Kebijakan Tarif Trump Guncang Asia Tenggara, Pemimpin ASEAN Koordinasi Cari Solusi

Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengejutkan dunia dengan kebijakan proteksionisnya. Kali ini, ia menetapkan tarif bea masuk baru terhadap sejumlah negara, termasuk beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Langkah sepihak tersebut langsung memicu reaksi dari para pemimpin kawasan. Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong segera menjalin komunikasi melalui sambungan telepon untuk merumuskan respons bersama.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang memimpin koordinasi sebagai Ketua ASEAN saat ini, mengungkapkan percakapan tersebut melalui unggahan di akun Instagram resminya pada Jumat (4/4/2025).
“Hari ini saya berkesempatan berdiskusi melalui telepon dengan para pemimpin negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Singapura, untuk berbagi pandangan dan mengoordinasikan tanggapan bersama terkait masalah tarif timbal balik Amerika Serikat,” tulis Anwar.
Dalam pernyataannya, Anwar juga menegaskan pentingnya membangun konsensus di antara negara-negara ASEAN. Ia menekankan bahwa prinsip keadilan dan kesetaraan harus menjadi fondasi dalam setiap negosiasi perdagangan internasional, termasuk dengan mitra dialog seperti Amerika Serikat.
“Insyaallah, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN minggu depan akan terus membahas masalah ini dan mencari solusi terbaik bagi seluruh negara anggota,” lanjutnya.
Tarif yang dikenakan oleh AS bervariasi untuk setiap negara. Malaysia dan Brunei masing-masing dikenai tarif sebesar 24%, Indonesia 32%, Filipina 17%, dan Singapura 10%.
Dampak dari kebijakan ini pun mulai dirasakan di pasar keuangan. Bursa saham utama Vietnam mencatat penurunan tajam sebesar 6,2% pada Kamis (3/4/2025), menjadi penurunan harian terbesar dalam empat tahun terakhir. Pasar saham di negara ASEAN lain seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura juga ikut tertekan.
Sementara itu, nilai tukar mata uang regional ikut melemah. Mengutip Bloomberg, pada Sabtu (5/4/2025), Baht Thailand merosot 0,8% terhadap Dolar AS. Dong Vietnam dan Ringgit Malaysia juga mengalami penurunan nilai.
Situasi ini menunjukkan betapa besar dampak kebijakan ekonomi AS terhadap stabilitas kawasan, dan semakin menguatkan pentingnya solidaritas ASEAN dalam menghadapi tantangan global.
Dilansir dari detik.com