Hukum dompet digital (E-Wallet ) bagian ke-2
*Tulisan bagian pertama bisa dibaca di Hukum Dompet Digital (E-Wallet) bagian 1
- Kemungkinan munculnya riba pada diskon, bonus atau cashback ketika bertransaksi melakukan saldo elektronik (e-money) pada dompet digital
Untuk menarik masyarakat agar banyak yang menggunakan dompet elektronik, para vendor dompet elektronik berlomba-lomba memberikan bonus dan diskon bagi siapa saja yang bertransaksi menggunakan saldo dari dompet digital buatan mereka.
Para ulama negeri ini berbeda pendapat terkait hukum menggunakan bonus dan diskon hasil dari transaksi yang menggunakan e-money dari vendor dompet digital.
Perbedaan pendapat ini disebabkan perbedaan analisa status uang yang didepositkan pada dompet elektronik. Apakah hanya sekadar pertukaran saldo nilai uang, titipan saldo, atau merupakan akad hutang sebagaimana akad tabungan di rekening perbankan.
Untuk memilih pendapat dan analisa fikih yang rajih (kuat), dibutuhkan beberapa aspek analisa yaitu aspek legal, aspek ekonomi, dan yang paling penting aspek kaidah fikih. Untuk melihat konsekuensi fikih sebuah produk muamalah, mau tidak mau kita harus melihat aspek legal dan alur transaksi ekonomi sebagai aturan main berjalannya sebuah transaksi. Agar kesimpulan hukum yang dibuat sesuai dengan fakta alur transaksi yang terjadi dengan instrumen ekonomi yang ada di masyarakat.
Sebagian pihak yang mengharamkan bonus dari penggunaan saldo e-money pada dompet elektronik dikarenakan uang yang didepositkan atau dibayarkan kepada provider dompet elektronik merupakan akad hutang sebagaimana yang terjadi pada tabungan di perbankan. Padahal baik secara legal maupun secara konsekuensi ekonomi yang terjadi sangat berbeda antara deposit di dompet elektronik dengan deposit di perbankan.
1. Analisa secara legal
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI/2018 tentang uang elektronik, ditegaskan bahwasanya deposit uang elektronik tidaklah sama dengan deposit tabungan perbankan :
Oleh karena itu, karena deposit uang elektronik bukan termasuk simpanan sebagaimana simpanan perbankan, maka penerbit uang elektronik tidak boleh menggunakan dana hasil top up nasabah tersebut untuk keperluan apapun kecuali untuk keperluan transaksi nasabah. Sebagaimana tertulis di Peraturan Bank Indonesia berikut :
3. Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang
memenuhi unsur sebagai berikut:
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor
terlebih dahulu kepada penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam
suatu media server atau chip; dan
c. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit
bukan merupakan simpanan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai perbankan.
4. Nilai Uang Elektronik adalah nilai uang yang disimpan
secara elektronik dalam suatu media server atau chip
yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi
pembayaran dan/atau transfer dana.
Sumber: peraturan.go.id
Oleh karena itu, karena deposit uang elektronik bukan termasuk simpanan sebagaimana simpanan perbankan, maka penerbit uang elektronik tidak boleh menggunakan dana hasil top up nasabah tersebut untuk keperluan apapun kecuali untuk keperluan transaksi nasabah. Sebagimana tertulis di Peraturan Bank Indonesia berikut :
Pasal 49
(1) Dana Float hanya dapat digunakan untuk memenuhi
kewajiban Penerbit kepada Pengguna dan Penyedia
Barang dan/atau Jasa, dan dilarang digunakan untuk
kepentingan lain
Berdasarkan dalil atau bukti legal di atas, maka uang elektronik yang didepositkan pada provider dompet digital bukan merupakan dana hutang sebagaimana pada tabungan perbankan. Sehingga bonus dan diskon akibat penggunaan saldo e-money tersebut bukanlah riba.
2. Analisa secara konsekuensi transaksi ekonomi
Berdasarkan konsekuensi transaksi ekonomi, sangatlah berbeda antara deposit perbankan dengan deposit pada e-wallet.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa sebab :
A. Penanggungan resiko nilai saldo
Jika memang betul akadnya hutang pada e-money chip based seharusnya simulasinya seperti ini:
Misal A sebagai pemegang kartu e-money B adalah Penerbit / bank. Maka secara logika jika A memberikan hutang kepada B, tanggungan nilai uang berarti berada di B. Dan jika kartu si A hilang, seharusnya uang si A tidak ikut hilang karena telah ia hutangkan ke si B. Dan si A tetap bisa menagih uang itu ke B. Tetapi pada kenyataannya ketika kartu hilang maka otomatis uang juga hilang. Di sini jelas siapa yg menanggung risiko terhadap nilai uang tersebut.
