Berita

Apakah Benar Vaksin Nusantara Mahal ?

USAHAMUSLIM.ID, JAKARTA – Hingga kini polemik mengenai pembuatan Vaksin Nusantara masih terus berlanjut di tengah masyarakat Indonesia. Vaksin garapan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto itu tidak mendapat restu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia mengatakan, vaksin Nusantara diproduksi dengan metode dendritik, yakni mengeluarkan sel dendritik yang diperoleh dengan cara mengambil darah orang yang akan divaksin. Sel dendritik adalah sel imun yang akan mengajarkan sel-sel lain untuk memproduksi antibodi.

Sebagian pihak menuding Vaksin Nusantara yang diproduksi dengan metode modifikasi sel dendritik itu berbeda dari kebanyakan vaksin yang telah beredar untuk keperluan vaksinasi di Indonesia saat ini.

Menanggapi tudingan itu, Peneliti Utama Vaksin Nusantara dari RSPAD Gatot Subroto, Jonny menjamin harga vaksin yang dibesut pihaknya bersama eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu akan sebanding dan bersaing dengan sejumlah merk vaksin lain yang telah beredar di Indonesia.

“Saya bilang akan sebanding dengan harga vaksin lain,” ujar Jonny sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, Minggu (18/4).

Senada dengan Jonny, Ketua Tim Riset Corona & Formulasi Vaksin, Prof. Dr. drh. Chairul Anwar Nidom MS menyebutkan, pengembangan vaksin nusantara tidaklah mahal dan hasil yang didapatkan pasca pemantauan, memiliki performance yang baik dan tidak menimbulkan keluhan apapun pada relawan.

“Ilustrasinya begini, misalkan harga antigen per paketnya Rp 10 M, kalau yang menggunakannya hanya satu orang jelas mahal. Tapi kalau untuk digunakan 1 juta orang, maka biaya per orangnya kan hanya Rp 10 ribu. Jadi silakan nilai sendiri, apakah vaksin nusantara ini mahal atau murah,” kata Prof Nidom.

Dijelaskannya selain murah, proses yang dibutuhkan untuk penerapan vaksinasi pun tidak lama, hanya 7-8 hari sejak pengambilan darah.

“Setelah 40ml darah diambil, langsung dilakukan pemilahan untuk diambil sel dendritiknya. Sel ini ditumbuhkan dalam inkubator selama lima hari, lalu dipisahkan antara sel muda dan sel tua. Sel yang digunakan hanya yang muda untuk dipapar dengan Antigen Protein Spike Virus Covid. Jumlah Antigennya tergantung Valen dari Virus. Kalau trivalen maka ada tiga macam antigen yang dipergunakan, “urainya.

Setelah dua hari pemaparan atau aktivasi, sisa cairan yang berupa media tumbuh sel dan antigen Spike akan dibuang.

Penjelasan dari Prof. Nidom itu membantah pernyataan pihak yang menuding vaksinnya akan berbiaya mahal sekaligus menyangkal informasi yang menyatakan bahwa vaksin nusantara tidak terdapat sisa antigen yang dimasukkan. Menurut Nidom, modifikasi sel dendritik dalam pengembangan vaksin Nusantara berbeda dengan modifikasi sel dendritik untuk kanker atau vaksin konvensional. pihaknya hanya mengambil sebanyak 40 mililiter dalam setiap sampel darah yang diambil.

Jumlah itu, jauh lebih sedikit dibanding sampel darah yang diambil untuk pengembangan sel dendritik untuk kanker. Dan hal itulah yang menimbulkan kesan di tengah masyarakat bahwa vaksin nusantara ini mahal karena disamakan dengan metode pembuatan vaksin untuk pengobatan sel kanker dan tidak bisa dilakukan hanya sekali, dengan biaya mencapai ratusan juta. Padahal vaksin untuk kanker tidak bisa disamakan dengan vaksin untuk virus. Pengambilan sampel darah untuk pembuatan Vaksin Nusantara ini hanya dilakukan sekali dengan pengambilan darah 40 mililiter saja.

Untuk diketahui, pengembangan vaksin Nusantara saat ini mandek lantaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II Vaksin Nusantara karena dianggap tidak memenuhi sejumlah syarat, di antaranya syarat cara pembuatan obat yang baik (CPOB).(UM)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button