalah cara klasik atau konvensional, dengan cara menggunakan seluruh virus yang dinonaktifkan dan itu adalah teknologi kuno yang digunakan dalam produksi vaksin influensa. Adapula produsen vaksin yang menggunakan molekular vaksin teknologi, menggunakan DNA vaksin.
Namun belum ada cerita mengenai keberhasilan vaksin ini dalam hal penanganan virus. Bahkan metode molekular vaksin ini baru diterapkan kali ini, ketika ada pandemi covid. Maka tidak heran, ketika kita banyak mendapat jawaban-jawaban mengenai keberhasilan sebuah vaksin yang tidak didasarkan pada hasil penelitian, tetapi hanya berdasarkan testimoni-testimoni dari masyarakat.
Berbeda dengan vaksin nusantara yang dia besut bersama rekan-rekan penelitinya, Nidom menegaskan, selain ‘orang yang divaksin dengan vaksin Nusantara akan menghasilkan antibodi yang stabil. Juga waktu memproduksinya yang sangat cepat, sehingga bila ada perubahan virus di lapangan maka dengan cepat vaksin bisa disesuaikan dengan virus yang baru karena cuma butuh 7-8 hari.
“Bandingkan dengan vaksin konvensional yang harus menunggu 6 bulan untuk vaksin yang baru. Itu alasan teknis sikap saya terhadap vaksin Nusantara. Saya tidak peduli dengan penolakan yang terjadi, karena saya anggap kita sedang dihinggapi Scientifical Shock Syndrome,” pungkasnya. (UM)