Kuota Impor Tekstil Disorot, APSyFI Minta Pemerintah Bersihkan Mafia

Jakarta — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menanggapi pernyataan Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, yang menuding sebagian anggota asosiasi tidak melaporkan data ke Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil Sauqi, menilai tuduhan itu tidak berdasar. Ia menegaskan, dari total 20 anggota, memang hanya 15 perusahaan yang aktif melaporkan aktivitas industrinya, sementara lima lainnya sudah berhenti beroperasi akibat kebijakan kuota impor yang diterbitkan pemerintah.
“Bagaimana mungkin perusahaan yang sudah tutup mengisi SIINAS? Ada lima anggota kami yang gulung tikar karena over kuota impor, yaitu PT Panasia, PT Polichem Indonesia, PT Sulindafin, PT Rayon Utama Makmur, dan PT Asia Pacific Fiber plant Karawang,” ujar Farhan dalam keterangan tertulis, Senin (25/8/2025).
Bantahan Tuduhan Gemar Impor
Farhan juga membantah tudingan bahwa anggota APSyFI kerap melakukan impor dalam skala besar. Menurutnya, anggota asosiasi merupakan produsen hulu tekstil yang berfokus pada produksi serat dan benang filament.
“Kalau pun ada impor, itu berupa bahan baku seperti asam tereftalat, etilen glikol, atau polyester chip. Jadi, kalau ada anggota kami justru mendapat kuota impor kain dalam jumlah besar, yang perlu diperiksa adalah pejabat Kemenperin yang memberikan kuota tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, Febri menyebut terdapat anomali dalam kinerja industri anggota APSyFI. Data Kemenperin menunjukkan adanya lonjakan impor benang dan kain hingga 239% dalam setahun, dari 14,07 juta kilogram pada 2024 menjadi 47,88 juta kilogram pada 2025.
Menanggapi hal itu, Farhan menyebut tuduhan tersebut tidak lebih dari serangan balik yang mengada-ada. Ia justru mempertanyakan peran pemerintah dalam menjaga ketersediaan bahan baku dan keberlangsungan rantai pasok industri tekstil nasional.
“Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan bahan baku, baik di sektor hulu, intermediate, maupun hilir. Jangan sampai industri mati karena lemahnya ekosistem yang tidak dijaga,” katanya.
Sikap Tegas soal Mafia Impor
Di sisi lain, APSyFI menyambut langkah Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang berkomitmen menindak tegas dugaan mafia kuota impor tekstil.
Farhan menilai indikasi praktik mafia impor terlihat dari lonjakan impor benang dan kain, sementara 60 perusahaan domestik yang memproduksi barang serupa justru terpaksa menutup usaha dan merumahkan pekerjanya.
Sebelumnya, Menperin Agus menegaskan tidak akan mentolerir praktik mafia impor di lingkungan Kemenperin.
“Kalau memang ada mafia di kantor kita, sampaikan siapa namanya. Jangan ditutup-tutupi. Kami pasti bersihkan. Saya tidak ragu mengambil langkah tegas,” tegas Agus.