Copywriting vs Content Writing: Bedanya Apa dan Kapan Digunakan?

Belajar dari Pengalaman Seorang Freelancer Digital Marketing
Copywriting vs Conten Writing – Beberapa waktu lalu, seorang freelancer pemula bernama Raka mendapatkan klien pertamanya di bidang digital marketing. Saat itu, ia diminta menulis konten untuk sebuah brand skincare lokal. Semangat, ia langsung menyusun artikel sepanjang 1.000 kata berisi edukasi tentang perawatan kulit, lengkap dengan referensi ilmiah dan gaya bahasa yang ringan.
Namun saat hasilnya dikirim, klien hanya balas singkat:
“Bagus sih… tapi kok gak jualan, ya?”
Raka bingung. Ia merasa sudah menulis dengan serius. Tapi ternyata, yang diminta klien bukan sekadar tulisan informatif. Mereka ingin tulisan yang bisa menggiring pembaca untuk beli produk.
Di sinilah Raka mulai menyadari bahwa ada perbedaan besar antara content writing dan copywriting — dua istilah yang sering disangka sama, padahal tujuannya sangat berbeda.
Perbedaan Utama: Edukasi vs Aksi
Content Writing = Edukasi dan Engagement
Content writing adalah tulisan yang bertujuan memberi nilai, informasi, atau edukasi. Biasanya bentuknya artikel blog, email newsletter, atau caption media sosial yang sifatnya membangun hubungan dengan audiens.
Tulisan ini tidak selalu langsung mengajak pembaca untuk beli. Tapi ia menanamkan trust.
Contoh dari Raka waktu itu:
“Apa Itu Skin Barrier dan Kenapa Harus Dijaga?”
Isi artikelnya bagus, rapi, dan berguna. Tapi tidak mendorong pembaca untuk ambil keputusan.
Copywriting = Mengajak Bertindak (Beli, Klik, Daftar)
Sebaliknya, copywriting lebih pendek dan to the point. Tujuannya jelas: mengarahkan orang untuk mengambil tindakan. Bisa beli produk, klik link, isi form, atau subscribe.
Copywriting sering muncul di halaman penjualan, iklan, judul email, bahkan CTA di tombol.
Contoh yang benar-benar diinginkan klien Raka:
“Kulitmu Kering dan Kusam? Coba Serum Baru Kami – Diskon 20% Hari Ini!”
Singkat, padat, dan langsung nendang.
Kesalahan Umum: Salah Tempat, Salah Gaya
Raka akhirnya sadar, banyak orang terjebak seperti dirinya. Menulis panjang lebar di halaman produk (padahal butuh copywriting), atau terlalu promosi di artikel blog (padahal butuh content writing).
Dia mulai belajar dari berbagai sumber, dan menyusun satu prinsip sederhana:
“Kalau tujuannya meyakinkan, pakai content writing.
Kalau tujuannya menggerakkan, pakai copywriting.”
Kapan Menggunakan Content Writing?
🔹 Artikel blog → Untuk menjelaskan topik secara mendalam.
🔹 Email edukatif → Untuk menjaga hubungan dengan pelanggan.
🔹 Konten media sosial → Untuk membangun brand voice dan engagement.
🔹 E-book atau panduan gratis → Untuk membangun kepercayaan.
Contoh:
“7 Bahan Alami untuk Mengatasi Jerawat yang Aman untuk Kulit Sensitif”
Kapan Menggunakan Copywriting?
- Landing page produk
- Headline iklan digital
- CTA tombol atau banner
- Email promosi penjualan
Contoh:
“Flash Sale 12 Jam – Beli Sekarang Sebelum Kehabisan!”
Trik yang Dipelajari Raka
Setelah beberapa bulan latihan dan revisi dari klien, Raka akhirnya mulai lihai membedakan dua pendekatan ini. Ia membuat template khusus untuk memisahkan mana tulisan edukatif, mana tulisan persuasif.
BACA JUGA: Rahasia Content Marketing: Strategi Ampuh untuk Meningkatkan Penjualan Tanpa Iklan Mahal!
Tips dari Raka:
- Gunakan content writing untuk membangun kredibilitas dulu
- Sisipkan copywriting di akhir konten atau saat pembaca sudah cukup “hangat”
- Jangan mencampur dua gaya ini dalam satu paragraf — bisa bikin pembaca bingung
- Belajar dari iklan-iklan digital: pendek, tajam, dan emosional
Penutup: Sama-Sama Penting, Tapi Tahu Tempatnya
Banyak orang bilang content writing dan copywriting itu sama saja. Tapi dari pengalaman Raka, perbedaannya sangat signifikan — dan bisa berdampak besar pada hasil kampanye digital marketing.
Kalau salah tempat, bukan cuma buang waktu. Bisa-bisa hasilnya nol besar.
Jadi, sebelum menulis, tanyakan dulu pada diri sendiri (atau klien):
“Apa tujuan tulisan ini?”
“Mau bikin pembaca paham, atau mau mereka langsung klik dan beli?”
Karena pada akhirnya, menulis untuk digital marketing bukan cuma soal gaya bahasa. Tapi soal strategi komunikasi yang tepat guna.
Pernah salah pakai copywriting dan content writing juga?
Yuk sharing di kolom komentar!