Bagaimana Islam Menyikapi Aksi Boikot Produk?

USAHAMUSLIM.ID, MAKASSAR – Seruan untuk memboikot sejumlah produk dan barang dagangan dari luar negeri, kembali merebak menyusul terjadinya kembali agresi militer di tanah Palestina oleh penjajah zionis Israel.
Munculnya seruan yang berlangsung secara global itu untuk memberikan tekanan ekonomi terhadap Israel dan perusahaan multinasional yang dianggap ‘terlibat’ dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina. Dilansir dari Al Jazeera, akhir pekan kemarin, seruan yang disampaikan oleh gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) itu menyebut dirinya sebagai gerakan yang dipimpin Palestina untuk perdamaian, keadilan dan kesetaraan.
Kita mundur sedikit ke beberapa waktu yang lampau, sejumlah pihak juga menyerukan aksi boikot beberapa produk pihak tertentu karena telah melecehkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta sejumlah aksi boikot yang berkali-kali diserukan dengan banyak alasan yang berbeda-beda.
Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai aksi boikot produk tersebut ditinjau dari pandangan fiqih Muamalah?
Dalam edisi kali ini, usahamuslim.id akan mengangkat sebuah tema khusus yang menjelaskan mengenai apa dan bagaimana ‘Pemboikotan’ terhadap produk tertentu menurut pandangan Islam.
Ustadz Muhammad Yasir, Lc., MH. menjabarkan, bahwa secara runut fiqih muamalah yang membahas mengenai pemboikotan dapat dibagi dalam beberapa poin, yakni
Pertama, bahwa membuat dan melakukan aksi-aksi dan perbuatan yang menghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilarang sebagaimana konsensus ulama. Bahkan, hal tersebut bertentangan dengan prinsip perdamaian dan kemanusiaan serta membuka permusuhan antarumat beragama.
Kedua, membela kemuliaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai sosok teladan umat Islam menjadi tuntunan, sebagaimana firman Allah Subhanahu WA Ta’Ala. “Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan agar kalian semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkannya, membesarkanya, dan bertasbih kepada-Nya pagi dan petang.” (QS al-Fath: 8-9).
Ketiga, bentuk pembelaan tersebut di antara boikot produk dengan tidak mengonsumsi, tidak menjual, dan tidak mendistribusikan produk-produknya sesuai kemampuan maksimumnya.
Keempat, tuntunan boikot adalah memastikan daftar produk yang harus diboikot itu benar adanya serta mempertimbangkan skala prioritas. Produk yang menjadi kebutuhan tersier lebih didahulukan untuk diboikot daripada produk dalam skala sekunder. Begitu pula produk-produk sekunder lebih didahulukan untuk diboikot daripada produk-produk primer. Karena itu, boikot dengan kriteria dan kemampuan maksimalnya adalah tuntunan Islam.
Boikot produk tersebut tidak hanya terkait dengan momentum penghinaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi juga sebagai bentuk perjuangan membantu saudara-saudara Muslim atau kemanusiaan dalam membebaskan tanah airnya dari penjajahan. Idealnya, belilah produk perusahaan/pihak yang jelas keberpihakannya pada kemanusiaan dan masyarakat.
Hanya saja menurut ustadz Muhammad Yasir, dalam sebuah kajian jarak jauh, beliau mengatakan bahwa, yang berhak melakukan pemboikotan terhadap sebuah produk adalah “Waliyyul Amri” dalam hal ini penguasa negeri yang diwakili oleh juru hukum di negeri tempat kita berada.
“Jadi pemboikotan itu diputuskan oleh pengadilan, karena berdasarkan permintaan dan pengajuan dari sejumlah pihak dengan berbagi alasan yang dapat diterima dan dibuktikan dengan benar,” jelasnya.
Saat menyampaikan materi kajian melalui aplikasi zoom, yang diikuti sejumlah peserta dari berbagai daerah di Indonesia itu, pendakwah yang juga merupakan pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia Pusat itu menjelaskan, Waliyul Amri atau penguasa negeri, akan mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memutuskan untuk melakukan pemboikotan, terutama mengenai jaminan kemaslahatan terhadap rakyat.
“Pemerintah wajib memastikan apakah kebutuhan rakyat bisa tetap terpenuhi setelah dilakukan pemboikotan tersebut. Waliyul Amri tidak boleh seenaknya melakukan aksi boikot terhadap suatu produk hanya dengan mengikuti kehendak sejumlah pihak atau kelompok tertentu, tanpa melakukan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang ailainya jauh lebih penting. Seperti itulah Islam menjaga dan menjamin kemaslahatan umat manusia.” tegasnya.
Memang benar, setiap Muslim mengemban perintah berjuang melawan musuh-musuh agama dan tanah airnya melalui berbagai bentuk perjuangan. Tugas dan perintah tersebut wajib dilakukan menurut kesanggupannya masing-masing, dengan tangan atau tenaga, dengan lidah, dengan hati, termasuk dengan pemboikotan dan segala bentuk perjuangan lain, yang bertujuan untuk melemahkan musuh dan melumpuhkan kekuatannya wajib dilakukan oleh muslim, sebatas kemampuannya dan dalam batas kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dengan catatan semua bentuk perjuangan itu dilaksanakan di bawah bendera negara, di belakang Waliyul Amri. (UM)