Almaz Fried Chicken: Rahasia Laris & Viral di 2025!

Almaz Fried Chicken – Beberapa bulan terakhir, saya sering mendengar nama Almaz Fried Chicken disebut-sebut di media sosial. Awalnya saya pikir ini cuma hype sesaat karena situasi konflik Israel–Palestina yang membuat banyak orang di Indonesia semangat mendukung gerakan boikot brand asing. Tapi makin lama, rasa penasaran saya justru bertambah: apa benar ayam goreng satu ini memang enak? Atau cuma gimmick marketing belaka?
Awal Mula Saya Mengenal Almaz Fried Chicken
Jujur, saya termasuk yang dulu setia dengan brand-brand ayam goreng internasional. Tapi sejak seruan boikot makin kencang, saya jadi mikir, “Kenapa nggak coba brand lokal saja?” Nah, di situlah saya mendengar Almaz Fried Chicken yang katanya disebut-sebut “versi lokalnya Albaik” dari Arab Saudi.
Ternyata, mereka bukan sekadar ikut-ikutan. Dari yang saya baca, sejak berdiri di tahun 2024, Almaz berkembang luar biasa cepat. Bayangkan saja, baru setahun jalan, sudah punya lebih dari 70 outlet di Indonesia, dengan omzet per outlet bisa tembus Rp40 juta per hari.
Pertama Kali Saya Mampir ke Outletnya
Waktu itu saya mampir ke salah satu outlet Almaz yang lokasinya nggak jauh dari rumah. Saya kaget karena parkiran penuh, antrian panjang, bahkan driver ojol pun berjejer sampai ke depan pintu. Dalam hati saya mikir, “Wah, kayaknya ini bukan sekadar viral.”
Begitu ngobrol dengan salah satu karyawan, saya jadi makin paham kenapa brand ini bisa ngebut banget pertumbuhannya. Ternyata ada empat hal yang mereka pegang teguh.
1. Bisnis dengan Sentuhan Kemanusiaan
Sejak awal, Almaz sudah nunjukin kepedulian mereka. Setiap harinya, 5% keuntungan disumbangkan untuk Palestina. Nggak cuma itu, mereka juga punya program berbagi di dalam negeri: setiap omzet Rp1 juta/hari/outlet, mereka sediakan 5 paket ayam gratis buat orang-orang yang butuh.
Saya sempat hitung-hitung, kalau satu outlet sehari dapat Rp40 juta, artinya ada 200 paket gratis dibagikan. Menurut saya, langkah ini bikin orang merasa mereka bukan cuma beli ayam, tapi juga ikut berbuat baik.
2. Punya Rasa dan Menu yang Nggak Biasa (Unique Selling Point)
Jujur, pasar ayam goreng di Indonesia itu udah kayak jamur di musim hujan—di mana-mana ada. Tapi Almaz punya menu yang beda: ada sambal bawang, saus garlic, dan yang paling bikin penasaran, nasi kebuli. Nasi kebuli ini ternyata dari brand saudara mereka, Nasi Kebuli Abuya, jadi rasanya udah terjamin.
3. Rasa yang Diperjuangkan, Bukan Sekadar Ikut Tren
Tim Almaz nggak main-main soal rasa. Mereka sampai bela-belain beli Albaik asli buat dianalisis. Hasilnya, mereka nemuin kalau ayam yang pakai bahan fresh (bukan frozen) itu jauh lebih meresap bumbunya. Saya cobain sendiri, dan memang beda. Kulitnya renyah, dagingnya gurih sampai ke dalam. Rasanya bukan cuma “lumayan”, tapi beneran bikin pengen balik lagi.
@carikulinermks🔥 Yang ditunggu-tunggu akhirnya buka di Makassar! Ayam Saudi No.1 di Indonesia, Almaz Fried Chicken, resmi hadir pertama kalinya di Karebosi, Jalan Ahmad Yani! Cobain ayam goreng khas Saudi yang crispy di luar, juicy di dalam, bumbunya meresap sampai ke tulang, plus sambal bawang dan saus garlic yang bikin nagih! Selain ayam, ada nasi kebuli berempah, burger, susu kurma, sampai Qahwa alias kopi Arab. Tempatnya juga nyaman, ada playground & musholla. 📍@almazfriedchicken.karebosi , Jalan Ahmad Yani, Makassar Yuk, warga Makassar, jangan sampai ketinggalan!
4. Teknologi dan Tim yang Berpengalaman
Yang saya kagumi, mereka nggak pelit investasi. Dari mesin marinasi sampai kompor pengatur suhu, semuanya modern. Belum lagi karyawannya, banyak yang dulunya kerja di KFC atau McDonald’s tapi kena imbas boikot. Artinya, mereka sudah punya pengalaman, tinggal diarahkan sesuai visi Almaz.
Kenapa Almaz Bisa Meledak?
Kalau saya rangkum, Almaz itu paham banget apa yang orang Indonesia mau saat ini:
- Banyak yang ingin menghindari produk yang terafiliasi dengan Israel.
- Banyak juga yang penasaran pengen cobain ayam Albaik, tapi jauh banget harus ke Arab Saudi.
Almaz datang sebagai jawaban dari dua keresahan itu. Rasanya mirip, harganya lebih ramah di kantong, dan ada nilai kepedulian yang bikin orang merasa ikut berkontribusi.
Peran Media Sosial yang Nggak Main-Main
Satu lagi yang saya notice: mereka jago banget main di media sosial. Mulai dari konten yang nyentuh hati, cerita-cerita berbagi, sampai update ekspansi outlet. Kalau mereka cuma mengandalkan spanduk di depan toko, mungkin nggak akan segencar sekarang.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Almaz?
Saya jadi kepikiran, dari kisah singkat tapi luar biasa ini, kita bisa belajar banyak:
- Timing itu penting. Mereka hadir di saat orang lagi cari alternatif brand, dan mereka mengisi kekosongan itu dengan tepat.
- Beda itu perlu. Nggak semua orang mau ayam goreng yang “gitu-gitu aja”. Menu khas bikin mereka menonjol.
- Peduli itu nggak pernah rugi. Justru itu yang bikin pelanggan datang dengan hati lebih ringan.
- Digital marketing sekarang jadi nyawa. Nggak tampil di media sosial berarti setengah jalan usaha sudah tertutup.
Penutup: Almaz, Bukti Brand Lokal Bisa Bersaing
Dulu saya ragu, sekarang saya malah jadi pengen balik lagi ke outlet Almaz. Bukan cuma karena rasanya, tapi karena cerita di baliknya yang bikin saya ngerasa ikut berbuat baik.
Kalau kamu lagi merintis usaha, mungkin kisah Almaz ini bisa jadi inspirasi. Kadang, yang bikin usaha jalan bukan cuma soal produk enak atau harga murah, tapi juga bagaimana kita nyentuh hati orang lewat apa yang kita tawarkan.