Demo Berkepanjangan Dinilai Goyahkan Ekonomi Nasional, Rupiah Tertekan

Jakarta — Meski eskalasi demonstrasi di sejumlah daerah, termasuk Jakarta, mulai mereda, dampak ekonomi dari aksi unjuk rasa dinilai belum sepenuhnya hilang. Para ekonom memperingatkan, aksi yang berlangsung berkepanjangan bisa menggoyahkan stabilitas ekonomi nasional dan pada akhirnya merugikan masyarakat.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai ketidakpastian keamanan akibat kericuhan dapat membuat investor asing kehilangan kepercayaan terhadap Indonesia. “Iklim investasi menjadi kurang baik. Salah satu parameter penting adalah stabilitas sosial, politik, dan keamanan. Apalagi jika kantor-kantor kepolisian dibakar, tentu ini memunculkan keraguan soal kepastian keamanan negara bagi investor,” ujarnya, Selasa (2/9/2025). Dikutip dari detik.com
Menurut Tauhid, kondisi tersebut mendorong investor asing menarik dananya dari pasar modal dan saham domestik. Proses capital outflow itu berdampak langsung pada pelemahan rupiah, karena investor menjual rupiah untuk ditukar ke mata uang asing, terutama dolar AS.
“Dalam jangka pendek, pasar merespons dengan penurunan saham dan rupiah terdepresiasi. Misalnya minggu lalu sempat Rp16.300 per dolar, kini melemah sekitar Rp100 menjadi Rp16.400,” jelasnya.
Ia mengingatkan, depresiasi rupiah dapat memicu multiplier effect pada perekonomian, mulai dari kenaikan harga barang impor, meningkatnya beban utang luar negeri, hingga lonjakan harga bahan baku industri. Dampak ke masyarakat memang tidak langsung, namun bisa dirasakan dalam beberapa bulan ke depan ketika harga pangan maupun energi yang bergantung pada impor ikut terkerek.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menilai pelemahan rupiah akibat demonstrasi bersifat sementara. Ia optimistis Bank Indonesia (BI) mampu menahan gejolak karena cadangan devisa yang dimiliki masih cukup kuat.
“Pelemahan rupiah ini sifatnya sesaat, karena BI punya ruang intervensi dengan cadangan devisa yang tinggi. Jadi mestinya bisa terjaga di level tertentu,” ungkapnya.
Meski begitu, Faisal menekankan pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi secara struktural. Menurutnya, arus keluar modal asing atau capital outflow sejatinya sudah terjadi sebelum gelombang demo, sehingga faktor fundamental ekonomi tetap harus dibenahi.
“Investor tidak hanya menilai dari demonstrasi, tapi juga efektivitas kebijakan pemerintah dalam membawa perekonomian ke arah yang lebih baik,” pungkas Faisal.