Fikih

Keutamaan dan Kedudukan Fiqih Thaharah dalam Agama Islam

 

Muqaddimah

Agama islam adalah agama yang memiliki perhatian besar terhadap kebersihan bahkan kebersihan yang diajarkan islam sejalan dengan fitrah manusia, lebih lebih ketika seorang hamba beribadah menghadap Rabb-nya disyaratkan harus suci dari hadas, suci pakaianya dan tempatnya, jika penelitian moderen menetapkan bahwa kebersihan bisa menjaga dari berbagai penyakit maka sesungguhnya Islam sejak 14 abad yang lalu telah mempraktekan dalam ibadah-ibadahnya, bahkan kita dapatkan banyak sekali dalil-dalil agama yang menjelaskan anjuran untuk ber-thaharah (bersuci atau menjaga kebersihan)

Keutamaan thaharah (bersuci)  dalam Islam

1. Seseorang akan diampuni dosa-dosanya bersama tetesan air wudhu

Rasulullah berkata

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ؛ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ المَاء، أو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ؛ خرجت من يَدَيْهِ كل خَطِيئَة بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ؛ خَرَجَ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ، أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوب

“Jika seorang muslim atau mukmin berwudhu, ketika membasuh wajahnya maka akan keluar dari wajahnya seluruh dosa yang (disebabkan) matanya memandang (yang haram) bersama dengan air (wudhunya) atau bersama dengan akhir tetesan air (wudhunya), jika membasuh kedua tanganya maka akan keluar dari kedua tanganya seluruh dosa yang (disebabkan) memegang (yang haram) bersama air (wudhunya) atau bersama dengan akhir tetesan air (wudhunya), jika membasuh kedua kakinya maka akan keluar seluruh dosa yang (disebabkan) kakinya berjalan (kepada yang haram) bersama air (wudhunya) atau bersama dengan akhir tetesan air (wudhunya) hingga keluar bersih dari dosa.” Hadis riwayat muslim no 244, Shahihul Jami” hadis no 450

Ada perbedaan pendapat tentang mengusap dan mengeringkan sisa air wudhu dari badan, disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al Majmu’ 1/461, 462

اما حكم التنشيف ففيه طرق متباعدة للاصحاب يجمعها خمسة أوجه الصحيح ….. في مذاهب السلف في التنشيف قد ذكرنا أن الصحيح في مذهبنا أنه يستحب تركه ولا يقال التنشيف مكروه وحكي ابن المنذر اباحة التنشيف عن عثمان بن عفان والحسن بن علي وأنس بن مالك وبشير بن أبي مسعود والحسن البصري وابن سيرين وعلقمة والاسود ومسروق والضحاك ومالك والثوري وأصحاب الرأى وأحمد واسحاق وحكي كراهته عن جابر بن عبد الله وعبد الرحمن بن أبي ليلى وسعيد بن المسيب والنخعي ومجاهد وأبى العالية وعن ابن عباس كراهته في الوضوء دون الغسل قال ابن المنذر كل ذلك مباح ونقل المحاملى الاجماع على أنه لا يحرم وانما الخلاف في الكراهة والله أعلم

Adapun hukum mengusap (air wudhu) ada perbedaan pendapat diantara ulamak (madzhab syafii) ringkasnya ada lima pendapat….. dalam madzhab salaf tentang hukum mengusap (air wudhu) telah kami sebutkan, yang benar dalam madzhab kami hukumnya lebih baik ditinggalkan bukan berarti hukumnya makruh, ibnul mundzir menceritakan bolehnya mengusap (air wudhu) dari Utsman bin Affan, Hasan bin Ali, Anas bin Malik, Basyir bin Abi Mas’ud, Hasan Al Basri, Ibnu Sirin, Al Qamah, Al Aswad, Masruq, Dhahhaq, Malik, Tsauri, Ashabur Ra’yi (pengikut abu hanifah), Ahmad dan Ishak, sedangkan yang menyebutkan makruh diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Abdurrahman bin Abi Laila,Ssaid bin Musayyib, An Nakha’i, Mujahid dan Abul Aliyah. Ibnu Abbas menghukumi makruh pada air wudhu bukan pada mandi junub, Iibnul Mundzir berkata : semuanya itu boleh, Al Muhamili menukil bahwa ada ijmak itu hukumnya tidak haram hanya saja diperdebatkan apakah hukumnya makruh.”

