Low vs High Angle Shot: Teknik Foto Makanan Terbaik
Zaman sekarang, foto makanan bukan lagi sekadar dokumentasi sebelum makan. Buat banyak orang—termasuk saya dan mungkin juga kamu—memotret makanan itu bagian dari ritual. Kita ingin menangkap momen, suasana, estetika, dan tentu saja… bikin orang lain ngiler saat lihat fotonya.
Kalau kamu sering scroll Instagram, TikTok, atau bahkan review restoran di Google Maps, kamu pasti sadar satu hal: angle foto punya pengaruh besar. Ada foto makanan yang biasa saja, dan ada yang tiba-tiba terasa premium hanya karena sudut pengambilannya tepat.
Dua teknik yang paling sering diperdebatkan adalah low angle shot dan high angle shot.
Keduanya sama-sama populer, tapi memberikan rasa yang sangat berbeda.
Di artikel ini, saya akan membahas secara santai tapi detail:
- Apa itu low angle shot dan high angle shot
- Kapan sebaiknya digunakan
- Contoh menu yang cocok untuk masing-masing angle
- Tips praktis untuk konten kuliner
- Serta bagaimana angle bisa memengaruhi vibe dan branding
Mari kita bahas pelan-pelan, kayak menikmati latte panas di sore hari.
Mengapa Angle Shot Penting dalam Foto Makanan?
Pernah nggak kamu pesan waffle dengan topping es krim, sirup cokelat, dan buah-buahan segar—cantik banget di meja—tapi begitu difoto hasilnya “meh” banget?
Saya pun sering begitu waktu awal belajar food photography. Makanannya sudah bagus, pencahayaannya lumayan, plating oke. Tapi fotonya tetap tidak punya “rasa”.
Setelah saya obrak-abrik banyak referensi, akhirnya saya paham:
Angle adalah bahasa.
Lewat angle, kita bisa menceritakan sesuatu tanpa kata.
- Mau menunjukkan makanan itu premium? Ada angle-nya.
- Mau bilang suasananya hangat dan rame? Ada angle-nya.
- Mau fokus ke detail tekstur? Tinggal pilih angle yang tepat.
Makanya food blogger, fotografer kuliner, sampai pemilik restoran sering menghabiskan waktu ekstra hanya untuk eksperimen angle. Hasil akhirnya memang beda banget.
Dari sinilah muncul perdebatan klasik: low angle shot atau high angle shot?
Apa Itu Low Angle Shot?
Low angle shot berarti memotret makanan dari posisi rendah, kamera mengarah ke atas.
Seolah-olah kamu memandang hidangan itu dari bawah—memberi kesan tinggi, megah, dan dramatis.
Bayangkan ini:
- Tumpukan burger setinggi empat lapis
- Segelas latte dengan foam tebal
- Cake berlayer dengan potongan besar
- Croissant renyah yang “menggunung”
Dari low angle, semuanya terlihat lebih berwibawa.
Bahkan minuman biasa seperti iced lemon tea bisa terlihat fancy dengan teknik ini.
Low angle shot cocok ketika:
✔ Kamu ingin menonjolkan tinggi atau struktur makanan
✔ Makanan punya tekstur yang makin menarik jika dilihat dari samping
✔ Kamu ingin efek premium, elegan, kuat, dan dramatis
Angle ini sering dipakai brand-brand minuman kekinian atau restoran yang ingin menonjolkan signature dish mereka.
Apa Itu High Angle Shot?
Kalau low angle memotret dari bawah, high angle shot adalah kebalikannya: memotret dari atas ke bawah. Banyak orang menyebutnya bird-eye view.
Angle ini memberikan kesan:
- rapi
- bersih
- estetis
- modern
- cocok untuk menunjukkan banyak elemen sekaligus
Contoh makanan atau situasi yang sangat cocok dengan high angle shot:
- Brunch dengan banyak piring
- Pizza, ramen, salad bowl
- Flat-lay aesthetic
- Meja makan yang ditata cantik
- Dessert platter
Ketika kamera berada di atas, kamu bisa menampilkan keseluruhan komposisi tanpa kehilangan detail.
High angle shot sangat ideal jika:
✔ Kamu ingin menampilkan banyak makanan dalam satu frame
✔ Atau sebuah meja makan penuh warna
✔ Kamu ingin vibe yang ramai, hangat, dan mengundang
✔ Kamu suka gaya visual modern-minimalis dan Instagrammable
Low Angle Shot vs High Angle Shot: Mana yang Lebih Unggul?
Sebenarnya tidak ada yang lebih baik. Yang ada hanyalah mana yang lebih sesuai dengan tujuanmu.
