Peringatan, Mesjid Jangan Asal Membentuk Amil Zakat
USAHAMUSLIM.ID,MAKASSAR-Membayar zakat merupakan kewajiban setiap umat Islam yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Sementara bagi muslim yang tidak mampu mencukupi biaya hidupnya sehari-hari, maka perintah membayar zakat tidak diwajibkan pada mereka, tetapi sebaliknya, mereka harus diberikan zakat.
Dalam surah At-Taubah ayat 60, disebutkan 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Salah satu di antaranya adalah amil yang berada di urutan ketiga setelah fakir dan miskin.
Ustadz Edy Bachtiar Hamzah dari Nakhdatul Ulama kota Makassar, dalam menyampaikan ceramah tarwihnya di Mesjid Nur Intan Lestari, pada malam ke-24 Ramadhan 1442 H, tadi malam secara khusus menjelaskan tentang pengertian dan tugas dari seorang Amil.
Dikatakannya, Amil berasal dari kata amila ya’malu yang artinya mengerjakan atau melakukan sesuatu, sehingga dapat dikatakan bahwa amil zakat adalah orang yang mengerjakan suatu tugas yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
“Nah pengelola zakat ini, jangan dianggap gampang, saudara kaum muslimin rahimakumullah…..! Jangan mengira tugas mereka hanya diam saja di mesjid menunggu kaum Muslimin datang menyetor zakatnya, juga demikian halnya pada saat pembagiannya, amil jangan hanya diam menunggu muzakki yang datang mengambil bagiannya. Seharusnya amil ini yang aktif mengantarkan bagian zakatnya kepada muzakki, sebab ada kelompok muzakki yang harus kita jaga kehormatan dan harga dirinya, yakni kaum fakir dan miskin, jangan menunggu mereka datang berbaris di mesjid yang pada akhirnya kita justru mempertontonkan parade kemiskinan, subhanallah.”
Oleh karena itu menurutnya, pengurus mesjid wajib memilih amil dari orang yang cakap dan memilki kefahaman yang benar tentang tugas seorang amil. Imam Syafi’i menyebutkan bahwa amil zakat adalah orang yang diangkat oleh wali atau penguasa untuk mengumpulkan zakat, dan mendistribusikannya kepada kelompok yang berhak mendapatkan bagian zakat.
Pada zaman Nabi Muhammad Shollallah alaihi wasallam, pendistribusian zakat dilakukan oleh beberapa sahabat yang cakap dan mumpuni. Mereka diangkat oleh Rasulullah dan diserahkan tanggung jawab untuk mengatur pendistribusian zakat secara profesional. Setiap petugas tersebut mengemban kewajiban untuk mengumpulkan dan menyerahkan zakat di wilayah tertentu.
Di dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, dijelaskan Amil zakat harus memenuhi syarat, yakni beragama Islam, aqil baligh, jujur, memiliki ilmu dalam hukum zakat, kuat jiwa dan raga.
Sementara itu, pemerintah melalui kementerian agama juga juga telah menerbitkan undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat, sebagaimana termuat dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Sebagaimana diatur bahwa, sebuah Lembaga Amil Zakat atau LAZ harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam, yang berbentuk lembaga berbadan hukum, mendapat rekomendasi dari BAZNAS, memiliki pengawas syariat, memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegiatan, bersifat nirlaba serta memiliki program untuk mendayagunakan zakat, lalu bersedia diaudit, baik dari sisi syariatnya maupun segi keuangannya secara berkala.
“Yang banyak muncul saat bulan Ramadhan adalah kelompok amil yang tidak memenuhi aturan sebagaimana diatur oleh pemerintah, mereka melakukan pengelolaan zakat secara perseorangan atau perkumpulan sebagaimana yang ada di mesjid-mesjid atau sejumlah tempat yang umumnya tidak memiliki izin dari pejabat yang berwenang,” imbuhnya.
Memang secara eksplisit, pembentukan amil perseorangan atau kelompok ini tidak diatur dalam UU pengelolaan zakat, namun di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 5 tahun 2016, pasal 3, tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dalam pengelolaan zakat mengatur sebagai berikut:
1. Amil Zakat perseorangan atau perkumpulan orang yang melakukan pengelolaan zakat, wajib memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat.
2. Dalam melakukan pengelolaan zakat, amil zakat perorangan atau perkelompok ini wajib melakukan pencatatan dan pembukuan terhadap pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sesuai dengan syariat Islam dan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyaluran zakat melalui amil zakat perkelompok dibolehkan menurut hukum sepanjang mereka melakukan koordinasi dengan kepala kantor urusan agama di tingkat kecamatan tempat mereka berada.
Apabila Amil Zakat tidak melakukan pemberitahuan tertulis kepada pejawab berwenang, maka akan dikenakan sanksi administratif, yakni penghentian kegiatan pengelolaan zakat. Kemudian ketika amil zakat perkelompok ini tidak memenuhi kewajibannya, yakni melakukan pencatatan dan pendistribusian zakat dengan benar, maka akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, serta penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin operasional.
Untuk mencegah adanya penyimpangan terhadap pengelolaan zakat, Undang-undang Pengelolaan Zakat mengatur mengenai ketentuan pidana bagi amil yang tidak amanah, di antaranya:
1) Setiap orang yang tidak mendistribusikan zakat sesuai ketentuan diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda sebesar 500 juta;
2) Setiap orang yang sengaja secara melawan hukum memiliki, meminjamkan, menghibahkan, menjual dan atau mengalihkan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak 500 juta;
3) Setiap orang yang bertindak selaku amil zakat tanpa izin pejabat berwenang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda paling banyak 50 juta.
“Kita sangat bersyukur, pemerintah telah mengatur mengenai urusan haji dan urusan pembentukan amil zakat ini dengan diterbitkannya undang-undang, namun kita berharap pemerintah juga mengatur rukun Islam yang lain, semisal Puasa dan Shalat. Harus ada undang-undang yang mengatur mengenai sanksi bagi Umat Islam yang tidak shalat atau tidak berpuasa di bulan Ramadhan, jangan hanya mengatur masalah yang ada nilai ekonominya, “tegasnya. (UM)