Disebutkan dalam Shahih Muslim dari Maimunah

ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ، ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ ذَلِكَ، فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ فَرَدَّهُ

Kemudian beliau menyiram seluruh badanya kemudian mundur dari tempatnya itu kemudian membasuh kedua kakinya kemudian aku berikan handuk namun beliau menolaknya.” Hadis riwayat Muslim no 317

Imam Nawawi berkata

فيه استحباب ترك تنشيف الأعضاء ، وقد اختلف علماء أصحابنا في تنشيف الأعضاء في الوضوء والغسل على خمسة أوجه :

أشهرها : أن المستحب تركه ، ولا يقال : فعله مكروه

والثاني أنه مكروه

والثالث : أنه مباح ، يستوي فعله وتركه ، وهذا هو الذي نختاره ، فإن المنع والاستحباب يحتاج إلى دليل ظاهر

والرابع : أنه مستحب ؛ لما فيه من الاحتراز عن الأوساخ

والخامس : يكره في الصيف دون الشتاء

هذا ما ذكره أصحابنا ، وقد اختلف الصحابة وغيرهم في التنشيف على ثلاثة مذاهب :

أحدها : أنه لا بأس به في الوضوء والغسل ، وهو قول أنس بن مالك والثوري

والثاني : مكروه فيهما ، وهو قول ابن عمر وابن أبي ليلى

والثالث : يكره في الوضوء دون الغسل ، وهو قول ابن عباس رضي الله عنهما

وقد جاء في ترك التنشيف هذا الحديث ، والحديث الآخر في الصحيح : أنه صلى الله عليه وسلم اغتسل وخرج ورأسه يقطر ماء

Hadis ini menunjukan lebih baik tidak mengusap (air wudhu), ulamak madzhab kami berbeda pendapat tentanghukum mengusap (air wudhu) pada badan ketika (selesei) wudhu atau mandi dengan lima pendapat
Yang paling mashur : lebih baik ditinggalkan bukan berarti makruh untuk melakukanya

Kedua : hukumnya makruh

Ketiga : hukumnya mubah, hukumnya sama (boleh) dilakukan dan boleh ditinggalkan, ini pendapat yang kami pilih, sesungguhnya hukum tidak boleh atau mustahab butuh dalil yang jelas

Keempat : hukumnya makrub dimusim panas dan tidak makruh dimusim dingin

Sedangkan para shahabat dan yang lainya berbeda pendapat dalam tiga pendapat

Pertama : hukumnya boleh, baik mengusap setelah wudhu atau setalah mandi, ini pendapat Anas bin Malik dan Tsauri

Kedua : hukum makruh pada kedua duanya, ini pendapatnya Ibnu Umar dan Ibnu Abi Laila

Ketiga : hukumnya makruh (mengusap setelah) wudhu bukan setelah mandi, ini pendapatnya Ibnu Abbas.

Hadis inilah yang menjadi dalil tidak mengusap dan disebutkan dalam hadis lain dalam Shahih Bukhari bahwa Nabi mandi (junub) kemudian keluar sedangkan kepalanya masih meneteskan air. Syarah muslim  Imam Nawawi, syarah hadis no 317

Keluarnya dosa dari anggota wudhu dalam hadis diatas bukanlah kata kiasan tapi itu adalah kenyataan yang hakiki seperti yang di sebutkan oleh Assuyuti dalam kitab quutul mugtadzi 1/31

بل الظاهر حمله على الحقيقة، وذلك أن الخطايا تؤثر في الباطن والظاهر، والطهارة تزيله، وشاهد ذلك ما أخرجه المصنف والنسائي، وابن ماجه ، وابن حبان، والحاكم عن أبي هريرة عن النبي – ﷺ – قال: «إن العبد إذا أذنب ذنبًا نُكتت في قلبه نكتةٌ سوداءُ، فإن تابَ ونَزعَ واستغفر صُقِل قَلْبه، وإن عاد زادت حتى تعلو قلبه، وذلك الران، الذي ذكره الله في القرآن ﴿كَلّا بَلْ رانَ عَلى قُلُوبِهِمْ ما كانُوا يَكْسِبُونَ