Mari kita bandingkan secara sederhana:
Low Angle Shot
- Fokus pada satu makanan
- Menonjolkan tekstur dan tinggi
- Memberi kesan premium, elegan, dramatis
- Cocok untuk burger, cake bertingkat, kopi, minuman tinggi
High Angle Shot
- Menampilkan keseluruhan komposisi
- Ideal untuk meja penuh makanan
- Kesan hangat, rapi, Instagrammable
- Cocok untuk pizza, ramen, brunch platter, makanan berwarna-warni
Jadi kalau kamu ingin menonjolkan satu menu, pilih low angle.
Kalau kamu ingin menonjolkan vibe dan suasana, pilih high angle.
Bagaimana dengan Dutch Angle Shot?
Nah, selain dua angle populer ini, ada satu lagi angle yang cukup unik—dutch angle shot, teknik memiringkan kamera sehingga horizon tampak diagonal.
Dalam foto makanan, dutch angle tidak selalu jadi pilihan utama, tapi bisa sangat menarik untuk:
- mocktail berwarna cerah
- dessert artistik
- plating modern
- konsep yang ingin terlihat edgy
Angle ini memberi sentuhan playful, artistik, dan tidak formal.
Kalau kamu suka bereksperimen, dutch angle bisa jadi senjata visual yang seru.
Bagaimana Angle Bisa Membuat Konten Makanan Viral?
Percaya atau tidak, banyak brand makanan yang viral bukan karena menu mereka, tapi karena cara mereka memotret makanan.
Contohnya:
- Ada kafe di Jakarta yang konsisten memakai high angle shot untuk semua unggahan. Hasilnya rapi, estetik, dan mudah dikenali.
- Ada juga restoran burger yang sengaja mengambil low angle shot dari dekat, membuat burger tampak menjulang seperti menara mini. Siapa yang nggak tergoda?
Lama-lama, cara memotret menjadi identitas visual.
Orang bisa mengenali brand hanya dari angle fotonya.
Itulah kekuatan fotografi kuliner saat dipadukan dengan strategi branding.
Tips Praktis Memilih Angle untuk Foto Makanan
Kalau kamu masih bingung harus pakai angle apa, berikut panduan paling mudah:
1. Tentukan tujuan foto
Kalau ingin menonjolkan keistimewaan satu menu, pilih low angle.
2. Jumlah objek menentukan
Jika ada banyak piring, lebih aman pakai high angle.
3. Jangan takut eksperimen
Coba dutch angle untuk hasil yang artistik dan unik.
4. Sesuaikan dengan mood brand
- Brand elegan → low angle
- Brand fun dan casual → high angle
Angle adalah storytelling.
Setiap angle mengirimkan pesan berbeda kepada audiens.
Angle Foto adalah Bahasa Visual
Saya sering anggap angle sebagai “rasa” dalam fotografi makanan.
- Low angle berkata:
“Lihat betapa istimewa dan megahnya menu ini.” - High angle berbisik:
“Seru ya? Ayo gabung makan bareng.” - Dutch angle menyapa:
“Santai, yuk kita bikin foto yang beda dari biasanya.”
Setiap angle punya jiwa.
Tugas kita adalah memilih yang paling mewakili cerita makanan itu.
FAQ Seputar Low Angle Shot dan High Angle Shot
1. Apa itu low angle shot dalam fotografi makanan?
Teknik memotret dari posisi lebih rendah dari makanan, cocok untuk menonjolkan tinggi, tekstur, dan struktur.
2. Kapan sebaiknya menggunakan high angle shot?
Saat makanan lebih menarik dilihat dari atas, seperti pizza, salad bowl, ramen, platter, atau meja penuh makanan.
3. Apakah bisa menggunakan dua angle dalam satu sesi?
Bisa banget! Bahkan fotografer profesional selalu mengambil banyak angle untuk kemudian memilih yang terbaik.
4. Angle mana yang paling cocok untuk restoran?
Tergantung jenis menu:
- Menu berlayer → low angle
- Menu flat atau komposisi ramai → high angle
Kesimpulan
Low angle shot dan high angle shot punya fungsi dan keistimewaan masing-masing.
Keduanya penting dan tidak bisa dibandingkan secara mutlak.
Low angle shot:
✔ Menonjolkan detail dan tinggi
✔ Cocok untuk menu premium dan berstruktur
High angle shot:
✔ Menampilkan komposisi menyeluruh
✔ Ideal untuk foto estetik dan suasana makan bersama
Untuk pelaku bisnis kuliner, memilih angle bukan cuma soal estetika.
Ini soal branding, storytelling, dan pengalaman visual yang bisa menggugah rasa lapar hanya lewat layar.
Jadi mulai sekarang, sebelum memotret makanan—jangan buru-buru pencet shutter.
Lihat dari samping, dari atas, dari miring. Pilih angle yang paling menggambarkan cerita dari makanan itu.
Karena setiap hidangan punya kisah, dan setiap angle memberi cara berbeda untuk menyampaikannya.

