Info Halal

Mulai 2026 Produk Tanpa Sertifikat Halal Dinyatakan Ilegal di Indonesia

Kebijakan Wajib Halal 2026: Langkah Tegas Pemerintah Lindungi Konsumen Muslim

Pemerintah Indonesia semakin serius dalam menerapkan kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) sebagai bagian dari perlindungan konsumen, khususnya bagi masyarakat Muslim yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal.

Mulai tahun 2026, kebijakan ini akan ditegakkan sepenuhnya: produk yang tidak bersertifikat halal akan dikategorikan sebagai barang ilegal. Langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memperkuat ekosistem halal nasional sekaligus menegakkan kepastian hukum di sektor perdagangan dan industri.

Mengapa Sertifikasi Halal Penting untuk Semua Produk?

Sertifikasi halal bukan sekadar label tambahan di kemasan produk. Di baliknya, terdapat proses panjang yang memastikan bahwa setiap bahan, alat, dan proses produksi benar-benar sesuai dengan syariat Islam.

Bagi konsumen Muslim, label halal berarti jaminan kepercayaan — bahwa produk yang mereka konsumsi atau gunakan bebas dari unsur haram. Sementara bagi pelaku usaha, memiliki sertifikat halal menjadi bukti tanggung jawab dan nilai jual yang tinggi di mata konsumen, baik di pasar domestik maupun internasional.

Dengan meningkatnya tren industri halal global, sertifikasi halal kini bukan hanya urusan agama, tapi juga strategi bisnis dan daya saing ekonomi.

Daftar Produk yang Wajib Bersertifikat Halal

Kewajiban memiliki sertifikat halal berlaku untuk barang dan jasa yang digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat luas. Berdasarkan aturan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), cakupan produk yang wajib bersertifikat halal mencakup:

  • Produk makanan dan minuman, baik olahan industri, kemasan, maupun kuliner rumahan.
  • Obat-obatan dan suplemen kesehatan, termasuk vitamin, kapsul herbal, dan produk farmasi lainnya.
  • Kosmetik dan produk perawatan diri, seperti sabun, lotion, parfum, hingga skincare.
  • Produk kimiawi, biologi, dan hasil rekayasa genetik, terutama yang digunakan dalam proses produksi makanan atau farmasi.
  • Barang gunaan yang bersentuhan langsung dengan tubuh manusia, seperti peralatan makan, pakaian, sepatu, atau produk rumah tangga.

Artinya, hampir seluruh pelaku usaha — baik industri besar, UMKM, maupun pelaku bisnis online — harus memastikan produknya telah memiliki sertifikat halal sebelum 17 Oktober 2026.

Keterlambatan atau kelalaian dalam memenuhi ketentuan ini dapat berakibat fatal, karena setelah batas waktu tersebut, produk tanpa sertifikat halal akan dianggap melanggar hukum.

Sanksi Tegas untuk Produk Tanpa Sertifikat Halal

Dalam Gathering Media dan Pengusaha bertema “Menuju Wajib Halal Oktober 2026: Memperkuat Ekosistem Halal dengan Tertib Halal” yang digelar pada awal Oktober 2025, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan aturan ini secara tegas.

Menurutnya, produk tanpa sertifikat halal akan dikategorikan sebagai produk ilegal. Artinya, barang tersebut tidak boleh diproduksi, diedarkan, ataupun dijual di wilayah Indonesia.

Selain itu, pelaku usaha yang masih nekat menjual produk tanpa sertifikat halal akan dikenai sanksi administratif, mulai dari:

  1. Surat peringatan dan teguran tertulis,
  2. Denda administratif,
  3. Hingga pencabutan izin usaha bagi yang tetap tidak patuh setelah diberikan kesempatan memperbaiki.

Langkah ini bukan semata hukuman, tapi juga bentuk dorongan agar pelaku usaha lebih disiplin dan transparan dalam memastikan produk mereka sesuai standar halal nasional.

Kewajiban Label Nonhalal untuk Produk Tertentu

Bagi produk yang mengandung unsur haram seperti babi, alkohol, darah, atau turunannya, pemerintah juga mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan label “mengandung bahan nonhalal” secara jelas di kemasan.

Hal ini penting agar konsumen dapat mengetahui dengan pasti kandungan produk sebelum membelinya. Produk dengan unsur nonhalal tidak akan pernah bisa mendapatkan sertifikat halal, namun tetap diperbolehkan beredar asalkan transparan dan jujur dalam pelabelan.

Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi produsen untuk menutupi informasi yang berkaitan dengan bahan atau proses produksi yang digunakan.

Momentum Emas: Membangun Ekosistem Halal Nasional

Kebijakan wajib halal 2026 bukan sekadar aturan administratif, tetapi juga momentum besar bagi Indonesia untuk menjadi pusat industri halal dunia.

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi ekonomi halal yang luar biasa. Mulai dari sektor makanan, kosmetik, farmasi, hingga pariwisata, seluruhnya bisa berkembang pesat dengan standar halal yang kuat dan diakui secara internasional.

Pemerintah melalui BPJPH berkomitmen untuk terus memperkuat ekosistem halal, salah satunya dengan mempermudah proses sertifikasi bagi pelaku UMKM.

Berbagai program seperti sertifikasi halal gratis (SEHATI) dan pendampingan halal UMK sudah digulirkan untuk membantu pelaku usaha kecil mendapatkan legalitas tanpa beban biaya tinggi.

Langkah Strategis bagi Pelaku Usaha: Mulai Sekarang!

Bagi para pelaku usaha, tahun 2025 ini menjadi masa krusial untuk bersiap menghadapi penerapan wajib halal tahun depan. Berikut beberapa langkah strategis yang bisa segera dilakukan:

  1. Lakukan audit bahan dan proses produksi untuk memastikan tidak ada unsur nonhalal.
  2. Ajukan sertifikasi halal ke BPJPH melalui sistem online SiHalal yang mudah diakses.
  3. Konsultasikan dengan Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LP3H) untuk mendapatkan bimbingan teknis.
  4. Perbarui label dan kemasan produk agar sesuai dengan ketentuan halal nasional.
  5. Edukasi tim internal dan pemasok agar seluruh rantai pasok mematuhi prinsip halal.

Dengan langkah ini, pelaku usaha bukan hanya memenuhi regulasi, tapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperluas pasar — baik lokal maupun ekspor.

Dampak Positif bagi Konsumen dan Industri

Kebijakan wajib halal ini membawa dampak positif bagi dua pihak sekaligus.

Bagi konsumen, adanya jaminan halal berarti lebih tenang dan aman dalam memilih produk. Tidak perlu lagi ragu akan kehalalan makanan, obat, atau kosmetik yang digunakan.

Sementara bagi industri, sertifikasi halal membuka peluang besar untuk menembus pasar global. Saat ini, permintaan produk halal meningkat pesat di negara-negara non-Muslim seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa. Produk Indonesia yang bersertifikat halal akan memiliki daya saing tinggi dan nilai ekspor yang lebih besar.

Penegakan Hukum dan Edukasi Berjalan Seimbang

Pemerintah menyadari bahwa penegakan hukum tidak bisa berdiri sendiri tanpa edukasi dan sosialisasi yang masif. Oleh karena itu, BPJPH bersama Kementerian Agama, MUI, dan pemerintah daerah gencar melakukan kampanye “Tertib Halal” di berbagai daerah.

Tujuannya agar pelaku usaha memahami proses dan manfaat sertifikasi halal, serta masyarakat semakin sadar pentingnya membeli produk bersertifikat.

Pendekatan yang diambil bukan hanya represif, tapi juga edukatif dan kolaboratif, agar implementasi kebijakan wajib halal benar-benar efektif di seluruh lapisan masyarakat.

Kesimpulan: Wajib Halal 2026, Saatnya Semua Produk Berbenah

Kebijakan wajib sertifikasi halal mulai 2026 adalah langkah strategis dan historis dalam pembangunan ekonomi berbasis syariah di Indonesia. Produk tanpa sertifikat halal bukan lagi sekadar pelanggaran administratif — tapi barang ilegal yang melanggar hukum.

Dengan peraturan ini, Indonesia menegaskan diri sebagai negara pelopor ekosistem halal dunia, tempat di mana kepercayaan konsumen, kepastian hukum, dan potensi ekonomi tumbuh beriringan.

Kini, saatnya pelaku usaha mengambil langkah cepat: urus sertifikat halal sebelum terlambat. Bukan hanya untuk menghindari sanksi, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang menuju pasar global yang menjanjikan.

===

Sumber:halalcorner.id

 

 

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button