Yang benar ditafsirkan makna hakiki, yang demikian itu sesungguhnya dosa memberikan bekas pada batin dan zhahir (manusia) dan dengan thaharah akan membersihkanya, dalilnya adalah hadis abu Hurairah yang diriwayatkan penulis (Tirmidzi), Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim bahwa Nabi berkata : sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa akan ada titik hitam dalam hatinya jika dia taubat dan lepas (dari dosa itu) dan meminta ampunan maka hatinya akan mengkilat, jika dia kembali (berbuat dosa) maka bertambah (banyak titik hitamnya) hingga merata di hatinya dan itulah yang dinamakan ar-raan yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an : sekali kali tidak, bahkan apa yang mereka kerjakan menutupi hati mereka. Surat Al-Muthaffifin ayat 14

As-Suyuti juga menukil perkataan ibnu arobi bahwa yang maksud dosa dalam hadis di atas adalah dosa kecil bukan dosa besar

قال ابن العربي: «الخطايا المحكوم بمغفرتها هي الصغائر دون الكبار؛ لحديث الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة كفّارة لما بينهنّ إذا ما اجتنبت الكبائر

Ibnul Arabi berkata : Dosa yang dihukumi akan diampuni (dengan wudhu dan ibadah shalat) adalah dosa kecil bukan dosa besar, berdasarkan hadis : shalat lima waktu, (antara shalat) jumat ke jum’at (berikutnya) menghapus dosa diantara keduanya selama dijahui dosa besar. Hadis riwayat muslim no 233. Kitab Qutul Mutaghadzi 1/35

Demikian pula setiap ibadah secara umum sebagai penghapus dosa, Nabi berkata

إنَّ العبدَ إذا قامَ يُصلِّي أُتِي بُذُنوبِه كُلِّها فَوُضِعَتْ على رأسِه وعاتِقَيْهِ، فكُلَّما رَكعَ أو سَجدَ تَساقَطَتْ عَنْهُ

Sesungguhnya seorang hamba jika berdiri shalat akan didatangkan seluruh dosa-dosanya kemudian diletakan diatas kepalanya dan kedua pundaknya, setiap kali rukuk atau sujud akan berjatuhan dosa-dosanya. Kitab Shahihul Jami” karya Albani hadis no 1671

2. Orang yang menjaga thaharah dicintai Allah Azza wa Jalla

Allah Azza wa Jalla berfirman

إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلتَّوَّ ٰ⁠بِینَ وَیُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِینَ [سورة البقرة 222]

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai orang yang banyak bertaubat dan mencintai orang yang ber-thaharah.

فِیهِ رِجَالࣱ یُحِبُّونَ أَن یَتَطَهَّرُوا۟ۚ وَٱللَّهُ یُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِینَ [سورة التوبة 108]

Dalam masjid itu ada orang orang yang suka bersuci dan Allah Azza wa Jalla mencintai orang orang yang bersuci.

Abu Hurairah menyebutkan bahwa ayat diatas turun berkaitan dengan penduduk Quba, dia berkata :

كانوا يَستَنجونَ بالماءِ، فنزلت هذه الآيةُ فيهم

Mereka ber-istinja’ (cebok) dengan air maka ayat ini turun berkaitan dengan mereka. Hadis riwayat Abu Dawud no 44 dan Tirmidzi no 3100 dan Ibnu Majah no 357, lihat kitab ‘Aridhatul Ahwadzi 6/191

Syeikh As-Sa’di menjelaskan dalam kitab Tafsirnya

ففيه مشروعية الطهارة مطلقا، لأن الله يحب المتصف بها، ولهذا كانت الطهارة مطلقا، شرطا لصحة الصلاة والطواف، وجواز مس المصحف، ويشمل التطهر المعنوي عن الأخلاق الرذيلة، والصفات القبيحة، والأفعال الخسيسة

Ini menunjukan disyariatkan thaharah secara mutlak karena Allah Azza wa Jalla mencintai orang yang memiliki sifat itu, oleh sebab itu thaharah secara mutlak menjadi syarat sahnya shalat dan thowaf dan bolehnya menyentuh mushaf, ini mencakup thaharah maknawi (yaitu membersihkan diri) dari ahlak yang rendah, sifat yang jelek dan perbuatan yang hina..

