TAMENG, Living Lab Petani Binaan Petrokimia Gresik di Malang yang Jadi Pusat Inovasi Pertanian Berkelanjutan

Jakarta – Petani binaan Petrokimia Gresik di Kabupaten Malang, Jawa Timur, membuktikan bahwa inovasi berbasis masyarakat mampu menjadi solusi nyata menghadapi tantangan perubahan iklim di sektor pertanian hortikultura. Melalui program Tawangargo Smart-Eco Farming Village atau dikenal dengan TAMENG, para petani berhasil mengembangkan model Living Lab berbasis komunitas yang inklusif, kolaboratif, dan berorientasi pada inovasi berkelanjutan.
“Living Lab ini digerakkan langsung oleh masyarakat. Kami para petani bukan hanya menjadi objek, tetapi juga subjek yang melakukan penelitian dan uji coba nyata untuk pertanian berkelanjutan,” ujar Karmukit, salah satu local hero program TAMENG, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (10/10). Dikutip dari antaranews.com
Kini, TAMENG menjadi wadah pertemuan antara petani, peneliti, mahasiswa, dan komunitas untuk menciptakan solusi nyata bagi dunia pertanian. Di desa ini, ide diuji, teknologi sederhana diterapkan, dan inovasi lahir dari kolaborasi lintas sektor.
“Dari desa hortikultura biasa, kini TAMENG berkembang menjadi research center berbasis komunitas. Pertanian dan peternakan di sini terintegrasi dengan wisata edukasi pertanian. Ini membuktikan bahwa desa bisa menjadi pusat inovasi, dan masa depan pertanian Indonesia bisa dimulai dari desa,” tutur Karmukit.
Program TAMENG mulai berjalan sejak 2022, melibatkan 35 petani dalam kelompok Agronova Vision. Dengan dukungan Petrokimia Gresik, para petani diajak menerapkan konsep climate smart agriculture — pertanian cerdas iklim yang menjaga keberlanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Prosesnya mencakup pembibitan, penanaman, panen, hingga pemasaran hasil tani.
Kini, TAMENG berkembang menjadi pusat hortikultura modern dan ramah lingkungan. Berbagai teknologi diterapkan, termasuk panel surya (solar cell) untuk menggerakkan alat dan mesin pertanian seperti pompa air, sistem drip irrigation, hingga sprinkler. Selain itu, TAMENG juga memiliki rumah pengolahan limbah untuk mendukung sirkularitas pertanian.
Petani di kawasan ini aktif mengelola limbah organik dan anorganik. Limbah panen sayur diolah menjadi pupuk organik cair (POC), agensia hayati, dan pakan ternak, sementara limbah sayur yang masih layak konsumsi diolah oleh kelompok ibu-ibu menjadi berbagai produk seperti mie sayur, keripik sayur, dan dodol sayur.
Untuk limbah anorganik, kelompok bekerja sama dengan bank sampah dan pengepul lokal, sementara limbah B3 dipisahkan agar tidak mencemari lingkungan.
Selain pertanian, kelompok juga mengembangkan usaha peternakan domba, budidaya ikan, azolla, hingga cacing kascing yang dimanfaatkan sebagai pakan ikan sekaligus penghasil pupuk organik.
Tak berhenti di situ, TAMENG juga menghadirkan kawasan agrowisata sebagai sarana edukasi dan rekreasi. Wisatawan dapat belajar dan memetik langsung hasil panen segar, mengikuti pelatihan hortikultura sederhana, serta mencicipi produk olahan hasil kebun.
“Living Lab ini menjadikan TAMENG sebagai ekosistem pertanian hortikultura dari hulu hingga hilir,” kata Karmukit. “Tujuannya adalah meningkatkan kemandirian petani sekaligus mendukung terwujudnya swasembada pangan nasional.”