Menteri Transmigrasi Gagas Pembentukan BUMT untuk Dongkrak Ekonomi Transmigran

Bali — Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara mengungkapkan rencana pembentukan Badan Usaha Milik Transmigran (BUMT) sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi masyarakat transmigran. BUMT dirancang menjadi entitas ekonomi berbasis tanah dengan transmigran sebagai pemegang saham utama.
Pernyataan ini disampaikan Iftitah saat membuka Rapat Kerja Teknis Ketransmigrasian Nasional yang digelar di Bali Convention Center, 28–29 Juli 2025. Ia menekankan bahwa forum tersebut bertujuan menyelaraskan visi dan langkah antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan program transmigrasi ke depan.
“Transmigran bukan lagi sekadar pekerja. Mereka akan menjadi pemilik, bermitra secara setara dengan sektor swasta, dan memiliki akses dari hulu ke hilir. Ini adalah peta jalan kita ke depan. Tanah transmigrasi bukan hanya dimanfaatkan, tapi dikelola bersama sebagai aset produktif,” tegas Iftitah, Senin (28/7). Dikutip dari rri.co.id
Lebih lanjut, Iftitah menyatakan bahwa kehadiran BUMT diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat transmigran secara signifikan. Ia menegaskan bahwa negara harus hadir dalam menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi melalui skema ini.
“Kelompok usaha rakyat harus naik kelas. Dari entitas tradisional menjadi korporasi rakyat. Kemitraan dengan swasta tidak boleh berjalan dalam logika subordinasi, tetapi dalam semangat keadilan dan kesetaraan ekonomi,” ujarnya.
Menurut Iftitah, transmigrasi harus dipandang sebagai instrumen strategis untuk pemerataan kesejahteraan nasional. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sistemik serta akses permodalan melalui BUMT yang terstruktur dan dapat dikembangkan secara nasional.
“Investor, baik nasional maupun global, membutuhkan ekosistem pembangunan yang legal, produktif, dan stabil. Di sisi lain, rakyat membutuhkan akses atas lahan, pekerjaan yang bermartabat, dan kehidupan yang lebih baik,” jelasnya.
Ia menutup dengan menyebutkan bahwa transmigrasi adalah titik temu antara produktivitas dan keadilan sosial. “Ini tentang negara yang hadir, pasar yang produktif, dan jembatan antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan kesejahteraan,” pungkasnya.