Impor Tak Terkendali Jadi Ancaman Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Prabowo, Industri Kimia Soroti Perlunya Perlindungan

Jakarta – Pemerintahan Prabowo Subianto menghadapi tantangan serius dalam mewujudkan target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Salah satu rintangan terbesar datang dari arus impor yang dinilai tak terkendali, khususnya di sektor industri strategis nasional.
Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani, mengingatkan pentingnya peran sektor industri dalam menopang laju ekonomi nasional. Ia menegaskan, kontribusi industri hulu dan hilir seperti kimia dan petrokimia sangat krusial untuk mendorong kemandirian ekonomi.
“Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak bisa dilepaskan dari kekuatan sektor industri. Tanpa itu, cita-cita swasembada nasional akan sulit dicapai,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (1/6). Dikutip dari detik.com
Sripeni menyoroti perlunya kebijakan jangka pendek yang melindungi industri lokal dari tekanan global, sekaligus mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam modernisasi industri eksisting. “Upgrade teknologi yang efisien dan ramah lingkungan akan meningkatkan daya saing industri nasional di pasar global,” tambahnya.
Lebih lanjut, Sripeni mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi beberapa sektor industri yang justru dimatikan meski telah berjalan, seperti industri tekstil. Padahal, Indonesia termasuk negara dengan ekosistem industri tekstil terlengkap selain India dan Tiongkok.
“Banyak industri yang sudah hidup malah dimatikan, sementara yang baru malah dikasih karpet merah. Ini harus dikoreksi,” tegasnya.
Menurut Sripeni, praktik impor tanpa kontrol — terutama melalui jalur ilegal atau harga dumping — menjadi ancaman serius yang membunuh industri dalam negeri. Ia mendukung rencana pemerintah menaikkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk partially oriented yarn dan drawn textured yarn (POY-DTY), serta mendorong agar kebijakan tersebut segera diimplementasikan.
“Kalau industri lokal mati, masyarakat kehilangan sumber penghidupan. Baik kelas bawah maupun lulusan berpendidikan tinggi akan sulit mendapatkan pekerjaan,” jelasnya.
Ia juga menilai bahwa kekuatan produksi lokal sangat penting untuk mendorong proyek-proyek industri strategis, seperti pabrik petrokimia dan kilang, agar bisa naik status dari tahap perencanaan ke tahap komersial yang berdampak langsung ke ekonomi nasional.
Sripeni mendorong pemerintah menggaet investor untuk memperkuat rantai pasok industri melalui hilirisasi berbasis sawit, mineral, dan migas, guna mengurangi ketergantungan terhadap produk impor serta meningkatkan nilai tambah nasional.
Menurutnya, Kementerian Perindustrian telah menunjukkan niat baik dalam mengontrol impor ilegal dan menerapkan instrumen perlindungan seperti safeguard dan antidumping. Bahkan, langkah administratif sudah diambil, termasuk menyurati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mendesak percepatan implementasi kebijakan.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa niat tersebut harus disertai dengan tindakan konkret lintas kementerian agar industri nasional tak sekadar bertahan, tetapi juga berkembang dan mampu bersaing secara global.