Menjelang Lebaran, beberapa transaksi yang sering dilakukan oleh masyarakan tanpa sadar bahwa transaksi tersebut mengandung unsur riba, Kali ini Ust Ahmad Suryana, B.B.A, D.B.A akan menjelaskan kepada kita apa saja transaksi yang dimaksud
Mewaspadai Transaksi Riba Menjelang Hari Raya Idul Fitri
1. Gerai Gadai
Menjelang hari raya, banyak masyarakat yang membutuhkan dana tambahan untuk berbagai macam keperluan seperti mudik, jalan-jalan, beli baju baru untuk keluarga dan lain-lain. Oleh karena itu, berbagai macam penawaran hutang riba semakin gencar dalam rangka memanfaatkan momen tersebut. Diantaranya adalah penawaran pinjaman dengan gadai.
Gadai merupakan akad hutang berjaminan dan termasuk di antara akad-akad sosial. Sudah menjadi kebiasaan ditengah masyarakat ketika ada orang yang menggadaikan kendaraan, elektronik, perhiasan, rumah kontrakan atau barang berharga lainnya, si pemberi hutang selalu meminta keutungan dari gadai tersebut baik berupa tambahan uang pengembalian, pemanfaatan barang yang digadai, atau berupa keuntungan uang yang dihasilkan dari pengelolaan barang yang digadaikan tersebut. Bahkan saat ini transaksi gadai instan yang mengambil keuntungan atas hutang ini sudah banyak dibuka melalui gerai atau outlet-outlet gadai di pinggir jalan.
Transaksi seperti ini sangat jelas merupakan transaksi riba karena mengambil keuntungan komersial dari transaksi hutang piutang. Kecuali jika barang yang digadai berupa barang yang membutuhkan biaya perawatan untuk menjaganya seperti hewan ternak yang bisa dikendarai dan atau diambil susunya. Zaman dahulu hewan ternak biasa dijadikan barang gadai. Dimana jika pada masa gadai hewan tersebut tentu membutuhkan biaya perawatan agar tidak mati sampai waktu jatuh tempo pengembalian hutang. Karena ada modal atau beban yang dikeluarkan oleh si penerima barang gadai, maka ia dibolehkan memanfaatkan barang gadai tersebut berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ
“Barang gadai (boleh) ditunggangi dengan sebab diberikan nafkahnya, apabila digadaikan dan susu hewan ternak yang digadai boleh diminum dengan sebab diberikan nafkahya, apabila digadaikan. Dan wajib bagi yang menungganginya dan meminum susunya (untuk) memberi nafkah (biaya perawatan)” . (HR Bukhari no. 2512).
2. Kredit kendaraan bermotor via lembaga finance konvensional
Salah satu produk riba yang juga marak ditawarkan saat momen menjelang hari raya adalah kredit kendaraan bermotor konvensional. Yaitu skema kredit jual beli kendaraan yang melibatkan pihak ketiga yaitu lembaga finance atau leasing. Dimana ketika pembeli datang ke dealer atau showroom kendaraan, calon pembeli melakukan akad jual beli ke pihak showroom dengan mengisi aplikasi kredit dan persyaratannya. kemudian setelah lulus survei dan kelayakan kredit, pembeli menyerahkan uang DP, lalu Mobil pun diantar ke rumah pembeli. Kemudian secara otomatis pembeli menjadi nasabah leasing dan membayar angsuran setiap bulannya ke pihak leasing dengan harga yang lebih tinggi.
Mengapa skema kredit tersebut dikatakan riba?
Karena pihak leasing telah melakukan kerjasama dengan pihak showroom jika ada pembeli yang mengajukan kredit kendaraan maka pihak leasing akan membayar harga cash mobil kepada showroom. Dengan kata lain pihak leasing menghutangi pembeli dengan uang sejumlah harga cash mobil kemudian wajib membayar cicilan dengan total angsuran yang lebih mahal dari harga mobil dan ini termasuk riba qurud.
Skema yang terjadi diatas bukanlah jual beli meskipun berlabel jual beli kredit. Karena pada hakikatnya pihak leasing tidak pernah menjual barang. Barangnya adalah milik showroom dan yang dilakukan leasing hanyalah memberikan dana talangan setelah terjadi akad jual beli antara konsumen dengan showroom. Sangat berbeda antara jual beli dan pemberian dana talangan. Pada transaksi jual beli si penjual menjual barang miliknya yang dia tanggung modal dan resikonya. Sedangkan transaksi pemberian dana talanangan si penjual (leasing dalam hal ini) tidak pernah di akui pernah memiliki barang yang dijual. Sehingga margin keuntungan kredit yang mereka ambil hakikatnya bukan profit penjualan, akan tetapi bunga (riba) dari memberikan hutang uang.
3. Gerai penukaran uang receh di pinggir jalan
Semakin mendekati musim mudik pada hari raya Idul Fitri, sudah merupakan pemandangan yang tidak asing lagi terutama di sepanjang jalur mudik terdapat gerai-gerai penukaran uang receh dadakan.
Tentu saja dalam pertukaran uang ini si pedagang mengambil untung. Misalnya uang pecahan Rp.100.000, ditukar dengan uang receh sejumlah Rp. 90.000. Ini merupakan contoh transaksi riba fadhl yang sangat jelas dan mudah untuk dikenali.
Hal ini dikarenakan jual beli uang termasuk ke dalam kelompok barang-barang yang bisa terkena riba buyu’(riba jual beli) yang dikenal dengan ashnaf ribawiyyah (komoditi riba).
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (barley) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim no. 1584).
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَداً بِيَدٍ فَإِذَ اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, ukuran dan takarannya harus sama, dan harus dari tangan ke tangan (secara tunai). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara tunai.”(HR.Muslim No.1587).
Barang-barang yang tergolong kelompok yang telah disebutkan pada hadits-hadist di atas di dalam pertukarannya ada aturan khusus. Yaitu barang yang sama (sejenis) seperti emas ditukar dengan emas, rupiah ditukar dengan rupiah, atau beras ditukar dengan beras, maka dalam pertukarannya harus sama jumlahnya atau takarannya. Jika tidak maka terjadi riba yang dinamakan Riba Fadhl.
Dan harus dilakukan secara tunai. Jika tidak maka terjadi Riba Nasi’ah.
Adapun barang yang berbeda jenis akan tetapi masih satu ‘illah seperti emas ditukar dengan rupiah, rupiah ditukar dengan dollar, beras ditukar dengan kurma, dan lain-lain, maka syarat pertikarannya harus secara tunai saja dan boleh berbeda jumlah atau takaran.
Wallahu A’lam
Silahkan BertanyaProfil Ustadz