PPN Naik 2025: Ekonom Desak Insentif Jaga Daya Beli Rakyat

USAHAMUSLIM.ID, JAKARTA – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan menuai kritik tajam. Kebijakan ini dianggap bisa melemahkan daya beli masyarakat. Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menilai pemerintah perlu menyiapkan insentif untuk menjaga konsumsi masyarakat.
Rencana kenaikan tarif PPN ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada 13 November 2024. Sudah ada UU-nya kita perlu siapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” Ujar Bu Menteri dilansir dari Tempo.
Menurut Ajib, kebijakan ini memang berpotensi meningkatkan penerimaan negara, tetapi dampaknya pada ekonomi tak bisa diabaikan. Untuk menjaga daya beli, ia menyarankan pemerintah menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Saat ini, PTKP berada di angka Rp 54 juta per tahun, sesuai aturan yang berlaku sejak 2016.
Ajib menjelaskan, menaikkan PTKP dapat membantu masyarakat menghadapi tekanan ekonomi akibat kenaikan tarif PPN. Sebagai gambaran, wajib pajak berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan saat ini tidak dikenakan pajak penghasilan. Namun, aturan ini belum mengalami pembaruan sejak delapan tahun terakhir.
Di sisi lain, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, juga memberikan masukan. Ia menyarankan pemerintah kembali memberikan insentif pajak penghasilan (PPh 21 Ditanggung Pemerintah), seperti yang diterapkan saat pandemi. Langkah ini, menurut Bob, dapat menjaga daya beli pekerja.
Kritik juga datang dari Jaringan Pengusaha Muhammadiyah yang tergabung dalam Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU). Sekretaris Jenderal SUMU, Ghufron Mustaqim, menilai kenaikan PPN tidak mempertimbangkan kondisi pengusaha kecil, khususnya UMKM. Banyak dari mereka yang sedang berjuang menghadapi penurunan daya beli masyarakat dan ketidakpastian ekonomi.
Ghufron menyoroti bahwa kebijakan ini bisa memperburuk situasi, bahkan menyebabkan beberapa UMKM terpaksa tutup. Ia juga membandingkan tarif PPN di Indonesia yang akan menjadi tertinggi di ASEAN. Sebagai contoh, Malaysia menetapkan PPN sebesar enam persen, sedangkan Singapura dan Thailand hanya tujuh persen.
Ghufron menekankan, menurunkan tarif PPN ke angka lebih kompetitif dapat mendorong konsumsi masyarakat. Dengan begitu, transaksi penjualan akan meningkat, membuka lebih banyak lapangan kerja, dan memperkuat daya saing produk dalam negeri.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak menaikkan PPN menjadi 12 persen. Sebaliknya, tarif ini perlu diturunkan secara bertahap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional