Alasan Mengapa Minuman Root Beer Tidak Bisa Mendapat Sertifikasi Halal
Minuman ringan dengan rasa khas dan sensasi soda seperti root beer sudah lama dikenal dan digemari masyarakat Indonesia. Rasanya yang manis dan menyegarkan membuatnya sering muncul di menu restoran cepat saji maupun kafe modern. Namun, banyak umat Muslim ragu mengonsumsinya karena kata “beer” pada namanya memunculkan pertanyaan: apakah minuman ini halal?
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai alasan root beer tidak dapat disertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), meskipun sebagian besar produk ini tidak mengandung alkohol sama sekali.
Asal Usul dan Kandungan Root Beer
Nama root beer berasal dari bahan utama pembuatannya, yaitu akar pohon sassafras (Sassafras albidum) atau tanaman merambat Smilax ornata yang dikenal sebagai sarsaparilla. Ekstrak dari bahan alami tersebut memberikan aroma dan cita rasa unik yang menjadi ciri khas minuman ini.
Di beberapa negara, root beer dibuat dengan atau tanpa kandungan alkohol. Versi tradisional yang berasal dari Amerika Serikat dulu sempat difermentasi, sehingga mengandung sedikit alkohol. Namun, versi modern yang beredar saat ini umumnya non-alkoholic atau tanpa alkohol sama sekali.
Selain itu, root beer biasanya tidak mengandung kafein, meskipun ada beberapa produsen yang menambahkannya untuk memberikan efek menyegarkan. Bentuk komersialnya hampir selalu berupa minuman bersoda dengan cita rasa manis dan busa tebal di permukaannya — tampilan yang menyerupai bir sungguhan, walaupun sejatinya berbeda jauh dari segi kandungan.
Kenapa Root Beer Tidak Bisa Disertifikasi Halal oleh MUI
Meski tidak mengandung bahan haram atau alkohol, root beer tidak bisa mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Penyebab utamanya bukan terletak pada komposisi bahan, melainkan pada penamaan produk dan asosiasinya dengan minuman keras.
Menurut keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), penggunaan nama “beer” dalam produk makanan atau minuman sudah cukup menjadi alasan untuk menolak pemberian sertifikat halal. Hal ini dituangkan secara resmi dalam Surat Keputusan Direktur LPPOM MUI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk (SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14).
Dalam surat keputusan tersebut dijelaskan bahwa nama-nama seperti root beer, wine, sampanye, rhum raisin, dan bir 0% alkohol termasuk dalam kategori produk yang tidak dapat disertifikasi halal, meskipun bahan pembuatannya halal.
Landasan Syariat dalam Penolakan Sertifikasi Halal
Menurut Halal Audit Quality Board of LPPOM MUI, Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih Hilwan, M.Si., keputusan tersebut mengacu pada Sebelas Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) yang terdapat dalam buku pedoman HAS23000.
Salah satu kriteria penting yang disebutkan adalah bahwa nama produk tidak boleh mengarah pada sesuatu yang diharamkan, baik dari segi makna maupun asosiasi budaya. Kata “beer” secara global dikenal sebagai jenis minuman beralkohol yang dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, meskipun root beer tidak memabukkan, penggunaannya tetap dilarang untuk memperoleh sertifikat halal agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Pandangan LPPOM MUI Mengenai Produksi Root Beer
Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., memberikan penjelasan tambahan terkait hal ini. Menurutnya, meskipun root beer tidak dapat disertifikasi halal karena namanya, fasilitas produksi yang digunakan untuk membuat root beer diperbolehkan digunakan bersama dengan produk halal lainnya, asalkan bahan dan proses produksinya tidak mengandung unsur haram.
Beliau menegaskan:
“Mengingat produk root beer tidak mengandung bahan haram, tetapi tidak bisa disertifikasi halal karena penggunaan namanya, maka fasilitas produksinya masih bisa disatukan dengan produk yang bersertifikat halal.”
Dengan kata lain, yang menjadi masalah bukan pada proses pembuatan atau komposisinya, tetapi pada identitas produk yang menimbulkan persepsi salah di masyarakat Muslim.
Solusi bagi Produsen: Mengganti Nama Produk
MUI tidak menutup pintu sepenuhnya bagi produsen yang ingin menjual root beer dalam versi halal. Solusinya sederhana — mengganti nama produk agar tidak mengandung unsur yang menyerupai atau mengarah pada hal haram.
Misalnya, produsen bisa menggunakan nama alternatif seperti:
- “Sarsaparilla Soda”
- “Minuman Akar Sassafras”
- “Herbal Sparkling Drink”
Dengan menghapus kata “beer” dari nama produk, produsen dapat mengajukan sertifikasi halal dengan lebih mudah, selama semua bahan dan proses produksinya sesuai dengan standar HAS23000.
Mengapa Penamaan Sangat Penting dalam Sertifikasi Halal
Dalam sistem sertifikasi halal Indonesia, penamaan produk tidak hanya sekadar identitas komersial, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan syar’i. Nama produk yang berkonotasi negatif bisa menimbulkan salah paham di kalangan konsumen Muslim, bahkan jika isinya tidak haram.
Contohnya, es krim dengan rasa “rhum raisin” juga tidak dapat disertifikasi halal karena mengandung kata rhum, meskipun tidak mengandung alkohol sungguhan. Prinsip ini diterapkan agar umat Islam merasa aman, tenang, dan yakin saat mengonsumsi produk dengan label halal.
Kesimpulan: Boleh Diminum, Tapi Tidak Bisa Bersertifikat Halal
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa minuman root beer sebenarnya tidak haram, selama tidak mengandung alkohol atau bahan terlarang lainnya. Namun, karena penamaannya menyerupai minuman keras, maka MUI tidak memberikan sertifikasi halal untuk produk tersebut.
Umat Muslim tetap diperbolehkan mengonsumsi root beer non-alkohol jika yakin bahan dan proses produksinya aman. Namun, bagi produsen yang ingin mendapatkan sertifikasi halal, sebaiknya mengganti nama produknya agar tidak mengandung kata “beer”.
Dengan demikian, kejelasan nama dan pemahaman konsumen menjadi kunci penting dalam menjaga nilai-nilai kehalalan produk makanan dan minuman di Indonesia.
Kata Kunci Terkait: root beer halal atau haram, alasan root beer tidak halal, sertifikasi halal MUI, minuman soda halal, sarsaparilla MUI, nama produk haram sertifikasi, root beer non alkohol.

