Berita

Industri Tekstil Nasional Tertekan, Pelaku Usaha Tolak Penerapan Bea Masuk Anti Dumping Bahan Baku Poliester

Jakarta – Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat tantangan eksternal maupun internal. Salah satu ancaman utama datang dari rencana penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap dua bahan baku penting industri tekstil, yakni Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY).

Penurunan permintaan ekspor dari negara mitra seperti Amerika Serikat serta potensi kenaikan tarif impor semakin memperburuk kondisi industri yang padat karya ini. Para pengusaha tekstil menyuarakan kekhawatiran bahwa pengenaan BMAD hingga 42,30% atas POY dan DTY, seperti diusulkan dalam laporan akhir Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), akan berdampak besar pada struktur biaya produksi dan daya saing industri tekstil nasional.

“Penerapan BMAD perlu dilihat secara menyeluruh. Ini bukan sekadar soal melindungi produsen hulu, tapi juga memastikan industri hilir tetap bisa tumbuh dan menyerap tenaga kerja secara optimal,” kata Direktur PT Sipatamoda Indonesia, Ian Syarif, Rabu (6/5/2025). Dikutip dari detik.com

Menurutnya, POY dan DTY merupakan bahan baku krusial dalam proses pembuatan kain sintetis yang digunakan dalam industri garmen, konveksi, hingga tekstil rumah tangga. Karena itu, stabilitas pasokan, kualitas yang konsisten, serta harga yang terjangkau harus menjadi perhatian utama pemerintah sebelum memutuskan kebijakan.

Ian mengakui pentingnya instrumen perlindungan industri seperti BMAD, namun menekankan bahwa penerapannya harus mempertimbangkan keseimbangan antara sektor hulu dan hilir agar tidak menimbulkan distorsi di rantai pasok.

Sebagai respons atas usulan pengenaan BMAD, lebih dari 101 perusahaan tekstil nasional telah menandatangani petisi yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto. Petisi tersebut menyampaikan aspirasi agar kebijakan pengendalian impor dilandasi data yang akurat dan mempertimbangkan kondisi aktual kapasitas produksi dalam negeri.

“Kami berharap kebijakan ini tidak sekadar melindungi industri hulu, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan sektor hilir yang saat ini masih sangat bergantung pada bahan baku impor,” tambah Ian.

Pelaku industri menilai bahwa kebijakan yang akomodatif dan berbasis data dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kelangsungan ekosistem industri tekstil secara menyeluruh, termasuk menjaga daya saing di pasar domestik dan ekspor.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button