Banjir Produk Impor Ilegal, Apregindo Soroti Dampaknya terhadap Industri Lokal

Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa, mengungkapkan keprihatinannya di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terkait maraknya produk impor yang membanjiri pasar domestik. Menurutnya, banyak dari produk tersebut tidak berkontribusi terhadap pajak dan bebas dari bea masuk, sehingga melemahkan daya saing produk lokal.
“Kami menemukan data yang sangat tragis. Produk-produk ini dikonsumsi masyarakat, tetapi tidak membayar pajak pertambahan nilai (PPN) maupun bea masuk. Akibatnya, produk dalam negeri dan pelaku usaha kecil menengah (UKM) semakin terhimpit,” ujar Handaka dalam acara Outlook Ekonomi DPR yang diselenggarakan oleh Komisi XI DPR RI bersama detikcom, serta didukung oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, di Jakarta, Rabu (5/2/2024). Dikutip dari detik.com
Handaka menduga produk-produk impor tersebut masuk secara ilegal karena tidak memiliki cap Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun label dalam bahasa Indonesia. Ia juga menyoroti kemudahan produk-produk tersebut masuk ke Indonesia, bahkan dapat diperoleh melalui platform e-commerce dengan harga yang sangat murah.
“Produk-produk ini beredar luas di pasaran. Ada merek tertentu yang bahkan jika dihitung, harga jualnya tidak cukup untuk menutupi biaya safeguard, tetapi tetap bisa dijual murah,” tambahnya.
Sorotan terhadap Kinerja Satgas Pengawasan
Atas maraknya peredaran produk ilegal, Handaka mempertanyakan efektivitas Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Impor Ilegal yang dibentuk pemerintah. Hingga kini, ia mengaku belum melihat adanya sanksi tegas terhadap produk ilegal yang beredar di e-commerce.
“Ini seperti narkoba, sangat merusak negara kita. Bahkan ada mantan anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengatakan kepada saya, ‘Handaka, narkoba saja bisa kami temukan di mana-mana, tapi kenapa produk ilegal yang beredar luas ini tidak terdeteksi? Ada apa sebenarnya?’” ungkapnya.
Handaka pun meminta DPR RI untuk segera mencari solusi guna menghentikan masuknya produk impor ilegal. Ia juga menyatakan kesiapannya untuk memberikan masukan dalam upaya pencegahan.
“Kami ingin mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8% karena kami ingin negara ini segera makmur,” tuturnya.
Respons DPR: Tantangan Besar dalam Pengawasan
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengakui sulitnya menekan peredaran produk ilegal di dalam negeri. Ia menyebut bahwa salah satu tantangan utama bagi perekonomian domestik saat ini adalah lonjakan produk impor ilegal.
Menurut Misbakhun, pengawasan terhadap barang impor menjadi tugas utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Ia menyebut bahwa instansi tersebut telah memperketat pengawasan, termasuk dengan menutup celah masuknya impor borongan dan mendeteksi jalur-jalur penyelundupan.
“Jika Bea Cukai sudah mengetatkan aturan, tetapi produk ilegal tetap masuk, maka ini yang menjadi ancaman besar. Sebab, impor borongan sudah dilarang, dan jalur tikus sudah terdeteksi,” jelasnya.
Namun demikian, Misbakhun mengakui masih banyak produk impor yang berhasil lolos dari pengawasan. Ia pun mendorong para pengusaha untuk terus menyuarakan keresahan mereka kepada pemerintah, mengingat sektor usaha memiliki posisi tawar yang kuat dalam penerimaan negara.
“Sebetulnya ada banyak cara untuk meningkatkan posisi tawar kita di hadapan negara-negara lain,” pungkasnya.