BKPM Percepat Perizinan, Dukung Pengusaha Lokal Jadi Pemain Utama Ekonomi Nasional

Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menegaskan komitmennya dalam memperkuat peran pengusaha lokal guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mempercepat proses perizinan tanpa mengabaikan aspek risiko.
“Kami ingin memastikan bahwa pengusaha lokal mendapatkan dukungan penuh melalui kebijakan yang mempermudah proses perizinan, namun tetap memperhatikan aspek risiko yang mungkin timbul,” ujar Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu (8/2). Dikutip dari antaranews.com
Todotua menekankan bahwa percepatan perizinan diharapkan dapat menjadikan pengusaha lokal sebagai pemain utama di negeri sendiri, baik sebagai subjek maupun objek dalam pembangunan ekonomi daerah.
Sebagai contoh nyata, BKPM telah berkomunikasi dengan Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) untuk menindaklanjuti potensi besar pasir kuarsa yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pasir kuarsa menjadi komoditas strategis yang menarik perhatian investor domestik maupun internasional.
“Kami membutuhkan informasi menyeluruh dari asosiasi yang menaungi berbagai sektor usaha. Dalam hal ini, asosiasi usaha pertambangan pasir kuarsa menyampaikan permasalahan terkait lahan dan perizinan di daerah penghasil,” jelas Todotua.
Tantangan Regulasi dan Perbedaan Harga Patokan Mineral
Ketua Umum HIPKI, Ady Indra Pawennari, menyoroti disparitas Harga Patokan Mineral (HPM) di berbagai provinsi yang berpotensi mengurangi daya saing sektor tambang pasir kuarsa.
Saat ini, HPM pasir kuarsa di Lingga dan Natuna, Kepulauan Riau, ditetapkan sebesar Rp250 ribu per ton. Sementara di Ketapang, Kalimantan Barat, hanya Rp26.415 per ton, dan di Sambas Rp66.038 per ton. Perbedaan harga ini mencapai 946 persen.
“Perbedaan ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur bahwa HPM harus merujuk pada harga di mulut tambang,” ujar Ady.
Menurutnya, jika seluruh daerah mengacu pada regulasi yang berlaku, maka HPM pasir kuarsa akan lebih seragam atau setidaknya memiliki selisih yang wajar.
Selain itu, Ady juga menyoroti proses perizinan tambang yang masih membutuhkan waktu hingga tiga tahun. Padahal, investor memerlukan kepastian suplai bahan baku yang besar dan berkelanjutan.
“Pemerintah perlu mempercepat proses perizinan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke IUP operasi produksi, tentunya tetap sesuai dengan regulasi yang berlaku,” tambahnya.
Dengan percepatan perizinan dan penyelarasan kebijakan harga, diharapkan sektor tambang pasir kuarsa dapat lebih kompetitif dan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi lokal serta investasi nasional.