3. Bersinar anggota wudhunya

Nabi bersabda

إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ

Sesungguhnya ummatku pada hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan (anggota wudhunya) bersinar bercahaya karena bekas wudhu.” Hadis riwayat Bukhari no 136

Syeikh Abdullah Al-Bassam berkata dalam kitabnya Taudhihul Ahkam 1/227

الرّاجح أنّ الوضوء من خصائص أمَّة محمد -ﷺ-، ولم يكن في الأمم السّابقة؛ ذلك أنّ الله تعالى جعل الغرَّة في وجوههم، والتحجيل في أيديهم وأقدامهم، سيما خاصَّةً لهم من أثر الوضوء؛ لما جاء في صحيح مسلم (٢٤٧)؛ أنّ النَّبي -ﷺ- قال: «لكم سيما ليست لأحدٍ من الأمم تَرِدُونَ عليَّ غرًّا محجلين من أثر الوضوء»، ولو كان غيرهم يتوضأ، لصار لهم مثل ما لأمَّة محمد -ﷺ-.

قال شيخ الإسلام: الوضوء من خصائص هذه الأمة كما جاءت به الأحاديث الصحيحة، أمّا ما رواه ابن ماجه: فلا يحتج به، وليس له عند أهل الكتاب خبر عن أحدٍ من الأنبياء، أنّه يتوضأ وضوء المسلمين

Pendapat yang kuat bahwa wudhu hanya khusus (dalam syariat) Nabi Muhammad dan tidak disyariatkan pada ummat terdahulu, alasanya karena Allah Azza wa Jalla menjadikan cahaya pada wajah wajah mereka dan sinar pada tangan dan kaki mereka, tanda khusus karena bekas wudhu, seperti yang disebutkan dalam Shahih Muslim sesungguhnya Nabi berkata : kalian memiliki tandan yang tidak dimiliki seorangpun dari ummat lain, kalian datang kepadaku dalam keadaan bercahaya bersinar karena bekas wudhu.

Jika ummat terdahulu juga disyariatkan berwudhu maka mereka akan memiliki tanda seperti tanda ummat Nabi Muhammad.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata : Wudhu menjadi kekhususan ummat ini seperti yang disebutkan dalam hadis shohih, adapun yang diriwayatkan Ibnu Majah maka tidak bisa dijadikan dalil, dia tidak punya dalil dari ahlul kitab yang menyebutkan riwayat dari salah satu Nabinya bahwa dia berwudhu seperti wudhunya kaum muslimin.

Adapun hadis yang dimaksud Ibnu Taimiyah riwayat Ibnu Majah adalah

هذا وُضُوئِي ووُضُوءُ الأنبياءِ قَبلي

“Inilah wudhuku dan wudhu para Nabi sebelumku”.

Hadis ini dishahihkan Albani dalam kitab As-Silsilah Ash-Shahihah no 269 dan di- dhaif-kan Ibnu Taimiyah dalam kitab almustadrok alal majmuk 3/29

4. Thaharah menjadi setengah keimanan

Nabi bersabda

عن أبي مالك الأشعري : الطُّهُورُ شَطْرُ الإيمانِ

Thaharah itu setengah iman. Hadis riwayat muslim no 223

An-Nawawi berkata dalam menjelaskan hadis di atas dalam Syarah Muslim

واختلف في معنى قوله صلى الله عليه وسلم : ” الطهور شطر الإيمان ” ، فقيل : معناه أن الأجر فيه ينتهي تضعيفه إلى نصف أجر الإيمان ، وقيل : معناه أن الإيمان يجب ما قبله من الخطايا ، وكذلك الوضوء ; لأن الوضوء لا يصح إلا مع الإيمان فصار لتوقفه على الإيمان في معنى الشطر ، وقيل المراد بالإيمان هنا الصلاة كما قال الله تعالى : { وما كان الله ليضيع إيمانكم } والطهارة شرط في صحة الصلاة فصارت كالشطر ، وليس يلزم في الشطر أن يكون نصفا حقيقيا ، وهذا القول أقرب الأقوال

