PMA 16/2025 Dorong Zakat Produktif Jadi Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat
Jakarta — Zakat selama ini menjadi instrumen solidaritas sosial yang mengakar kuat dalam kehidupan umat Islam di Indonesia. Namun, di tengah persoalan kemiskinan yang kian kompleks dan bersifat struktural, zakat dinilai tidak lagi cukup dipahami sebagai bantuan konsumtif. Pengelolaannya perlu diarahkan sebagai bagian dari strategi pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Langkah tersebut tercermin dalam terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Regulasi ini tidak sekadar memperbarui ketentuan lama, tetapi menawarkan kerangka tata kelola baru yang menempatkan zakat sebagai instrumen pemberdayaan. Pendekatan ini menandai pergeseran paradigma dari charity menuju empowerment.
PMA 16/2025 menegaskan bahwa pendayagunaan zakat produktif harus dilaksanakan secara sistematis melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan. Seluruh proses tersebut diwajibkan selaras dengan kebijakan nasional dan daerah, terintegrasi dengan data sosial ekonomi serta data mustahik, dan melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor. Dengan demikian, zakat tidak lagi dikelola secara parsial, melainkan menjadi bagian dari satu ekosistem pembangunan.
Pendekatan kolaboratif ini sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, khususnya penghapusan kemiskinan ekstrem dan penguatan ekonomi umat. Dalam kerangka tersebut, zakat memiliki posisi strategis sebagai instrumen sosial yang bersumber dari masyarakat dan dikelola untuk kepentingan masyarakat. Namun, potensi tersebut hanya akan berdampak signifikan apabila didukung oleh tata kelola yang terintegrasi, transparan, dan akuntabel.
Pengalaman beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kolaborasi menjadi kunci keberhasilan. Program seperti Kampung Zakat, Pemberdayaan Ekonomi Umat Berbasis KUA, Inkubasi Wakaf Produktif, Kota Wakaf, hingga Beasiswa Zakat Indonesia berkembang melalui sinergi antara Kementerian Agama, BAZNAS, lembaga amil zakat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan perguruan tinggi. Sinergi ini memungkinkan zakat menjangkau sektor-sektor produktif seperti pertanian, UMKM, dan pendidikan, sekaligus memperkuat kapasitas mustahik agar lebih mandiri.
Melalui PMA 16/2025, praktik-praktik baik tersebut diinstitusionalisasi. Regulasi ini memberikan kejelasan peran antarlembaga, membuka ruang kerja sama baik secara kolaboratif maupun kontraktual, serta menekankan pentingnya pengendalian dan evaluasi berbasis dampak. Dengan kerangka ini, pendayagunaan zakat diharapkan tidak berhenti pada serapan anggaran atau jumlah penerima manfaat, tetapi mampu menunjukkan perubahan nyata terhadap kesejahteraan mustahik.
Dalam ekosistem tersebut, peran negara menjadi krusial. Kementerian Agama tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga sebagai pengarah dan penjaga orkestrasi. Melalui pembinaan dan pengawasan yang terukur, negara memastikan seluruh aktor zakat bergerak dalam satu visi, yakni menurunkan kemiskinan, meningkatkan kemandirian ekonomi, dan memperkuat kohesi sosial.
Meski demikian, tantangan ke depan masih besar. Integrasi data, konsistensi pelaporan, serta penguatan kapasitas amil dan nazhir memerlukan perhatian serius. Tanpa komitmen bersama, kolaborasi berpotensi menjadi formalitas. Karena itu, PMA 16/2025 perlu dipahami bukan hanya sebagai regulasi, tetapi juga sebagai kesepakatan moral untuk membangun tata kelola zakat yang lebih matang dan bertanggung jawab.
Pada akhirnya, keberhasilan zakat produktif tidak ditentukan oleh satu lembaga atau satu aturan semata. Keberhasilan tersebut bergantung pada kesediaan seluruh pihak untuk bekerja bersama dalam satu ekosistem yang saling melengkapi. PMA Nomor 16 Tahun 2025 telah menyediakan kerangka jalannya, sementara tugas bersama adalah memastikan zakat benar-benar menjadi kekuatan pemberdayaan yang mengangkat martabat dan kemandirian umat.
Muhibuddin
Kasubdit Bina Kelembagaan & Kerjasama Zakat dan Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama RI
Sumber: detik.com