Fiqih Muamalah

Konsep Dasar dan Rukun Jual Beli dalam Islam

Yang Harus Diperhatikan

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang dengan kasih sayang-Nya diciptakan oleh-Nya siang dan malam, matahari dan bulan, serta bintang-bintang yang mengorbit sesuai garis edarnya seraya berdzikir kepada-Nya. Shalawat dan salam tercurah limpahkan kepada yang tekasih Sayyidul Anbiya’ Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam yang melalui perantara kesabaran serta keindahan akhlak beliau, Islam dan syari’atnya tersebar luas membumi yang diteruskan oleh para sahabat dan ulama-ulama yang senantiasa teguh di atas petunjuk hingga hari ini. Semoga Allah merahmati mereka.

Jual beli merupakan salah satu bentuk transaksi yang paling banyak dipraktikkan di dunia ini, jual beli juga merupakan bentuk paling dasar dari transaksi antara dua pihak serta merupakan transaksi yang pertama kali ada dalam sejarah yaitu dengan adanya sistem barter. Di dalam Islam, tentu saja jual beli diatur sedemikian rupa agar terwujud keadilan dan maslahat untuk seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim tentu saja wajib mengetahui aturan jual beli dalam Islam dari dasarnya.

 

Definisi Jual Beli Dalam Islam

Definisi jual beli dalam Islam sendiri mengandung 2 jenis definisi.

Definisi jual beli secara bahasa

أخذ شيء و إعطاء شيء آخر

“Mengambil sesuatu dan memberikan hal lainnya”

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa segala jenis pertukaran termasuk kedalam definisi jual beli dalam bahasa Arab.

Definisi Jual Beli Secara Istilah

مبادلة مال – ولو في الذّمّة – أو منفعة مباحة بمثل أحدهما على التّأبيد غير الربا والقرض

Pertukaran harta -meskipun dalam tanggungan- atau manfaat yang mubah dengan yang semisalnya secara permanen, selain riba maupun qardh

Maka dari sini kita melihat bahwa Islam mengecualikan riba dan qardh dari definisi akad jual beli dan memberikannya hukum khusus, kita juga memahami bahwa jual beli bisa dilakukan dalam harta berjenis barang ataupun manfaat serta dilakukan untuk memindahkan kepemilikan secara permanen.

 

Dalil Disyariatkannya Jual Beli

Islam membolehkan jual beli dengan dalil yang amat banyak, diantaranya adalah sebagai berikut:

Dalil jual beli dalam al-Qur’an

 

…وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ…

“… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... “ (QS. Al-Baqarah ayat 275)

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

 

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa’ ayat 29)

 

Dalil Jual beli Dalam Hadits

أفضل الكسب بيع مبرور وعمل الرجل بيده

“Sebaik-baiknya penghasilan adalah jual beli yang mabrur, dan pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri” (HR. Ahmad, ath-Thabrani dan selainnya)

 

البيعان بالخيار ما لم يتفرقا

“Kedua pihak yang berjual beli memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah” (Hadits Muttafaq ‘alaih)

 

Dalil Jual Beli Menurut Ijma’

Para ulama sejak zaman Nabi sampai sekarang, telah bersepakat bahwa asal muasal jual beli secara umum hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat islam. Lihat Kitab Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 9:8

 

Dalil Jual Beli Menurut Qiyas

Manusia adalah makhluk sosial yang mana tentu saja membutuhkan satu sama lain, termasuk membutuhkan barang dan jasa di antara mereka. Wasilah untuk mencapai hal tersebut adalah dengan jual beli

 

Nabi dan Rasul Yang Berprofesi Sebagai Pedagang

 

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam

Telah banyak disebutkan dalam berbagai banyak kitab Sirah Nabawiyah bahwa nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam melakukan safar bersama Abu Thalib untuk melakukan perdagangan ke negeri Syam hingga mereka bertemu dengan pendeta bernama buhaira yang mengingatkan Abu Thalib untuk menjaga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam dari kaum Yahudi serta memberitahu bahwa kelak beliau akan mengalami kejadian yang besar (Peristiwa Diutusnya Beliau Menjadi Nabi & Rasul). Setelah dewasa pun Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam juga berdagang untuk Khadijah binti khuwailid sebelum keduanya menikah, di mana Khadijah mengirim salah satu budaknya yang bernama Maysarah untuk menemani nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam dalam perjalanan dagangnya.