Arti hadis : thaharah itu setengah iman, ditafsirkan berbeda beda, ada yang mengatakan : artinya bahwa pahalanya dilipat gandakan sampai setengan pahala iman, ada yang mengatakan : artinya bahwa iman itu menghapus dosa yang telah lalu, demikian pula wudhu, karena wudhu tidak sah kecuali disertai iman, ketika berkaitan dengan iman maka wudhu menjadi setengahnya, ada yang mengatakan : yang dimaksud iman itu adalah shalat seperti Allah Azza wa Jalla berkata : Allah Azza wa Jalla tidak akan menyia nyiakan imanmu (maksudnya adalah shalatnya ketika menghadap kebaitil maqdis) dan thaharah itu syarat sahnya shalat maka menjadi setengahnya, dan makna setengah itu tidak harus benar benar setengahnya dan ini pendapat yang paling dekat (kuat)

5. Menjaga wudhu menjadi tanda keimanan

Nabi berkata

ولا يُحافظُ على الوُضوءِ إلا مؤمنٌ

الألباني (ت ١٤٢٠)، إرواء الغليل ٢‏/١٣٦ • إسناده حسن

“Dan tidaklah menjaga wudhu kecuali orang mukmin.  Hadis riwayat Ahmad no 22433 dan di-shahih-kan oleh Syuaib Al-Arnaut, Ibnu Majah no 277 dan di-hasan-kan Albani dalam kitab Irwaul Ghalil 2/136

Arti menjaga wudhu ada beberapa penafsiran, Al-Iraqi berkata dalam kitab Tharhut Tatsrib 2/59

فِيهِ اسْتِحْبابُ دَوامِ الطَّهارَةِ، وأنَّهُ يُسْتَحَبُّ الوُضُوءُ عَقِبَ الحَدَثِ، وإنْ لَمْ يَكُنْ وقْتُ صَلاةٍ ولَمْ يُرِدْ الصَّلاةَ، وهُوَ المُرادُ بِقَوْلِهِ – ﷺ – «ولا يُحافِظُ عَلى الوُضُوءِ إلّا مُؤْمِنٌ» فالظّاهِرُ أنَّ المُرادَ مِنهُ دَوامُ الوُضُوءِ لا الوُضُوءُ الواجِبُ فَقَطْ عِنْدَ الصَّلاةِ واَللَّهُ أعْلَمُ

Pertama : selalu dalam keadaan wudhu, yaitu) menunjukan dianjurkan terus (dalam keadaan) thaharah, dianjurkan berwudhu setiap kali batal walaupun belum masuk waktu shalat dan tidak ingin shalat, inilah yang dimaksud dalam hadis beliau : tidak menjaga wudhu kecuali orang mukmin. Dhohirnya bermakna selalu menjaga wudhu bukan maknanya wudhu yang wajib saja ketika akan shalat. Wallahu a’lam

Kedua : berwudhu ketika masuk waktu shalat, ini disebutkan oleh Syeikh As-Sindi dalam Hasyiah Sunan Ibnu Majah pada hadis no 277, beliau berkata

أي في أوقاته، لقوله صلى الله تعالى عليه وسلم: “إنما أمرت بالوضوء إذا قمت إلى الصلاة” حين قالوا له: ألا نأتيك بوضوء. وقد خرج من الخلاء وقرب إليه الطعام. رواه أصحاب السنن وغيرهم

Maksudnya dalam waktunya, karena Nabi berkata : sesungguhnya aku diperintahkan wudhu jika aku akan berdiri shalat, ketika para shohabat berkata kepada beliau apakah kami siapkan air wudhu ? ketika beliau keluar dari kamar kecil dan disiapkan makanan. Hadis riwayat ashabus sunan dan yang lainya.

Ketiga : maksudnya adalah menyempurnakan wudhu, disebutkan oleh Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir 1/497

“يحافظ على الوضوء” بإسباغه وإدامته واستيفاء سننه وآدابه

“Menjaga wudhu (maksudnya) menyempurnakan dan selalu wudhu dan menyempurnakan sunnah-sunnah dan adab adabnya.”

