Meneladani Nabi di 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Meneladani Nabi di Bulan Dzulhijjah – Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu bulan haram yang penuh keberkahan dan kemuliaan. Terutama pada sepuluh hari pertamanya, Allah Azza wa Jalla memberikan keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja yang mengisinya dengan amal saleh. Ini bukan sekadar klaim tanpa dasar, tapi telah ditegaskan langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah).”
Para sahabat pun terkejut dan bertanya, “Bahkan jihad di jalan Allah tidak lebih utama?” Rasulullah menjawab:
“Bahkan tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan apapun dari keduanya.” (HR. Bukhari no. 969 dan At-Tirmidzi no. 757)
Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa setiap amal kebaikan—sekecil apa pun—akan mendapat ganjaran yang sangat besar jika dilakukan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Bahkan, amal tersebut lebih utama dari jihad yang merupakan amal paling besar dalam Islam, kecuali jihad yang paling maksimal: mengorbankan seluruh jiwa dan harta tanpa kembali.
Teladan Puasa Rasulullah di Awal Dzulhijjah
Salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan pada sepuluh hari pertama ini adalah berpuasa, terutama pada sembilan hari pertama. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah.”
(HR. Abu Daud dan An-Nasa’i. Hadits dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani)
Ini menjadi bukti nyata bahwa Rasulullah sendiri memberikan contoh konkrit dalam mengisi awal Dzulhijjah dengan amalan puasa. Bukan hanya sebagai rutinitas, tapi sebagai bentuk ibadah yang sangat bernilai di sisi Allah Azza wa Jalla.
Perbandingan Dzulhijjah dan Ramadhan Menurut Ulama Besar
Pernahkah terlintas di benak kita, manakah yang lebih utama: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah atau sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjawab pertanyaan ini dengan bijak:
“Siang hari pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada siang hari pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Namun malam hari pada sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam hari sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” (Majmû’ Fatâwâ, 25/287)
Pandangan ini juga disepakati oleh murid beliau, Ibnul Qayyim rahimahullah.
Apa maknanya bagi kita? Bahwa kesempatan untuk meraih pahala besar itu tidak hanya di bulan Ramadhan. Justru di Dzulhijjah ini, Allah membuka pintu amal lebih lebar lagi, khususnya di siang hari. Maka sangat disayangkan bila kita melewatkannya begitu saja.
Puncak Kemuliaan: Hari Arafah
Di antara sepuluh hari pertama tersebut, hari Arafah (9 Dzulhijjah) menempati posisi yang sangat istimewa. Bagi umat Islam yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, ini adalah waktu emas untuk meraih pengampunan dosa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada hari di mana Allah lebih banyak membebaskan hamba dari neraka selain hari Arafah. Dia mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berkata: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim no. 1348)
Dan bagi yang berpuasa pada hari ini, Nabi memberikan kabar gembira yang luar biasa:
“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim no. 1162)
Bayangkan, hanya dengan satu hari puasa, Allah akan menghapus dua tahun dosa kita. Ini bukan tawaran biasa. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang mau berusaha sedikit saja.
Cara Meneladani Rasulullah di Bulan Dzulhijjah
Meneladani Rasulullah di bulan yang mulia ini tidak hanya terbatas pada berpuasa. Ada banyak bentuk ibadah lain yang bisa kita lakukan sebagai upaya mengikuti jejak beliau:
1. Memperbanyak Takbir, Tahlil, dan Tahmid
Selama sepuluh hari ini, dianjurkan memperbanyak zikir:
Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, Alhamdulillah
Zikir ini bisa dilantunkan kapan saja, terutama setelah shalat atau dalam aktivitas sehari-hari. Menurut para ulama salaf, takbir mulai dikumandangkan sejak awal Dzulhijjah hingga hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
2. Berqurban
Jika memiliki kemampuan, maka berqurban adalah salah satu sunnah muakkadah yang sangat ditekankan. Berqurban bukan hanya simbol pengorbanan, tetapi juga bentuk syukur atas nikmat hidup dan rezeki yang Allah berikan.
3. Memperbanyak Amal Sosial dan Shadaqah
Rasulullah adalah teladan terbaik dalam berbagi. Momentum Dzulhijjah ini sangat tepat untuk meningkatkan kepedulian sosial, membantu fakir miskin, yatim piatu, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
4. Meningkatkan Kualitas Shalat dan Membaca Al-Qur’an
Di hari-hari penuh berkah ini, perbanyaklah shalat sunnah, tahajud, dhuha, witir, serta membaca dan mentadabburi Al-Qur’an. Jadikan momentum ini sebagai pelatihan intensif spiritual untuk memperbaiki kualitas ibadah kita.
Jangan Lewatkan Kesempatan Emas Ini
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh, dan para ulama telah menjelaskan keutamaan hari-hari ini. Maka sangat disayangkan jika kita hanya menjadi penonton dalam masa yang penuh pahala ini.
Anggaplah ini sebagai investasi akhirat jangka panjang. Kita tidak tahu apakah tahun depan kita masih akan menjumpai Dzulhijjah. Maka jangan tunda-tunda amal, jangan abaikan puasa, jangan lewatkan hari Arafah, dan jangan biarkan takbir hanya menjadi lantunan di masjid tanpa kita ikut menghidupkannya.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang memanfaatkan sepuluh hari pertama Dzulhijjah dengan sebaik-baiknya, dan semoga kita termasuk orang-orang yang dibebaskan dari api neraka. Aamiin.
Kesimpulan: Saatnya Bertindak, Bukan Sekadar Mengetahui
Momen 10 hari pertama bulan Dzulhijjah bukanlah sekadar informasi, tapi panggilan langsung dari langit untuk meraih keutamaan dan pengampunan. Rasulullah sudah mencontohkan, para sahabat sudah mempraktikkan, para ulama telah menguatkan dalilnya.
Tinggal kita: apakah akan menyambut panggilan ini dengan amal nyata, atau justru membiarkannya lewat begitu saja?
Ingat, amal saleh kecil di sepuluh hari ini lebih bernilai dari amal besar di hari lain. Maka mari kita rebut peluang ini sebelum waktu habis dan penyesalan datang terlambat.
Jika kamu merasa artikel ini bermanfaat, jangan lupa bagikan kepada yang lain agar kita bisa sama-sama meraih keberkahan Dzulhijjah tahun ini.