Inspirasi Bisnis

Rahasia Blue Bird Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan

Bisnis tidak bisa dilepaskan dari persaingan. Namun, seringkali persaingan muncul secara tak terduga dan berada di luar kendali kita.

Dalam lanskap bisnis transportasi Indonesia yang terus berevolusi, Blue Bird, salah satu brand lokal Indonesia telah membuktikan diri sebagai pemain tangguh dan contoh luar biasa bagaimana sebuah perusahaan taksi konvensional dapat beradaptasi dan bertahan menghadapi disrupsi teknologi. Bertahan menghadapai tantangan persaingan yang luar biasa ketat, terutama dari raksasa industri transportasi. Mari kita telaah bagaimana Blue Bird berhasil mempertahankan posisinya di tengah persaingan yang semakin ketat.

Lantas, apa rahasia Blue Bird tetap kompetitif di tengah persaingan tersebut? Artikel ini mengupas tuntas bagaimana Blue Bird bertahan dan berkembang, bahkan di tengah ancaman dari model bisnis baru seperti ride-hailing.

Bagaimana rahasianya Blue Bird bisa bertahan hidup dari gempuran taksi online? Yuk simak penjelasan Ignatius Untung, seorang praktisi marketing dan ahli Behavioral Science, dari Kanal Youtube Marketeers TV.

Framework Kompetitif: Teori Porter 5 Forces

Keberhasilan Blue Bird dapat dianalisis menggunakan teori Porter’s 5 Forces, yang mencakup:

  1. Bargaining Power of Suppliers (Daya Tawar Pemasok)
  2. Bargaining Power of Buyers (Daya Tawar Konsumen)
  3. Threat of Existing Competitors (Ancaman dari Pesaing Lama)
  4. Threat of New Entrants (Ancaman Pendatang Baru)
  5. Threat of Substitute Products (Ancaman Produk Pengganti)

Mari kita bahas bagaimana Blue Bird menghadapi setiap elemen tersebut.

1. Bargaining Power of Suppliers (Mitra Pengemudi)

Blue Bird berfokus pada memperkuat hubungan dengan mitra pengemudi sebagai pemasok utama dalam rantai bisnis mereka. Industri taksi tradisional menghadapi tantangan besar untuk merekrut pengemudi, terutama karena calon pengemudi sering mempertanyakan stabilitas dan peluang mendapatkan penumpang.

Namun, ride-hailing mengubah paradigma ini dengan membuka peluang bagi pengemudi part-time. Model ini memberikan fleksibilitas bagi siapa saja yang memiliki mobil untuk bergabung, didukung dengan insentif menarik. Blue Bird pun terdampak, karena daya tarik model ini berhasil mematahkan entry barrier yang selama ini menjadi kekuatan taksi konvensional.

Dengan reputasi yang sudah terbangun selama puluhan tahun dan armada yang luas, Bluebird berhasil menarik sekaligus mempertahankan mitra pengemudi meskipun persaingan makin ketat.

2. Bargaining Power of Buyers (Konsumen)

Konsumen menjadi faktor penentu dalam persaingan, terutama di industri transportasi. Untuk menarik penumpang, perusahaan ride-hailing menawarkan harga yang sangat murah dengan subsidi besar. Strategi ini menciptakan dilema bagi Blue Bird: jika menurunkan harga, perusahaan bisa rugi; jika tidak, konsumen berpindah ke kompetitor.

Namun, Blue Bird tetap bertahan dengan mengedepankan kualitas layanan yang konsisten, seperti kebersihan armada dan profesionalitas pengemudi, yang menjadi nilai tambah dibandingkan kompetitor.

3. Threat of Existing Competitors

Blue Bird telah lama membangun kepercayaan pelanggan dengan layanan yang dapat diandalkan. Meski kompetitor lama mencoba menawarkan tarif lebih murah, mereka gagal menyaingi konsistensi dan pengalaman pelanggan yang ditawarkan Blue Bird.

4. Threat of New Entrants

Kemunculan aplikasi ride-hailing seperti Gojek dan Grab menciptakan ancaman besar bagi Blue Bird. Dengan model bisnis yang inovatif, mereka mampu menembus pasar dengan cepat. Namun, Blue Bird tetap memiliki keunggulan dalam skala armada dan basis pelanggan loyal yang kuat, yang sulit ditiru oleh pendatang baru.

5. Threat of Substitute Products

Produk pengganti seperti ride-hailing menawarkan pengalaman yang lebih nyaman, mulai dari kemudahan pemesanan hingga transparansi biaya. Pelanggan tidak lagi harus menunggu di pinggir jalan untuk mendapatkan taksi. Blue Bird merespons dengan meluncurkan aplikasi pemesanan mereka sendiri yang terus disempurnakan.

Strategi Blue Bird untuk Bangkit

Blue Bird mampu bangkit dengan melakukan dua langkah besar:

  1. Mengadopsi Keunggulan Kompetitor
    Blue Bird meluncurkan aplikasi pemesanan dengan fitur yang menyerupai ride-hailing, seperti pelacakan pengemudi, transparansi tarif, hingga opsi pembayaran non-tunai. Ini membuat Blue Bird lebih relevan dengan kebutuhan pelanggan modern.
  2. Mempertahankan Kualitas Layanan
    Konsistensi layanan menjadi senjata utama Blue Bird. Pengemudi yang profesional, armada yang bersih, serta pelayanan yang andal membuat pelanggan tetap setia, meski tarif Blue Bird sedikit lebih mahal dibandingkan kompetitor.

Pelajaran Berharga dari Kasus Blue Bird

Dari studi kasus ini, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil:

  1. Antisipasi Inovasi Kompetitor
    Selalu waspadai ancaman dari model bisnis baru yang berpotensi menggantikan produk atau layanan Anda. Jangan hanya fokus pada pesaing yang sudah ada, tetapi juga pikirkan ancaman dari arah yang tidak terduga.
  2. Fokus pada Pain dan Pleasure Pelanggan
    Identifikasi kebutuhan pelanggan dan selesaikan pain points mereka. Blue Bird berhasil merespons kebutuhan ini melalui aplikasi dan konsistensi layanan mereka.
  3. Strategi Harga yang Berkelanjutan
    Promo dan insentif menarik memang dapat mendatangkan pelanggan, tetapi tidak cukup untuk mempertahankan mereka. Kualitas dan pengalaman pelanggan menjadi kunci keberlanjutan bisnis.
  4. Kelola Ekspektasi Pelanggan
    Ekspektasi adalah segalanya. Ketika pelanggan merasa bahwa layanan memenuhi atau bahkan melampaui harapan mereka, loyalitas akan terbentuk.

Blue Bird membuktikan bahwa strategi adaptasi yang cerdas, dikombinasikan dengan konsistensi kualitas, dapat menjadi formula untuk bertahan bahkan di tengah persaingan paling ketat sekalipun.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button