Apa yang disebutkan Al-Munawi sejalan dengan hadis Nabi

إسباغُ الوضوءِ شطرُ الإيمانِ

Menyempurnakan wudhu itu setengah iman. Hadis riwayat Nasai no 2436 dan Tirmidzi no 3517

Keempat : maksud thaharah dalam hadis diatas adalah meninggalkan dosa, penafsiran ini disebutkan Ibnu Rajab dalam kitab Jamiul Ulum wal Hikam 2/7 sampai 13, beliau berkata

فَقَوْلُهُ ﷺ: ««الطُّهُورُ شَطْرُ الإيمانِ»» فَسَّرَ بَعْضُهُمُ الطُّهُورَ هاهُنا بِتَرْكِ الذُّنُوبِ، كَما فِي قَوْلِهِ تَعالى: ﴿إنَّهُمْ أُناسٌ يَتَطَهَّرُونَ﴾ [الأعراف ٨٢] ….

وقالَ الإيمانُ نَوْعانِ: فِعْلٌ وتَرْكٌ، فَنِصْفُهُ فِعْلُ المَأْمُوراتِ، ونِصْفُهُ تَرْكُ المَحْظُوراتِ، وهُوَ تَطْهِيرُ النَّفْسِ بِتَرْكِ المَعاصِي، وهَذا القَوْلُ مُحْتَمَلٌ لَوْلا أنَّ رِوايَةَ ««الوُضُوءُ شَطْرُ الإيمانِ»» تَرُدُّهُ …..

والصَّحِيحُ الَّذِي عَلَيْهِ الأكْثَرُونَ: أنَّ المُرادَ بِالطُّهُورِ هاهُنا: التَّطْهِيرُ بِالماءِ مِنَ الإحْداثِ، وكَذَلِكَ بَدَأ مُسْلِمٌ بِتَخْرِيجِهِ فِي أبْوابِ الوُضُوءِ، وكَذَلِكَ خَرَّجَهُ النَّسائِيُّ وابْنُ ماجَهْ وغَيْرُهُما

Hadis Nabi : thaharah setengah iman, sebagian menafsirkan kata thaharah di sini bermakna meninggalkan dosa seperti yang disebutkan dalam ayat : sesungguhnya mereka (Nabi luth dan pengikutnya) sok suci. Surat Al-A’raf ayat 82 (sok suci yaitu menjauhi perbuatan liwath)

Beliau berkata : iman itu ada dua jenis yaitu melakukan dan meninggalkan, setengahnya melaksanakan perintah dan setengahnya meninggalkan larangan yaitu membersihkan diri dengan meninggalkan maksiat, penafsiran ini kemungkinan benar kalau tidak ada hadis : wudhu setengah iman.

Maka pendapat yang benar yang dipilih mayoritas ulamak bahwa maksud thaharah di sini adalah thaharah dengan air dari hadas (kecil atau besar), seperti itulah imam muslim menyebutkan hadis ini dalam bab wudhu demikian pula disebutkan Nasai, Ibnu Majah dan yang lainya.

6. Thaharah menjadi syarat sahnya shalat

Dalam hadis Ibnu Umar, Nabi bersabda

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ

“Shalat tidak akan diterima jika tanpa thaharah.” Hadis riwayat Muslim no 224

Sedangkan dalam hadis Abu Hurairah, Nabi bersabda

لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ

“Allah Azza wa Jalla tidak menerima shalat di antara kamu jika hadas hingga berwudhu.” Hadis riwayat Bukhari no 135

Dalam hadis Ali bin Abi Thalib, Nabi bersabda

مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ

Kunci (pembuka) shalat adalah thaharah. Hadis riwayat Abu Dawud no 61 dan Tirmidzi no 3 dan Ibnu Majah no 275

7. Batal shalatnya karena batal wudhunya

Khalid bin Mikdan berkata

أنَّ النبيَّ ﷺ رأى رجلًا يُصلِّي، وفي ظهرِ قدمِهِ لمعةٌ قدرَ الدرهمِ لم يُصبها الماءُ فأمرَهُ أن يُعيدَ الوضوءَ والصلاةَ

Sesungguhnya Nabi melihat seseorang shalat sedangkan pada punggung telapak kakinya ada belang sebesar koin dirham tidak terkena air (wudhu) maka beliau memerintahkannya mengulangi wudhu dan shalatnya. Hadis riwayat Abu Dawud no 175 dan Irwaul Ghalil no 86

Pensyarah Sunan Abu Dawud berkata dalam kitab Aunul Ma’bud 1/92

وهذا الحديث فيه دليل صريح على وجوب الموالاة، لأن الأمر بالإعادة للوضوء بترك اللمعة لا يكون إلا للزوم الموالاة وهو مذهب مالك والأوزاعي وأحمد بن حنبل والشافعي في قول له

Hadis ini dengan jelas menunjukan wajibnya (membasuh anggota wudhu) secara berkelanjutan karena perintah mengulangi wudhu tanpa (cukup dengan membasuh) belang itu saja tidak bermakna kecuali wajib (membasuh anggota wadhu secara berkelanjutan), ini madzhab Malik, Auza’i, Ahmad bin Hambal dan Syafi pada salah satu pendapatnya.