Demikian juga resiko yg sama terkena pada e-money server based (E -wallet). Selama resiko atas saldo akibat kelalaian sendiri maka tidak dapat melakukan klaim kepada penerbit.
Sebagamana dijelaskan pada website bank Indonesia, tentang apa itu uang elektronik, manfaat dan resikonya
Risiko Uang Elektronik
Walapun di satu sisi terdapat beberapa manfaat dari Uang Elektronik, tetapi di sisi lain terdapat risiko yang perlu disikapi dengan kehati-hatian dari para penggunanya, seperti :
Risiko uang elektronik hilang dan dapat digunakan oleh pihak lain, karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai yang apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit.”
B Maksud dan tujuan deposit untuk berjual beli dan bukan untuk menabung atau menumpuk saldo
Berbeda niat (maksud) jika kita menyimpan uang di bank, kita sama sekali tidak bertujuan untuk berjual beli akan tetapi hanya mengamankan uang kita. Sedangkan kalau kita simpan di e-wallet maksud dan tujuan (niat) kita adalah agar bisa berjual beli dengan saldo tersebut.
Hal ini sesuai dengan kaidah :
الْعِبْرَةُ فِي الْعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدِ وَالْمَعَانِي لاَ لِلأَلْفَاظِ وَالْمَبَانِيْ
Yang dianggap didalam akad adalah maksud-maksud dan maknanya. Bukan dari lafadz-lafadz atau bentuk perkataan.
C. Pokok akad tidak untuk ditarik kembali
Jika kita menyimpan uang di bank, tujuannya (akad utamanya) memang untuk ditarik kembali. Sedangkan kalau kita menyimpan di e-wallet tidak ditujukan untuk ditarik kembali (meskipun bisa dan penarikan ini bukan akad utama).
Oleh karena itu deposit e-money server based tidak termasuk ke dalam definisi dari akad hutang. Dan tidak sesuai dengan definisi akad hutang yg disebutkan oleh para ulama.
Imam As Syarbini mengatakan didalam kitabnya Mugnil muhtaj tentang makna hutang
الإقراض هو تمليك الشيء على أن يرد بدله.
“Hutang adalah (memberikan) pemilikan sesuatu (harta) dengan mengembalikan gantinya.”
Al Buhuti bekata didalam kitab kasyaful qina’ :
معنى القرض والسلف كقوله: ملكتك هذا على أن ترد لي بدله، أو خذ هذا انتفع به ورد لي بدله ونحوه
Makna Qard atau salaf adalah seperti perkataan: ” Aku menyerahkan pemilikan (harta) ini kepadamu dengan (catatan) kamu mengembalikan gantinya kepadaku”,atau “ambillah manfaat dari harta ini dan kembalikan untukku gantinya atau yg semisalnya.”
Menjawab beberapa syubhat :
”Jika memang akadnya bukan hutang, mengapa yang mendapatkan diskon hanya yang menggunakan e-money saja?”
Jawaban :
- Tujuannya untuk mengikat konsumen.
Karena pembayaran di muka tentu saja lebih utama dari pembayaran di belakang. Sedangkan orang yang deposit sudah pasti bertujuan untuk membeli atau memanfaatkan produk dan fasilitas yang ada di aplikasi tersebut dan akan menghabiskan saldonya. Tidak ada yg bertujuan untuk menumpuk saldo di aplikasi E-wallet. Bahkan saldonya saja dibatasi makasimal 2 juta atau 10 juta bagi yang full service.
- Diskon yg diberikan E-wallet adalah karena adanya transaksi jual beli bukan karena top up deposit.
Buktinya adalah diskon tersebut tidak serta merta masuk karena hanya sebab kita deposit, tapi harus melakukan transaksi jual beli atau sewa terlebih dahulu baru mendapatkan diskon. Tidak seperti deposit di bank yg tanpa melakukan apapun bunga itu otomatis masuk hanya karena kita deposit.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum deposit pada dompet digital untuk sekedar belanja ataupun sekaligus menggunakan dan memanfaatkan bonusnya ketika melakukan transaksi pada aplikasi dompet digital tersebut adalah mubah (halal).
Wallahu a’lam