Kemenkop UKM: UMKM Butuh Ekosistem Terintegrasi, Bukan Sekadar Pembiayaan

Jakarta — Deputi Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Riza Damanik, menegaskan bahwa pemberdayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak bisa hanya mengandalkan satu aspek, seperti pembiayaan atau pelatihan. Ia menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh dengan membangun ekosistem yang sehat dan terintegrasi agar UMKM bisa naik kelas dan berkontribusi lebih besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kalau pendekatannya hanya pembiayaan atau pelatihan, hasilnya tidak maksimal. Tidak cukup juga jika hanya fokus pada pemasaran atau modal,” kata Riza dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum bertajuk Peran Pembiayaan Ultra Mikro terhadap Perekonomian Nasional dalam Membantu Pengentasan Kemiskinan, Rabu (23/7).
Riza menyebut bahwa kemudahan perizinan juga menjadi strategi penting pemerintah dalam mendorong UMKM. Perizinan, kata dia, membuka akses pelaku usaha terhadap sertifikasi, fasilitas pembiayaan, hingga peningkatan daya saing. Hingga kuartal II 2025, sebanyak 1,4 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) telah diterbitkan, menjadikan total akumulasi penerbitan sejak 2021 mencapai 12,98 juta atau 83,72% dari target RPJMN 2025–2029.
PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menjadi salah satu pendorong utama percepatan penerbitan NIB, dengan capaian 2,25 juta nasabah. “Dengan NIB, pelaku UMKM bisa mendapatkan sertifikasi halal secara gratis dan akses pembiayaan,” ujar Riza. Dikutip dari detik.com
Namun demikian, tantangan masih ada. Menurut ekonom senior INDEF, Aviliani, banyaknya sertifikasi yang dibutuhkan pelaku UMKM justru menjadi hambatan. Ia mengkritik rumitnya birokrasi perizinan yang tak sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan percepatan dalam berbagai sektor.
“UMKM harus mengurus banyak sertifikat: izin usaha, halal, dan lainnya. Harusnya cukup satu pintu saja. Jangan sampai semangat mempersulit lebih besar daripada mempermudah,” sindir Aviliani.
Sementara itu, Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Ismed Saputra, menyampaikan bahwa pembiayaan ultra mikro (UMi) pada 2025 ditargetkan menjangkau 1,47 juta debitur dengan total nilai Rp9,4 triliun. Hingga semester I, realisasinya telah mencapai Rp3,79 triliun dengan 745.653 debitur atau 50,7% dari target.
PT PNM, salah satu penyalur utama UMi, bekerja sama dengan PIP dengan plafon pembiayaan hingga Rp2,5 triliun. Dana ini disalurkan secara bertahap berdasarkan rencana pencairan yang telah ditentukan.
Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, menekankan bahwa pemberdayaan UMKM tak hanya soal modal, tetapi juga soal rekayasa sosial — yakni membangun ekosistem pendukung dan menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat, terutama di pedesaan, untuk menjadi pelaku usaha.
“Kami membina 920 ribu kelompok nasabah Mekaar, banyak di antaranya bahkan belum pernah menjalankan usaha sebelumnya,” jelas Arief.
Saat ini, PNM Mekaar telah menjangkau 22,4 juta nasabah dan terus melakukan aktivitas literasi keuangan, inklusi, serta pemberdayaan masyarakat melalui berbagai program. PNM juga aktif menghimpun dana dari 46 bank, pasar modal, dan menerbitkan instrumen seperti Orange Bond yang fokus pada pemberdayaan perempuan.
“Tujuan kami bukan hanya menyalurkan dana, tapi memastikan keberlanjutan usaha dan UMKM bisa naik kelas. Ini tanggung jawab moral kami,” tutup Arief.