8. Tidak bersuci menjadi salah satu sebab adzab kubur

Nabi bersabda

أكثرُ عذابِ القبرِ بالبولِ

“Kebanyakan (sebab) adzab kubur disebabkan (tidak cebok dari) kencing.” Hadis riwayat Ibnu Majah no 348

Dalam hadis Ibnu Abbas, dia berkata

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ، فَقَالَ : ” إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ : أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ “. ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا ؟ قَالَ : ” لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Nabi melewati dua kuburan kemudian beliau berkata : sesungguhnya kedua sedang diadzab dan tidak diadzab dalam perkara besar, adapun salah satunya dia kencing tanpa menutup diri dan yang lain suka berjalan mengadu domba kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang masih basah dan dibelah dua bagian dan menancapkan satu bagian pada setiap kuburan, para shahabat berkata : wahai Rasulullah mengapa Anda melakukan ini ? beliau berkata : semoga diringankan adzabnya selama belum kering. Hadis riwayat Bukhari no 216 dan muslim no 292

Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan dengan lafadz

أمّا أحدُهُما فَكانَ لا يستنزِهُ من بولِهِ، وأمّا الآخرُ فَكانَ يمشي بالنَّميمةِ

Adapun salah satunya tidak cebok dari kencingnya dan yang lain suka berjalan mengadu domba. Hadis riwayat Ibnu Majah no 282 dan di-shahih-kan Albani

Imam Nawawi berkata dalam Syarah Muslim

وأما قول النبي صلى الله عليه وسلم : ( لا يستتر من بوله ) فروي ثلاث روايات ” يستتر ” بتائين مثناتين ، ” ويستنزه ” بالزاي والهاء ، ” ويستبرئ ” بالباء الموحدة والهمزة وهذه الثالثة في البخاري وغيره ، وكلها صحيحة ، ومعناها : لا يتجنبه ويتحرز منه . والله أعلم

Adapun hadis : tidak menutup diri dari kencing, telah diriwayatkan dengan tiga lafadz, (pertama) yastatir (tidak menutup diri) dengan dua huruf ta’ bertitik dua (kedua) yastanzih (tidak cebok) dengan huruf zai dan ha’ (ketiga) yastabrik (tidak bersuci) dengan huruf ba’ titik satu dan diahiri huruf hamzah, tiga riwayat ini disebutkan dalam shohih bukhoti dan yang lainya dan semuanya shohih yang artinya : tidak menjahui kencing dan tidak menjaga diri dari (najisnya) kencing. Allah a’lam

9. Celakalah orang yg tidak becus thaharahnya

Abdullah bin Amir berkata

تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا، فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا الصَّلَاةُ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ : ” وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ ” مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا.

Nabi pernah terlambat dari kami pada suatu safar yang kami lakukan kemudian beliau menyusul kami dan sudah masuk waktu shalat dan kami sedang berwudhu maka kami mengusap kaki kami, maka beliau memanggil dengan suara keras : celakalah tumit dalam neraka (yang tidak tersiram air wudhu) dua kali atau tiga kali. Hadis riwayat Bukhari no 60

Dalam hadis riwayat muslim no 241, Ibnu Umar menceritakan

رَجَعْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيقِ، تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ الْعَصْرِ، فَتَوَضَّئُوا، وَهُمْ عِجَالٌ، فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ، وَأَعْقَابُهُمْ تَلُوحُ لَمْ يَمَسَّهَا الْمَاءُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ، أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ

Kami kembali dari Mekkah ke Madinah bersama Rasulullah hingga ketika kami sampai di salah satu sumber air di pinggir jalan, ada kaum yang tergesa-gesa waktu ashar maka mereka wudhu dengan tergesa-gesa kemudian kami mendatangi mereka sedangkan tumit mereka belang belum tersiram air maka Rasulullah berkata : celakalah tumit dalam Neraka (yang tidak tersiram air wudhu)

