Bea Cukai Perketat Pengawasan di PLB, Cegah Barang Impor Ilegal Masuk Pasar Domestik

Jakarta – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan pengawasan terhadap aktivitas impor melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) terus diperketat. Langkah ini diambil guna mencegah rembesan barang impor ilegal masuk ke pasar domestik tanpa memenuhi kewajiban perpajakan dan kepabeanan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, menegaskan bahwa meskipun PLB menawarkan beragam fasilitas untuk menarik investasi, pengawasan tetap dilakukan secara ketat. Fasilitas yang diberikan, antara lain penangguhan bea masuk dan pajak impor (PDRI), hanya berlaku selama barang tetap berada dalam area PLB.
“Perusahaan bisa menikmati fasilitas di PLB. Namun, jika barang dikeluarkan dan dijual di pasar dalam negeri, maka seluruh kewajiban pajak dan bea masuknya harus dipenuhi,” ujar Askolani dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (19/5/2025).
PLB sendiri merupakan kawasan penimbunan berikat yang diperuntukkan bagi barang impor maupun lokal. Selain fleksibilitas asal dan tujuan barang, fasilitas PLB juga memungkinkan penimbunan hingga tiga tahun atau lebih.
Askolani menambahkan, barang impor yang masuk ke PLB tidak mendapatkan insentif harga lebih murah dibanding impor langsung. Sebaliknya, apabila barang dikeluarkan dari PLB tanpa prosedur yang benar, maka akan dikenai bea masuk dan pajak sesuai ketentuan.
“Tidak ada keuntungan harga bagi barang dari PLB untuk konsumsi domestik. Semua akan dikenai tarif normal jika masuk pasar dalam negeri,” tegasnya.
Dalam konteks ekspor, PLB justru memberikan kemudahan dengan memfasilitasi perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan pengiriman ke luar negeri. Hasilnya, volume ekspor dari kawasan PLB menunjukkan tren peningkatan yang konsisten.
Sepanjang tahun 2023 hingga 2024, DJBC mencatat rata-rata 220 penindakan per tahun terhadap pelanggaran di kawasan berfasilitas. Sedangkan dari Januari hingga Mei 2025, sudah ada 81 kasus penindakan terhadap barang-barang ilegal atau pelanggaran tarif bea masuk, yang didominasi produk tekstil dan aksesoris (16%), elektronik, balpres, besi-baja, serta mesin.
“Pengawasan dilakukan baik secara fisik maupun administratif, termasuk melalui pemantauan CCTV dan audit berkala,” jelas Askolani.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengingatkan agar fasilitas PLB tidak disalahgunakan untuk melegalkan barang impor yang sejatinya diperuntukkan bagi ekspor, namun justru masuk ke pasar domestik.
“Tujuan PLB sangat baik, tetapi pengawasan harus maksimal. Jangan sampai ini menjadi celah bagi masuknya barang ilegal yang melemahkan upaya industrialisasi nasional,” kata Misbakhun.