Usaha Kuliner Seblak Tak Boleh Dipandang Sebelah Mata

USAHAMUSLIM.ID,MAKASSAR – Di era milenial saat ini kuliner tradisional masih banyak yang masih eksis. Salah satunya adalah seblak, makanan khas Bandung yang cukup eksis di kota Makassar, dan digemari kaum milenial.
Makanan khas Jawa Barat dengan bahan baku kerupuk, makaroni, berpadu bumbu pedas yang gurih ini memang memiliki cita rasa yang menggugah selera dan mengundang banyak peminat.
Penjual kuliner inipun tersebar di mana mana dan semakin mudah dijumpai di kota Makassar, sejak beberapa tahun terakhir ini, kuliner berkuah kental ini mudah ditemukan di sejumlah titik, dari yang menggunakan gerobak, kedai hingga restoran.
Di jalan poros Bumi Tamalanrea Permai (BTP), tepat di depan pagar gedung SMP Negeri 30, Makassar, kita bisa menemukan salah satu outlet yang sejak 2019 lalu telah menjajakan seblak untuk memenuhi selera penikmat seblak di Makassar ini.
Tapi anda salah besar bila mengira pemilik outlet Seblak itu adalah orang Sunda asal Jawa Barat. Dia adalah Syahrul Ramadhan, pria berdarah Bugis asal kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan yang setiap hari membuka dagangannya dari pukul 14.00 siang hingga pukul 22.00 malam.
“Seblak ini memang enaknya dijadikan santapan siang atau malam, makanya kita mulai buka di siang hari hingga malam, Seblak ini juga bisa menjadi menu andalan saat dingin apalagi saat hujan atau setelah hujan, Prospek dari seblak ini hampir sama seperti bakso. Hanya saja dibandingkan bakso yang monoton, topping seblak lebih bervariasi, jadi bisa dibilang pasarnya lebih luas dibandingkan dengan bakso, seperti halnya bakso yang nota bene bukan makanan asli Sulawesi tapi malah jadi tren maka insya Allah seblak juga bisa jadi tren nantinya.” ujarnya.
Makanan khas ini memang patut menjadi kuliner favorit, terutama untuk kaum milenial yang hobby berburu kuliner yang menggugah selera. Berangkat dari situlah, Syahrul kepincut untuk membuka usaha seblak.
“Dulu waktu saya masih bekerja di perusahaan Farmasi di Makassar ini, saya sering menjelajah berburu kuliner untuk makan siang. Juga sering mengikuti food blogger di youtube maupun instagram, nah di situ saya melihat banyak sekali yang mereview kuliner yang satu ini. Maka begitu saya resign dari pekerjaan, saya langsung kefikiran untuk membuka usaha kuliner Seblak ini, dan ternyata prospeknya bagus,”katanya.
Meskipun dirinya mengaku tidak pernah tinggal di Jawa Barat, tidak pernah belajar langsung kepada orang Sunda mengenai cara meracik Seblak dan hanya belajar secara otodidak, namun setelah melewati sejumlah rangkaian percobaan, akhirnya saat ini racikan seblaknya telah memiliki resep dan takaran sendiri.
Melihat pertumbuhan bisnis yang positif, pria berusia 27 tahun ini, dalam waktu dekat berencana akan mengembangkan usahanya ini dengan menambah jumlah outlet dengan tetap mengusung konsep “street food”.
“Saya merasa nyaman dengan konsep street food tetapi dengan menu-menu ala resto, sebab dengan konsep outlet seperti ini, orang tidak segan untuk mampir, dan memang bahan-bahan yg kami pakai adalah bahan-bahan premium yang biasa dipakai di resto.” katanya.
Ayah dari dua orang anak itu, tidak memerinci waktu persisnya, namun usaha untuk pengembangannya telah direncanakan sejak jauh-jauh hari, dengan menyisihkan sebagian keuntungan untuk dijadikan sebagai modal.
“Alhamdulillah omzet harian dari usaha ini, bisa mencapai Rp 1,3 juta sampai Rp 1,8 juta per hari, sebagian dari keuntungan yang kami peroleh disisihkan untuk modal penambahan outlet. Yah, Alhamdulillah lumayan besar feedbacknya, Pak.” katanya lagi.
Biaya-biaya lain yang diperlukan nantinya adalah untuk promosi dan pengembangan cabang, termasuk biaya untuk menjadi merchant di layanan pesan antar online.
Bicara menu, Syahrul Ramadhan juga berinovasi dengan menyediakan 20 jenis varian seblak dengan isi yang beraneka ragam, seperti ada seblak sosis, seblak ceker, seblak kepiting, seblak bakso sapi, seblak otak-otak, seblak udang, dan lain-lain, dengan sensasi pedas yang berlevel serta kisaran harga mulai Rp 17.000 untuk small size dan Rp 29.000 per porsi untuk large size.
Dengan ragam menu yang tersaji, Syahrul memproyeksikan usaha ini hanya butuh tiga sampai empat bulan saja untuk balik modal. Syaratnya, omzet harian harus mencapai Rp 2 juta sampai Rp 3 juta, dengan margin sebesar 50 persen. (UM/Khairil Anas)