10. Berdoa setelah wudhu menjadikan masuk Surga dari pintu manapun

Rasulullah bersabda

ما منكم من أحد يتوضأ فيسبغ الوضوء ثم يقول: أشهد أن لا إله إلا الله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، إلا فتحت له أبواب الجنة الثمانية يدخل من أيها شاء

Tidak ada seorangpun yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhu kemudian berdoa

أشهد أن لا إله إلا الله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

“Aku bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah Azza wa Jalla satu-satunya tidak ada sekutu baginya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

Kecuali akan dibukakan delapan pintu Surga, dia bisa masuk dari pintu manapun yang dia kehendaki. Hadis riwayat Muslim no 234

Dalam riwayat Tirmidzi no 55 ada tambahan doa

اللهم اجعلني من التوابين، واجعلني من المتطهرين

“Ya Allah Azza wa Jalla jadikan aku termasuk orang yang banyak bertaubat dan jadikan aku termasuk orang yang selalu bersuci.”

11. Menjadi salah satu tanda kesempurnaan agama Islam

Salman Al-Farisi pernah ditanya orang yahudi

قد علمكم نبيكم – ﷺ – كل شيء حتى الخراءة

فقال: أجل لقد نهانا أن نستقبل القبلة لغائط أو بول، أو أن نستنجى باليمين، أو أن نستنجى بأقل من ثلاثة أحجار، أو أن نستنجى برجيع أو بعظم

Apa benar Nabimu mengajarkan segala sesuatu kepadamu ?

Salman menjawab: “Tentu, beliau melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, atau cebok dengan tangan kanan atau istinja’ kurang dari tiga batu atau istinja’ dengan kotoran hewan atau tulang. Hadis riwayat Ibnu Majah no 255

12. Diampuni dosa-dosa yg telah lalu jika shalat dua rakaat setelah wudhu.

Dari Humran maula Utsman bahwa dia melihat Utsman bin Affan minta air wudhu (kemudian dia memperlihatkan cara wudhunya)

فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ، فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

صحيح البخاري رقم ١٥٩

Dia membasuh kedua telapak tanganya tiga kali kemudian memasukan tangan kananya ke dalam bejana kemudian berkumur kumur dan ber-istinsyaq kemudian membasuh wajahnya tiga kali dan kedua tangannya tiga kali sampai ke siku-siku kemudian mengusap kepalanya kemudian membasuh kedua kakinya tiga kali sampai ke kedua mata kaki kemudian Utsman berkata, Rasulullah berkata: “Barang siapa yang  berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rokaat (dengan khusuk) tidak mengajak bisara dirinya sendiri maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Hadis riwayat Bukhari no 159

Keutamaan yang didapatkan Bilal

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ :  يَا بِلَالُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ ؛ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ

قَالَ : مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi berkata kepada Bilal di saat Shalat Subuh : wahai Bilal beritahukan amalan apakah yang paling engkau harapkan dalam Islam? Sesungguhnya aku mendengar suara sandalmu di depanku di Surga

Bilal berkata : tidak ada amalan yang aku kerjakan yang lebih aku harapkan bagiku, hanya saja tidaklah aku ber-thaharah di waktu malam atau siang kecuali aku shalat dengan thaharah itu semampuku untuk shalat. Hadis riwayat Bukhari no 1149

Dalam hadis Buraidah bin Hushaib Al-Aslami disebutkan, Nabi berkata kepada Bilal

بِمَ سَبَقتَني إلى الجَنَّةِ؟ قال: ما أحْدَثتُ إلّا تَوضَّأتُ وصَلَّيتُ رَكعَتَينِ، فقال رسولُ اللهِ ﷺ: بهذا

Dengan amalan apakah engkau mendahului aku ke Surga? Bilal berkata : tidaklah aku hadas (batal thaharahku) kecuali aku (langsung) berwudhu dan shalat dua rakaat. Rasulullah berkata : (benar) dengan ini. Hadis riwayat Tirmidzi no 3689 dan Ahmad no 22996

Kata Pencarianhttps://usahamuslim id/author/ustadz-budi/
Show More

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button