Ekosistem Bambu Terpadu Jadi Andalan Kemenperin untuk Ekonomi dan Konservasi

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat pengembangan ekosistem industri bambu nasional secara terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir. Upaya ini dinilai mampu menciptakan nilai tambah ekonomi sekaligus memperkuat fungsi konservasi lingkungan.
“Industri bambu dalam negeri memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama pada sektor kerajinan, furnitur, konstruksi, hingga bioindustri. Saat ini Kemenperin telah menyiapkan sejumlah program strategis untuk mendukung pengembangan industri bambu nasional,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (29/9). Dikutip dari antaranews.com
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menambahkan bahwa permintaan global terhadap produk bambu bernilai tambah seperti furnitur, dekorasi, dan material konstruksi terus meningkat.
“Permintaan ekspor lantai kontainer dari bambu bisa mencapai 1.500 meter kubik per bulan, sementara kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 30 meter kubik per bulan. Kesenjangan ini menjadi peluang besar bagi industri bambu nasional untuk berkembang lebih agresif,” kata Putu.
Selain pasar ekspor, potensi domestik juga dinilai sangat menjanjikan, terutama pada sektor konstruksi kawasan wisata seperti Bali, Mandalika, Lombok, dan Labuan Bajo. Harga bangunan berbasis bambu bahkan bisa mencapai Rp12 juta per meter persegi dengan pengembalian investasi yang relatif cepat.
“Investasi bangunan bambu rata-rata bisa balik modal hanya dalam tiga tahun. Sebagai perbandingan, bangunan beton membutuhkan waktu enam hingga tujuh tahun untuk mencapai titik impas,” jelas Putu.
Sebagai tindak lanjut, Kemenperin melakukan serangkaian kunjungan ke sejumlah pelaku industri dan komunitas bambu, di antaranya Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJI-KB), PT Dekor Asia Jayakarya, komunitas Sahabat BambuBoss di Sleman, kawasan Hutan Bambu Bulaksalak, serta PT Bambu Nusa Verde.
Kunjungan tersebut bertujuan memetakan ekosistem bambu di Yogyakarta yang dinilai berhasil menghadirkan model integrasi antara riset, komunitas, dan industri.
BBSPJI-KB, misalnya, memiliki fasilitas pengujian furnitur dan mesin pengolahan bambu. Sementara Sahabat BambuBoss tidak hanya memproduksi bangunan berbasis bambu, tetapi juga menanam hingga 10 ribu bibit bambu setiap tahun.
Selain itu, terdapat hutan bambu seluas tiga hektare di kawasan reklamasi tambang pasir Cangkringan yang dikelola dengan konsep agroforestry untuk mendukung konservasi sekaligus ketahanan pangan masyarakat. Adapun PT Bambu Nusa Verde telah berperan sejak 1994 dalam riset bioteknologi bambu guna menjamin keseragaman kualitas bibit.