Nabi Musa ‘alaihi as-Salam

Disebutkan dalam kitab Shayd al-Afkar fi al-Adab wa al-Akhlaq wa al-Hukm wa al-Amtsal Hal. 190 Juz 1, bahwa nabi Musa ‘alaihi as-Salam bekerja sebagai penggembala kambing disamping pekerjaan beliau sebagai pedagang

 

Nabi Yusuf ‘alayhi as-Sallam

 

وَقَالَ لِفِتْيٰنِهِ اجْعَلُوْا بِضَاعَتَهُمْ فِيْ رِحَالِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَعْرِفُوْنَهَآ اِذَا انْقَلَبُوْٓا اِلٰٓى اَهْلِهِمْ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

 

Dan dia (Yusuf) berkata kepada pelayan-pelayannya, “Masukkanlah barang-barang (penukar) mereka ke dalam karung-karungnya, agar mereka mengetahuinya apabila telah kembali kepada keluarganya, mudah-mudahan mereka kembali lagi.” (QS. Yusuf ayat 62)

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihi as-Salam menukarkan barang untuk mendapatkan makanan dari negeri Mesir yang saat itu diatur oleh nabi Yusuf ‘alaihi as-Salam, maka di sini nabi Yusuf alaihi as-salam melakukan jual beli antara makanan yang disimpan di negeri Mesir dengan barang yang dibawa oleh orang-orang yang datang termasuk saudara-saudara nabi Yusuf ‘alaihi as-Salam


Para Nabi Yang Menggeluti Beragam Profesi Jasa

 

Nabi Nuh ‘alaihi as-Salam

Beliau berprofesi sebagai tukang kayu, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Kasbu karya al-Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani

Nabi Idris ‘alaihi as-Salam

Beliau berprofesi sebagai tukang jahit, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Kasbu karya al-Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani

Nabi Ibrahim ‘alaihi as-Salam

Beliau berprofesi sebagai petani, sebagaimana disebutkan Ahmad ath-Thawil dalam kitab Ittiqail Haram wa asy-Syubhat fi Tholabi ar-Rizq

Nabi Daud ‘alaihi as-Salam

Beliau bekerja sebagai tukang besi, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Anbiya’ ayat 80

وَعَلَّمْنٰهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِّنْۢ بَأْسِكُمْۚ فَهَلْ اَنْتُمْ شَاكِرُوْنَ

 

Dan Kami ajarkan (pula) kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Apakah kamu bersyukur (kepada Allah)?”

Nabi Sulaiman ‘alaihi s-Salam

Beliau disebutkan sebagai orang pertama yang membuat sabun, sebagaimana disebutkan oleh al-Imam ats-Tsa’aliby

Di tengah kesibukan berdakwah pada ummat, mereka para Nabi yang adalah manusia mulia masih sempat bekerja dan berprofesi sedemikian rupa. Maka tentulah kita yang adalah manusia biasa ini, tidak lagi memiliki alasan untuk tidak bekerja dan berusaha.


Klasifikasi
Jual Beli

Para ulama mengklasifikasikan jual beli dari berbagai sisi, berikut adalah klasifikasi dasar dari akad jual beli yang disebutkan para ulama:

Jual beli berdasarkan pertukaran objek akad

  • Barang/manfaat dengan barang/manfaat, maka ini disebut barter atau muqayadhah
  • Uang dengan uang, maka ini disebut sharf
  • Uang dengan barang/manfaat atau barang/manfaat dengan uang, maka inilah jual beli yang biasa kita ketahui dan lakukan

 

Jual beli berdasarkan waktu penyerahan objek akad

  • Uang dan barang/manfaat diserahkan secara langsung di majelis akad, maka ini adalah jual beli seperti biasanya
  • Uang dahulu diserahkan di majelis akad, barang/manfaat diserahkan kemudian di waktu berbeda. Contoh akad jenis ini adalah akad salam
  • Barang/manfaat dahulu diserahkan di majelis akad, uang diserahkan kemudia di waktu berbeda. Contoh akad jenis ini adalah jual beli ta’jil dan taqsith
  • Uang dan barang/manfaat diserahkan setelah majelis akad, maka ini adalah jual beli hutang dengan hutang (kali’ bil kali’) yang diharamkan dalam syariat

 

Jual beli berdasarkan cara penetapan harga

  • Jual beli musawamah, yaitu jual beli tanpa memberitahukan harga modal barang yang dijual
  • Jual beli amanah, yaitu jual beli dengan memberitahukan harga modal barang yang dijual, jenis jual beli ini terbagi menjadi 3:
  • Jual beli murabahah, yaitu jual beli dengan harga modal barang ditambah keuntungan yang disepakati
  • Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga yang sama dengan harga modal barang
  • Jual beli wadhiah, yaitu jual beli dengan harga dibawah harga modal barang

 

Rukun Jual Beli Serta Syarat Yang Berkaitan Dengan Masing-Masing Rukunnya

Rukun dalam agama Islam adalah bermakna sesuatu yang ada dalam suatu amalan yang harus dikerjakan, jika ditinggalkan maka amalan tersebut batal atau tidak sah. sementara syarat adalah hal yang bukan merupakan bagian dari sesuatu namun ketiadaannya menyebabkan kecacatan atau ketidaksempurnaan sesuatu tersebut dari sisi keberlakuan hukumnya. Maka begitu juga dalam jual beli, terdapat rukun serta syarat sebagai berikut :

 

Pihak-pihak yang berakad

Pihak-pihak yang berakad menjadi rukun dalam semua akad tak terkecuali jual beli, pihak dalam akad jual beli tentunya adalah penjual dan pembeli. Dan terdapat syarat-syarat bagi kedua belah pihak yang berakad, yaitu :

  • Memiliki kecakapan hukum untuk melaksanakan akad

Kecakapan hukum ini ditentukan dengan baligh, berakal dan rasyid (rasional dalam memakai harta). Maka tidak diterima akad jual beli yang dilakukan orang gila, anak kecil (kecuali pada nilai uang yang kecil dan barang yang murah) dan orang yang tidak rasional dalam membelanjakan hartanya atau yang biasa disebut dengan safih kecuali dengan izin walinya.

Dalil dari syarat tersebut adalah:

وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاۤءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا

 

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” (QS. an-Nisa ayat 5)

  • Saling ridha antar pihak-pihak yang berakad

Para pihak yang berakad tentu saja harus saling ridha dengan transaksi yang mereka lakukan, maka tidak sah akad yang didasarkan atas paksaan dan ancaman dari salah satu pihak.

Dalil dari syarat tersebut adalah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa ayat 29)

  • Pihak yang berakad harus memiliki objek jual beli atau diberikan kuasa atas objek jual beli

Maka tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki dan belum diterima kecuali dalam beberapa keadaan yang dikecualikan dalam syariat, seperti akad salam dan istishna.

Dalil dari syarat ini adalah:

لا تبع ما ليس عندك

“Janganlah engkau menjual barang yang tidak engkau miliki” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

 

Objek Jual Beli

Objek jual beli adalah barang, manfaat atau uang yang dipertukarkan dalam akad jual beli. Objek jual beli sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tsaman (harga) dan mutsman (hal yang ditukar dengan tsaman yaitu barang atau manfaat). Objek jual beli memiliki 3 syarat, yaitu :

  • Objek jual beli harus telah diketahui kedua belah pihak pada saat melakukan akad

Maka tidak boleh ada bias soal informasi objek jual beli saat dilakukan akad jual beli. Informasi mengenai objek tersebut bisa didapatkan dari 2 hal :

 

  • Dilihat secara langsung

  • Disifati dengan sifat yang menghilangkan ketidakjelasan.

Ini menjadi tanggung jawab pihak yang mensifati objek tersebut. Dalil dari syarat tersebut adalah

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الغرر وبيع الحصاة

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam melarang jual beli hashah dan jual beli gharar” (HR. Muslim)

  • Objek jual beli harus bisa diserahterimakan

Maka tidak boleh menjual kambing yang masih berlarian di savana, menjual barang yang belum tentu ditemukan, menjual jasa dari keahlian yang baru ingin dipelajari, serta barang atau manfaat yang belum tentu bisa direalisasikan

Dalil dari syarat tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الغرر وبيع الحصاة

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam melarang jual beli hashah dan jual beli gharar” (HR. Muslim)

  • Objek jual beli harus merupakan barang atau manfaat yang mubah (atau halal)

Maka tidak boleh menjual babi, khamr, anjing, rokok dan lain sebagainya.

Dalil dari syarat tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam

إن الله إذا حرم على قوم أكل شيء حرم عليهم ثمنه

Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu maka ia juga akan mengharamkan atas mereka harganya” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

 

Shighat

Shighat adalah tindakan yang berasal dari para pihak yang melakukan akad jual beli yang mana hal itu menunjukkan keridhaannya, shighat adalah berupa :

    • Ijab.

    Yaitu tindakan yang keluar pertama kali baik dari pembeli ataupun penjual

    • Qabul.

    Yaitu jawaban atas ijab

    Sementara shighat sendiri bisa dilakukan dengan ucapan, tulisan, isyarat, serta tindakan lainnya yang menunjukkan keridhaan dan keinginan untuk bertransaksi.

    Demikianlah dasar-dasar jual beli dalam Islam, semoga Allah selalu menjaga kita dalam berusaha melakukan transaksi jual beli yang halal.

    Wallahu a’lam

    Abu Mujahid Ahmad Suryana, B.B.A., D.B.A.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button